Mohon tunggu...
NewK Oewien
NewK Oewien Mohon Tunggu... Petani - Sapa-sapa Maya

email : anakgayo91@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Orang Gila

5 September 2017   14:02 Diperbarui: 5 September 2017   14:06 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak hijrahnya suasana darurat memang Pos Kamling Kampung itu sepi dari fungsinya. Biasanya, hanya pada pagi dan sore saat cuaca menggigit daging, orang-orang mencari hangat mengelilingi api unggun sambil bercerita ke sana ke sini.

Kini, ritual itu juga sudah tidak ada. Bukan karena cuaca dingin sudah hilang. Melainkan dinginnya kebutuhan orang-orang seiring perkembangan zaman lebih menarik untuk dihangatkan. Hanya ada satu orang yang terus jadi penghuni tempat itu. Orang-orang menyebutnya gila.

Ketika sepertiga malam, ia sudah duduk khusyuk. Dan malam sudah semakin larut, dengan sepinya kehidupan, ia masih di situ. Tak ada yang tau pasti, kapan ia tidak ada. Juga tak ada yang mau tau. Sebab menghitung peluang menang dalam pertarungan hidup jauh lebih penting.

Tak ada yang tidak kenal orang itu. Sekampung sudah merasa tidak asing. Pos Kamling yang berhadapan langsung dengan Masjid itu menjadi miliknya semata. Setiap orang lalu lalang di depannya atau hendak ke Masjid selalu disapa, penuh hangat.

"Ke mana kau cantik?"

Ia selalu bertanya seperti itu setiap pagi saat Aisyah lewat. Dengan suara penuh semangat.

"Ke Sekolah Pak."

Jawab Aisyah dengan senyum. Ramah. Tidak merasa risih sama sekali. Dan Ia diam saja tanpa menunjukkan ekspresi.

"Ke mana kau maling?"

Sudah beberapa kali ia bertanya seperti itu saat Badrun lewat. Badrun yang pertama-tama langsung ingin menghajar. Tapi diurungkan. Karena semua orang tau kalau ia gila. Dan ia lebih memilih tidak lewat di depannya lagi.

"Ke mana kau ganteng?"

Setiap Ali lewat ia selalu bertanya begitu. Awalnya Ali menanggapinya. Tapi, karena tanggapannya tidak pernah dijawab kembali. Ali pun memilih tidak menjawab apa-apa selain hanya tersenyum.

"Ke mana kau alim?"

Pertanyaan untuk pak Imam yang hendak ke Masjid.

Dan semua orang-orang yang lewat selalu ditanya ke mana, tidak menyebut nama. Melainkan hanya dengan kata yang ia ingin saja. Sebab itu, banyak orang-orang lebih memilih dengan cara yang dilakukan Badrun. Tidak melewati Pos Kamling lagi.

Karena Ali dan Aisyah pergi merantau, menuntut Ilmu. Setiap hari hanya sekali ia menyapa sekaligus bertanya.

"Ke mana kau alim?"

Ada satu yang mengalami degradasi, suaranya. Awalnya ia selalu bertanya lantang. Lama-kelamaan suaranya semakin pelan. Tidak bersemangat.

Begitu pula saat bertanya pada Ali dan Aisyah yang pulang Kampung setahun sekali.

"Ke mana kau cantik?"

Lemah sekali, tidak bertenaga. Aisyah yang sudah tidak asing menyadari perubahan itu.

"Ke mana kau ganteng?"

Tidak seperti setahun yang lalu. Suara itu tidak bergema. Ali merasa tidak biasa.

Baik pak Imam, Ali dan Aisyah sama-sama menduga penurunan intonasi suara orang itu tak lain karena tubuhnya yang semakin tua. Ali dan Aisyah menjadi saksi setiap tahunnya, penurunan semangatnya bertanya semakin parah saja. Pak Imam justru merasakan itu setiap harinya.

Beberapa tahun setelah Pak Imam, Ali dan Aisyah mencatat pengurangan kadar lantang suara orang itu. Kini ketiganya malah kaget. Karena suaranya kembali lantang, penuh semangat.

"KE MANA KAU JELEK?"

Sudah beberapa hari belakangan, saat Pak Imam lewat, ia bertanya seperti itu.

"KE MANA KAU JELEK?"

Pertanyaan untuk Aisyah yang setahun sekali pulang pun berubah.

"KE MANA KAU JELEK?"

Begitu pula pertanyaan untuk Ali.

Bukan karena bunyi suara itu cukup lantang dan dituding dengan kata tidak enak maknanya membuat ketiganya kaget. Namun, meski ia dianggap orang gila, orang-orang sudah terlanjur yakin kalau perkataannya memang mencerminkan aslinya.

Seperti halnya Badrun, yang sudah dibui karena maling Ayam di siang Bolong. Pak Kepala Desa yang memutuskan tidak lewat dihadapannya lagi setelah ia bertanya "ke mana kau jahat?", tak lama setelah itu beliau dijeruji karena merugikan negara melalui kucuran Dana Desa.

Kemudian terlihat Pak Imam menjual Kalung Emas Buk Imam untuk menggantikan uang anak yatim yang sudah terlanjur dipakai untuk keperluan Pesantren anaknya.

Ali dan Aisyah pergi merantau, memang untuk mengais moral. Kendati begitu, keduanya sudah menyusun rencana menambal amoral yang sudah terlanjur tertelan selama di perantauan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun