Mari kita berpikir secara objektif dan realistis : factor timbulnya keinginan untuk berbuat jahat dalam hati seseorang bukanlah disebabkan karena orientasi seksualnya. Dipikir lebih jauh lagi, orang yang biasanya melakukan kejahatan dikarenakan hidupnya dipenuhi oleh tekanan. Melihat bahwa kebanyakan masyarakat selalu menekan homoseks, maka wajar saja jika ada oknum – oknum homoseks yang menjadi lebih beringas. Ironisnya, lagi – lagi kaum homoseksnya sendiri yang disalahkan padahal kaum homophobic juga memiliki peran serta di dalam memberikan tekanan.
Kita bisa melihat banyak heteroseks yang melakukan kejahatan bahkan dengan cara yang lebih kejam daripada yang dilakukan oleh para homoseks, tapi kenapa tidak dituding orientasi seksualnya? Karena heteroseks dianggap sebagai biasa saja dalam masyarakat sedangkan homoseks dianggap tidak normal, sehingga ”ketidaknormalan” tersebut akan selalu diungkit-ungkit dan dikait-kaitkan dengan tindakan yang tidak baik lainnya. Kita bisa melihat hal ini dari pers yang membesar-besarkan dan menekankan kepada orientasi seksual seorang homoseks saat oknum tersebut melakukan sebuah kejahatan sangatlah berperan dalam pembentukan citra buruk homoseks di mata umum. Terima kasih kepada pers, kaum homoseks yang sudah sadar betapa berbedanya mereka dan betapa sulitnya mereka untuk diterima dalam kehidupan social, ditambahkan lagi bebannya dengan adanya diskriminasi orientasi seksual pada berita yang beredar. Masih ingat kasus Ryan dari Jombang? Kasus tersebut menciptakan sebuah pemikiran salah lagi bahwa seorang gay sama dengan psikopat akibat pers yang selalu menekankan sisi orientasi seksual Ryan! Lebih parahnya lagi, kasus Babe yang memutilasi anak – anak yang diangkatnya dari jalanan itu juga diangkat dengan sangat penuh penekanan akan kesan homoseksualitas sebagai salah satu factor pemicu kejahatan.
Dunia ini tak akan pernah adil bagi kaum homoseks.
Tunggu dulu, dunia ini memang tak pernah adil bagi siapapun juga!
Dunia ini memang selalu dipenuhi dengan kebahagiaan dan penderitaan yang silih berganti. Semua orang juga memiliki permasalahannya sendiri. Bukanlah kiamat dan akhir dari hidup ketika menyadari diri sebagai bagian dari kaum homoseks. Justru kaum homoseks akan menjadi sangat menderita jika menolak dirinya apa adanya. Jangan khawatir perihal keluarga, hubungan darah tidak menjamin bahwa kita akan berbahagia ketika sudah jelas bahwa mereka menolak kita. Jangan khawatir perihal teman, masih ada kaum heteroseks yang bisa menerima kaum homoseks, tidak semuanya adalah homophobic. Kaum homoseks sepenuhnya manusia, normal dan dapat berbahagia. Tak ada yang salah dengan menjadi homoseks kecuali hal itu dipermasalahkan oleh diri sendiri yang terlalu banyak mendengarkan perkataan homophobic. Kaum homoseks dapat berkembang hanya jika mereka bisa berdamai dengan diri mereka, bukan dengan lingkungan mereka. Kaum homophobic memang akan selalu ada. Pandangan miring terhadap kaum minoritas yang berbeda total akan selalu ada. Diskriminasi akan selalu ada. Jurang ketidakinginan untuk mengerti itu akan selalu menganga.
Aku, anak kecil ingusan yang menulis tulisan ini, hanya berusaha untuk menjembataninya, mengoreksi pandangan yang salah terhadap kaum homoseks dan juga mencoba untuk memperbaiki keadaan agar menjadi lebih baik bagi kaum homoseks maupun heteroseks, tapi aku tak akan pernah memaksakan pandanganku agar kaum homophobic berubah setelah membaca tulisan ini. Sah – sah saja jika mereka mau berteriak,”HOMOSEKS SAMA RENDAHNYA SEPERTI PELACUR!!! MAY YOUR SOULS BURN IN HELL!!!” di status Facebook, tweet Twitter, ataupun shoutout Friendster mereka. Aku hanya berusaha saja, aku tidak akan pernah memaksa. Karena sangat jelas bahwa mereka bukanlah sumber kebahagiaanku. Kebahagiaanku adalah saat aku bisa menerima diriku apa adanya seutuhnya dan tak mendengarkan pandangan miring apapun juga mengenai diriku. Keberuntungan yang menambahkan kebahagiaan itu adalah saat aku berhasil menemukan komunits heteroseks yang menerimaku apa adanya. Dengan kata lain, aku sudah terlepas dari lingkaran setan tersebut. By the way, kalo kamu punya waktu luang, coba buka kamus bahasa Inggris (rekomendasiku adalah OXFORD,tidak bermaksud promosi lho!) dan lihat apa arti kata “gay”. Aku rasa itu salah satu alasan aku tak pernah menghawatirkan kebahagiaanku lagi sekalipun aku bukanlah sosok manusia ideal yang sempurna. I’m a gay guy! And it means I’m a happy guy!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H