Dugaanku kau sudah menikah. Sebab itu kau memilih tidak membalas. Barangkali takut menjadi luka bagiku atau kamu tidak bahagia dengan suamimu dan menyesal telah meninggalkanku.
"Belum."
Akhirnya kamu jawab dengan singkat. Kembali aku menduga-duga: kamu terpaksa berbohong padaku, sebab setauku kamu tidak suka berbohong tapi harus terpaksa melakukan itu maka cukup lima huruf saja pikirmu.
"O. Lo kok?"
"Nanti kutelpon. Pamit. Ada penting nih. Daaaaa."
"Daaaaa."
Setelah kamu menunda jawab, dugaanku kembali muncul. Menurutku kamu betul-betul menyesal meninggalkanku dan sekarang ingin kembali padaku lagi.
Ah! Semoga saja dugaan terakhir itu keliru. Aku berharap kamu sudah punya calon yang lebih rendah dariku---akan membuatku puas. Lagi pula meninggalkanku telah memberi pelajaran berharga. Secara diam-diam uang dari kotak amal yang kucuri sudah kukembalikan---menyadari perbuatan itu salah. Sejak itu aku langsung melakukan taubat nasuha.
Lain lagi... lagi pula aku sudah memberikan mahar untuk calon istriku. Tidak, bukan uang haram. Aku mendapatnya dengan tetesan keringat, hasil jualan es cendol keliling, yang ku kumpulkan dua tahun lamanya.
Dan, ya, dugaan terakhirku tidak keliru. Aku langsung memutus dan mematikan Hp. Kukira kamu akan mengira masalah klasik penyebabnya: sinyal terputus. Padahal di sini Operator penyedia layanan sudah lumayan sukses memuaskan penggunanya.
"Satu Bang. Bungkus," pinta seorang anak.
Aku pun semangat melayani pelanggan Es Cendolku.