“Menikah nanti aku ingin dandan seperti itu.” Matamu tak lepas dari penari.
“Emang kau Putri Raja.”
“Heh.”
Saat berkeliling di Keraton yang track wisatanya lumayan, kau mengeluhkan pegal di kaki. Kau minta digendong, tapi aku tidak mau. Sudah sering ku katakan pada mu, bukan aku tidak mau, tapi keramaian pengunjung membuat bulu kudukku bergidik. Lagi pula kau tak mau jadi tontonan, bukan?
Sebelum melangkah keluar, kita menemui Abdi Dalem yang duduk terpekur. Kita melewatinya dengan sopan.
“Tau gak? Mereka itu sangat setia pada Kerajaan. Mereka mengabdi tanpa dibayar.”
“Iya? Hubungan kita harus seperti mereka. Setia.”
“Hikz.”
Setelah makan Mie Ayam dan minum Es Kelapa kita melanjutkan perjalanan ke Alun-Alun Kidul. Sebenarnya Aku enggan melakukan tes, yang awalnya ku kira ‘masuk angin’ rupanya Masangin itu, selain agaknya kurang nyangkut di logika juga malas menerawang masa depan –gimana jika sebaliknya, mosok mau nuntun pohon Beringin. Tapi kau ngotot. Ya sudah, sebagai hiburan.
Meski baru melewati tengah hari yang cerah. Matahari baru sedikit condong dari Ubun-ubun. Ternyata pengunjung rame betul. Bayak yang khusuk jalan menutup mata dan berhasil, ada juga baru lima langkah langsung belok kanan, belok kiri. Ada girang ada lemas atas hasil uji mereka. Luar biasa. Kau pun menyewa dua penutup mata.
“Sekalian?”