Bio-Terrorisme menampakkan ancaman nyata kepada Indonesia dalam beberapa dekade ini. Aksi terorisme domestik merupakan ancaman terbesar bagi keamanan publik. Negara tropis seperti Indonesia merupakan gudang bagi agen-agen biologis untuk berkembang biak, ditambah oleh status Indonesia sebagai negara agrarian membuatnya mudah untuk mendapatkan ancaman senjata biologis. Sementara itu kesiapan dalam menanggulangi pecahnya virus di Indonesia kurang mempuni dibandingkan negara lain.
Coronavirus/Covid-19 membuka mata kita sebagai masyarakat bahwasanya perlindungan Indonesia terhadap virus (baik itu penyebaran yang natural atau dibuat Manusia) masih sangatlah lemah. Di era global seperti sekarang ini, hubungan dekat dan terkoneksi antara satu negara dengan negara lain membuka tidak hanya efek positif namun juga efek negatif.Â
Penyakit merupakan faktor negatif terbesar dalam dunia yang terinterkoneksi ini. Tanpa penanganan yang baik, penyakit-penyakit dengan rate penyebaran tinggi ini dapat memasuki kehidupan suatu negara dengan mudah. Merusak tidak hanya kesehatan masyarakat; termasuk juga ekonomi dan stabilitas finansial pemerintah dan rakyat.
Senjata biologis bukan senjata yang mudah untuk dideteksi. Penciptaannya yang mudah (terlebih di Indonesia) dan ekonomikal secara harga menjadikan benda ini sebagai incaran kelompok ekstrimis teroris. Produksi mudah bahkan dengan teknologi umum dapat didapat dengan mudah, selayaknya produksi vaksin, makanan, alat semprot, minuman, dan antibiotik. Aktivitas terorisme ini dapat diasosiasikan dengan minimalnya tingkat keamanan dan kurangnya pengawasan.
Terdapat sebuah kemungkinan kecil bila kelompok militan berhasil merekrut seorang ahli dalam biologis dan kimia untuk menjalani operasi untuk menciptakan senjata biologis. Hal ini sangatlah langka namun tidak diluar ekspektasi.Â
Walau begitu, terdapat sedikit bukti yang dapat mendukung bila kelompok-kelompok teroris lokal dapat memproduksi senjata biologis secara masal. Inilah mengapa penggunaan senjata biologis oleh pihak militan ekstrimis masih tertahan dan sedikit, lebih berfokus pada penggunaan bahan-bahan biologis seperti abrin dan risin melalui operasi campuran dengan bom atau senjata tajam.
Terdapat beberapa hal yang harus dimengertikan oleh tidak hanya pemerintah, namun juga masyarakat Indonesia secara umum. Kemajuan bio-teknologi yang mesti dimengerti antara lain:
- Perkembangan cepat bioteknologi dan modifikasi genetik.
- Munculnya penyakit lama dan timbulnya berbagai macam penyakit baru.
- Kemungkinan penciptaan senjata yang dimodifikasu untuk menyerang target tertentu.
- Kemudahan dalam pembuatan senjata biologis.
- Kesulitan dalam membedakan pengembangan untuk perdamaian atau permusuhan.
- Kemampuan penyakit untuk membelah diri.
- Kemungkinan meningkatnya dependasi sebuah negara pada negara lain (geneticimperialism).
Penanganan Indonesia dalam menanggulangi penyakit, baik dalam bentuk pandemi atau serangan bio-terorisme masih dalam tahap perkembangan. Militer Indonesia (TNI) sebagai garis awal dalam pertahanan kemananan dan kesatuan negeri telah mencipatakn unit khusus untuk mengurusi serangan biologis. Covid-19 menjadi pelatuk terbesar. Menurut Komandan Udara Marsekal Hadi Tjahjanto, Covid-19 ini merupakan sebuah serangan skala global yang mengancam berbagai macam kehidupan.
Kunci dalam menhancurkan serangan semacam ini ialah dengan mengembangkan sistem keamanan tinggi, tidak hanya dalam kemiliteran (pembentukan unit perang biologis untuk menangani serangan) namun juga kepolisian dengan tanggung jawab melindungi masyarakat berskala domestik dan pengawasan-perusakan terhadap sel-sel terorisme di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H