Ya, saya akui, apalagi di daerah seperti tempat saya tinggal, jangankan orang awam, sarjana lulusan jurusan sastra Indonesia saja, masih suka keliru dalam menulis berdasarkan EYD. Jangankan menebarkan virus menulis, cara menulis dasar yang benar saja masih susah. Sementara pelatihan atau workshop seperti itu tidak ada. Kalaupun ada, banyak kendala seperti berat di biaya, waktu dll.
Ilmu ini yang ingin saya serap sampai kering dan siap dimuntahkan sekembalinya di kampung halaman. Supaya mereka yang nyinyir selama saya izin dari sekolah karena mengikuti pelatihan atau workshop bisa membuka mata. Ilmu itu harus dijemput dan dengan pengorbanan baru bisa diraih.
Fiksi yang didalamnya terbagi menjadi beberapa bentuk dan salah satunya adalah cerita pendek (cerpen) bisa dibilang paling banyak disukai banyak kalangan pembaca. Cerita yang singkat tidak bertele-tele, tak menghabiskan banyak waktu banyak dijadikan alasan kenapa cerpen begitu digandrungi. Namun meski demikian, membuat cerpen tidak semudah membuat status, kawan. Ada pakem dan aturan sehingga cerpen yang dibuat hasilnya akan menjadi unggulan.
Banyak ilmu dan tips yang bisa kita search terkait membuat cerpen. Begitu juga yang disampaikan Bu Fanny, pada umumnya cerpen yang baik harus memiliki unsur: tema atau gagasan, alur atau rangkaian peristiwa, adanya penokohan, memiliki latar (seting), memiliki sudut pandang, serta  terdapat amanat atau pesan yang bisa kita ambil setelah membaca cerpen tersebut.
Sama seperti rahasia ilmu menulis yang disampaikan para ahli lainnya, bahwa yang harus dilakukan untuk menjadi penulis (fiksi atau non fiksi) kuncinya ialah menulis itu sendiri. Jadi teruslah menulis. Karena dengan berlatih dengan sendirinya kualitas tulisan dan perbendaharaan kata akan terus terasah.
Literasi Digital
Tiba di sesi kedua setelah melaksanakan solat ashar, acara dilanjut oleh Iskandar Zulkarnaen alias Mas Isjet, Â Co-founder Kompasiana yang kini aktif di berbagai kegiatan literasi digital.
Mas Isjet menekankan peluang dan branding sebagai penulis di era digital saat ini. Jika dahulu profesi sales yang mengetuk pintu ke pintu demi bisa menawarkan produk kepada konsumen, maka kini posisi sales sudah digantikan dengan konten yang bisa ditemui di setiap halaman dari setiap kolom pencarian yang kita masuki.
Konten yang sedang meraja ini bisa dijadikan peluang bisnis dan usaha. Tinggal konsekuensi yang dipilih si pembuat konten alias penulis mau memasuki dunia mana, apakah aliran soft seling atau justru hard seling? Keduanya tetap memiliki etika, aturan dan norma.
Bertepatan jelang waktu Maghrib, sesi workshop ke dua itu pun berakhir. Peserta berkumpul kembali di aula Graha Wisata setelah melaksanakan istirahat solat dan makan.