Mohon tunggu...
NewK Oewien
NewK Oewien Mohon Tunggu... Petani - Sapa-sapa Maya

email : anakgayo91@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Padang Ilalang dan Gadis Muda Menunggu Awan

10 Maret 2017   16:30 Diperbarui: 11 Maret 2017   04:01 2115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pintanya pada burung-burung.

“Kami selalu berdo’a untukmu. Lihatlah, gadis muda! Malam sebentar lagi tiba. Pulanglah. Besok kami akan menemani lagi.”

“Tidak. Aku akan pulang bersama awan.”

Burung-burung menatap nanar. Selain menganggap aneh juga mengakui pendiriannya. Dan burung pun terpaksa pamit. Meninggalkan gadis muda berlinang air mata. Ia kini sendiri tengah padang. Hatinya sedikit gusar. Ilalang berhenti bergoyang. Angin pun tak lagi mencumbuinya.

Ia termenung menatap Mega dengan hati disusupi sepi. Hening. Ia tau keindahan senja akan meninggalkannya sebatang kara ditengah penantiannya yang tidak jelas. Namun Ia yakin awan akan datang menggandeng tangannya, menuntun pada keteduhan, menyejukkan suasana hati pada cuaca yang panas. Ia sangat yakin, bahkan waktu hanya tersisa sedetik sebelum jatuhnya malam. Ia menunduk berharap. Masih belum ada awan menuntunnya dari tengah padang.

Dan malam pun tiba. Memancung tanpa ampun harapannya. Ia terpaku. Menangis sesegukan.

Tak lama Ia menangis. Ia yakin masih ada esok untuknya, dan mungkin disitu akan datang awan yang rupawan untuknya. Ia putuskan pulang. Ia baru menyadari, seharusnya mendengarkan pesan seekor burung tadi. Ia memandangi sekelilingnya. Gelap. Tak jelas arah mana yang akan dituju. Tak ada bintang. Juga rembulan.

Ia mencoba meraba jalan pulang. Tersesat. Langkahnya gontai. Terbelit rerimbunan Ilalang. Tersungkur. Tenaganya terkuras karena Ia lupa mengisi tenaga. Lemah. Tak berdaya. Ia terjatuh. Tiba-tiba lehernya tercekik. Nafasnya tersengal-sengal. Ia berusaha membuka mata yang mulai terpejam. Tidak bisa.

Ia merasa tangannya digenggam. Hangat. Dibawa terbang ke langit. Dicumbui mesra oleh awan. Ia pun meleleh bahagia.

Gayo Lues, 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun