“Terpisahkan oleh jurang ketidakinginan untuk mengerti, kita mungkin tak akan pernah bisa menyatu. Tapi setidaknya, jangan tatap kami dengan tatapan mata penuh jijik seperti itu, karena kami sangat benci untuk menatap kalian dengan penuh kemarahan. Kita hanya berbeda, tapi ketidakinginan untuk mengerti satu sama lain itulah yang memperumit segalanya di antara kita.”
Kalian yang sedang membaca tulisan ini, baik hetero maupun homo, pastinya sadar bahwa banyak sekali homoseks yang berada di dalam lingkungan sehari – hari kita. Entah itu yang secara terbuka mengungkapkan dirinya atau sengaja menyembunyikan identitas dirinya dari umum, kaum homoseks nyatanya berada di sekitar kita. Hidup, bernafas, berjalan, dan melakukan aktivitas sehari – sehari sebagaimana yang manusia kebanyakan lakukan, semuanya sama saja kecuali di dalam satu hal : mencintai . Yah, tentu saja lah! Karena mereka merasa bahwa diri mereka mencintai sesama jenis makanya mereka disebut homoseks. Seorang cowok yang merasa dirinya cowok mencintai cowok lain disebut gay, seorang cewek yang merasa dirinya cewek dan mencintai cewek lain disebut lesbian. Beda lagi pengertiannya dengan transgender. Cukup menyebalkan untuk melihat kebanyakan orang salah mengerti mengenai perihal transgender dan gay yang sering kali di-sama-jenis-kan, tapi yah kita tak akan mendiskusikan hal itu di dalam tulisan ini.
Apa yang hendak aku jabarkan di tulisan ini adalah mengenai sebuah situasi menyerupai lingkaran setan yang dimunculkan akibat kesalahpahaman di antara kaum homoseks dan kaum homophobic yang seringkali menciptakan banyaknya efek buruk kepada kedua pihak,yang mana efek buruk itu lebih kuat terasa di kaum homoseks.
Mengapa aku menyebutnya sebagai lingkaran setan?
Pertama, karena tidak jelas sebenarnya siapa yang memulai hal ini terlebih dahulu. Ini seperti menanyakan yang mana yang lebih dulu eksis : telur atau ayam. Masih terlampau dini untuk menyimpulkan apakah pihak homophobic atau pihak homoseks yang memulai sebuah opini yang akhirnya berkembang luas hingga akhirnya membentuk situasi seperti lingkaran yang tak jelas awal dan akhirnya. Selain itu, karena awal dari situasinya sama misteriusnya dengan si setan, akhirnya ditambahkanlah kata “setan” setelah “lingkaran”.
Kedua, karena lingkaran ini tak bisa berakhir. Kita hanya bisa terlepas dari lingkaran setan ini jika kita mau berusaha, tapi tetap saja, karena lingkaran setan ini terbentuk dari hasil pemikiran manusia, yang mana pemikiran manusia tidak bisa disatukan dalam satu pendapat absolute kecuali untuk urusan perhitungan matematika (1+1 gak akan pernah jadi 3 kan?), maka lingkaran setan itu akan selamanya tetap ada di dunia sekalipun kita sebagai individu telah terlepas dari kondisi lingkaran setan tersebut di sekitar kita. Hanya bisa terlepas darinya, tapi tidak bisa diakhiri.
Ketiga, pemikiran – pemikiran negative yang menciptakan lingkaran setan memang tidak terlihat oleh mata telanjang, sama seperti setan bukan?
Lalu situasi macam apakah lingkaran setan yang melibatkan homophobic dan homoseks itu?
Situasi yang sejak tadi aku sebut – sebut sebagai lingkaran setan itu adalah situasi dimana kelompok homoseks merasa tertekan karena pandangan kaum homo-phobic kepada mereka yang akhirnya menimbulkan sikap – sikap yang memicu reaksi dari kaum homo-phobic lagi. Tidak diketahui secara pasti apakah karena mayoritas dari kaum homoseks terlebih dahulu yang memulai tampil dengan gaya freesex-nya sehingga memunculkan reaksi dari kaum homophobic sejak peradaban kuno atau memang karena kaum homophobic memang memiliki bakat tersendiri untuk membenci orang yang terlihat berbeda dari orang – orang kebanyakan sehingga bisa memunculkan situasi semacam ini. Yang mana yang asap dan yang mana yang api, kita tidak pernah tau. Lebih lanjut lagi, apa yang dilakukan oleh penganut seks minded gay serta tekanan dari para homophobic akhirnya menciptakan tekanan bagi SELURUH kaum homoseks yang berbuntut pada sebuah kekacauan dalam setiap individu homoseks, interaksi sesama homoseks, dan juga interaksi homoseks dengan heteroseks.
Secara individual, beberapa di antara kaum homoseks takut untuk menerima dirinya apa adanya, dirinya yang mencintai sesama jenis karena adanya pandangan dari kaum homophobic. Begitu menderita bahkan untuk menyadari siapa dirinya sendiri. Begitu ingin menolak identitas dirinya dan sangat ingin terbebaskan seolah – olah identitasnya sebagai homoseks adalah kutukan yang nyata. Mengutuki diri sendiri, berharap dan berdoa bisa berubah hanya untuk mengetahui bahwa doanya seperti terpantul ke tanah. Menderita di dalam keinginannya yang terbentuk bukan dari dirinya sendiri, melainkan dari persepsi masyarakat kebanyakan sehingga ia menolak untuk mencintai orang yang jelas dicintainya. Si Munaroh yang selalu sesak di dalam dadanya karena selalu mengatakan “Ya, aku sesungguhnya mencintai Sarah, tapi SEHARUSNYA aku mencintai si Dul!!! Ini bukan sinetron, ini kehidupan!!! Aku tak menghadapi tuntutan sutradara tapi tuntutan masyarakat!!!!” di dalam hatinya setiap kali ia terpukau oleh keanggunan Sarah, hanyalah satu contoh lagi dari efek buruk pandangan homophobic kepada pribadi si homoseks.
Ditambah lagi tekanan dari pandangan masyarakat tersebut bisa berefek jauh lebih mendalam dan personal kepada karakter si homoseks.Tekanan semacam ini juga bisa menyebabkan seorang homoseks menjadi selalu merasa sebagai seorang korban dalam kehidupannya, tidak jarang juga mengubah kepribadian seseorang menjadi lebih melankolis, sadomasokis emosional dan hendak merasa diperhatikan sehingga menjadi drama king/queen.