Ia memberikan solusi -menurutnya, tapi tidak bagiku. Ia menyarankan Aku pindah, masalah biaya dan tempat tinggal menjadi urusan Pria bertopi. Aku pun diminta menimbang tawarannya. Dalam timbangan terbayang muka-muka lapar yang sangat merindu kenyang karena hak mereka dirampas dengan cara pembodohan sistematis.
Selain itu terngiang dalam kepalaku petuah Pria bertopi yang ahli mengajar membuka pintu Surga; Pria bertopi juga manusia, bisa salah kata dan lupa, karena Ia manusia bisa jadi ingkar janji, katanya.
Pada muka licik si tangan kanan menghantam piring Gorengan yang dihidangkan untuk menjamuku. Seketika suasana dalam rumah agung itu riuh, beberapa orang berusaha menghentikan. Aku menggenggam pecahan Piring yang agak tajam, dan berusaha mencari sebuah ruangan.
Aku menendang pintu sebuah ruangan, didalam Aku temui Pria bertopi bersandar malas pada Kursi mewahnya, Ia kaget. Terlihat muka kurusnya yang memang kurus semakin kurus. Sebelum Aku berusaha menghujam kaca tajam pada perutnya, diiringi dengan letusan sesuatu telah menembus Jantungku, tubuhku jatuh berdebam ke lantai, sebelum memejamkan mata Aku lihat Pria bertopi tersenyum menang padaku.
***
"Begitu ceritanya Kawan."
Kawannya yang juga berbaju Hijau mengangguk paham. Sementara bermacam Sungai dibawah tempat mereka terus mengalir.
Gayo Lues, 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H