Awan putih lebih mendekati warna kelabu memayungi kami disela terik matahari pagi yang sangat menyengat. Jalan lebar dua arah dengan pembatas bunga dan pohon menyambut kedatangan kami. Pulau Maju yang dahulunya lautan itu kini menjadi lahan bisnis yang sangat menjanjikan. Saya yakin tidak sembarang orang bisa punya aset atau usaha di lahan elit ini. Kecuali orang banyak uang...
Kami berhenti di lokasi wisata kuliner. Masih pada tutup karena mayoritas mereka mulai membuka kedai dari sore hingga malam. Lahan ruko dan pertokoan berjejer sepanjang jalan. Terbayang hiruk pikuk serta keramaian seperti di pasar malam saat aktivitas mereka sedang berlangsung. Pun kembali yang datang pasti orang berduit semua.
Diantar sopir travel yang disewa panitia, beberapa peserta workshop berhasil diantar ke pinggir pantai Pulau Reklamasi. Saya dan keluarga beruntung bisa melihat lebih jelas pengerjaan konstruksi yang ditutup untuk umum itu tadi dari "bibir pantai" yang saya pikir justru menyerupai tanggul karena dibuat lebih tinggi.
Joging trek, arena sepeda, bangku untuk santai dan sejenis gazebo modern disediakan di sepanjang pantai berbatu itu. Semua sudah tertata dengan rapi. Siap menyambut para penghuni perumahan elit yang saya yakin tidak sembarang orang bisa jadi penghuni Pulau Maju ini. Harga hunian yang ditawarkan milyaran, tidak mungkin terjangkau oleh pekerja dengan upah minimum atau ASN golongan tiga seperti saya.
Seperti disampaikan panitia dari CLIK Kompasiana maupun PPI, sebelum jam sepuluh kami meninggalkan lokasi karena terik matahari tidak bisa diajak kompromi lagi. Rombongan berpisah menuju tempat kepulangan masing-masing dengan membawa pengalaman selama dua hari yang tiada terkira harganya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H