Tidak seperti setahun yang lalu. Suara itu tidak bergema. Ali merasa tidak biasa.
Baik pak Imam, Ali dan Aisyah sama-sama menduga penurunan intonasi suara orang itu tak lain karena tubuhnya yang semakin tua. Ali dan Aisyah menjadi saksi setiap tahunnya, penurunan semangatnya bertanya semakin parah saja. Pak Imam justru merasakan itu setiap harinya.
Beberapa tahun setelah Pak Imam, Ali dan Aisyah mencatat pengurangan kadar lantang suara orang itu. Kini ketiganya malah kaget. Karena suaranya kembali lantang, penuh semangat.
"KE MANA KAU JELEK?"
Sudah beberapa hari belakangan, saat Pak Imam lewat, ia bertanya seperti itu.
"KE MANA KAU JELEK?"
Pertanyaan untuk Aisyah yang setahun sekali pulang pun berubah.
"KE MANA KAU JELEK?"
Begitu pula pertanyaan untuk Ali.
Bukan karena bunyi suara itu cukup lantang dan dituding dengan kata tidak enak maknanya membuat ketiganya kaget. Namun, meski ia dianggap orang gila, orang-orang sudah terlanjur yakin kalau perkataannya memang mencerminkan aslinya.
Seperti halnya Badrun, yang sudah dibui karena maling Ayam di siang Bolong. Pak Kepala Desa yang memutuskan tidak lewat dihadapannya lagi setelah ia bertanya "ke mana kau jahat?", tak lama setelah itu beliau dijeruji karena merugikan negara melalui kucuran Dana Desa.