Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tugas Berat Kominfo di Tengah Dugaan Kecurangan Pemilu 2024

11 Januari 2023   12:18 Diperbarui: 11 Januari 2023   12:37 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada 7 Januari 2023, Populis.id memposting berita dengan judul "Imam Masjid di New York Sampai Geleng-geleng Lihat Ribuan WNA China Diberi KTP Buat Pemilu 2024, Alamak!". Postingan ini jelas hoax. Sebab, Muhammad Syamsi Ali tidak pernah mengunggah konten seperti yang ditulis oleh Populis.

Tetapi, masalahnya bukan hanya itu. Isu penggunaan KTP oleh TKA China ini sudah pernah beredar pada Pemilu 2019. Kompas menuliskannya pada 2 Juni 2019 dengan judul " Ramai soal WNA China Disebut Dibuatkan KTP untuk Pemilu 2024, Ini Kata Kemendagri",

Sayangnya, penjelasan Kemendagri ini tertutup oleh konten-konten yang menguatkan adanya kecurangan yang dilakukan dengan cara mobilisasi TKA China dengan menggunakan fasilitas KTP elektronik. Konten-konten tersebut lebih dipercaya sebab penjelasan KPU berbeda dengan penjelasan Kemendagri. Dalam penjelasannya, KPU mengatakan foto yang menampakkan e-KTP milik warga negara China tersebut diduga palsu. Padahal, foto dan penampakan e-KTP tersebut adalah benar, bukan hoax.

Padahal, WNA memang dimungkinkan memiliki KTP elektronik atau E-KTP, tetapi dengan syarat yang sangat ketat. Ketentuan itu diatur dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Pada Pasal 63 dijelaskan WNA dapat memiliki e-KTP jika memiliki Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) dan sudah 17 tahun ke atas, atau sudah menikah. Tetapi, meskipun memiliki e-KTP, para WNA tidak memiliki hak memilih dalam Pemilu.

Memberikan stempel hoax seperti yang dilakukan KPU pada Pemilu 2019 memang mudah. Tetapi, jika stempel hoax tersebut ternyata salah, maka apapun penjelasannya akan sulit diterima. Akibatnya, akan muncul hoax-hoax serupa yang pasti lebih sulit lagi melawannya.

Di sinilah tugas Kominfo untuk menjelaskannya kepada masyarakat. Kominfo tidak bisa seperti KPU yang asal main stemple. Sebelum memberikan label hoax pada konten yang viral, Kominfo harus terlebih dulu menggali penjelasan dari pihak-pihak terkait. Soal e-KTP, misalnya, Kominfo harus terlebih dulu mendapatkan penjelasannya dari Kemendagri

Setelah terungkapnya berbagai dugaan kecurangan yang justru dilakukan oleh pihak KPU sendiri, tugas Kominfo dalam terkait Pemilu 2024 pastinya jauh lebih berat dari pemilu-pemilu sebelumnya. Perlu sikap kehati-hatian lebih agar Kominfo tidak justru terseret dalam pusaran kecurangan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun