Sejumlah kalangan menyebut, penerbitan Perppu Ciptaker sebagai perbuatan melawan hukum sekaligus pembangkangan terhadap konstitusi. Ada juga yang mengatakan Jokowi dengan cara sangat kasar telah memaksakan kepentingan kelompok tertentu dengan memaksakan dalih "kegentingan yang memaksa".
Dengan demikian, Jokowi dinilai secara terang-terangan telah melanggar konstitusi dan sumpah jabatan yang diucapkannya saat pelantikannya sebagai Presiden RI pada 20 Oktober 2019.
Pemakzulan Presiden memang tidak mudah. Selain itu juga memerlukan waktu yang sangat panjang. Namun demikian, celah pemakzulan selalu ada tergantung pada sikap elit partai politik.
Jika melongok ke belakang, Jokowi sempat akan dimakzulkan pada 2015. Ketika itu Jokowi melakukan blunder politik dengan menarik kembali surat pengajuan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri yang dikirimnya ke DPR RI.
DPR yang ketika itu sudah menyetujui Budi Gunawan sebagai Kapolri menyatakan keberatannya. Penarikan surat tersebut dinilai sebagai sebuah pelanggaran konstitusi.
Di sisi lain, jika Jokowi tidak menarik kembali suratnya dan meneruskan tahap pencalonan Budi, maka Jokowi pun bisa dimakzulkan karena dinilai telah melakukan tindak tercela dengan mengangkat Kapolri yang berstatus tersangka kasus korupsi.
Singkatnya, kala itu Jokowi bagaikan menerima buah simalakama. Menarik surat yang otomatis membatalkan pengajuan Budi sebagai Kapolri, ia bisa dimakzulkan, Meneruskan pencalonan Budi Gunawan pun bisa dimakzulkan.
Saat berbincang dengan penulis di Istana Negara pada 19 Mei 2019, Jokowi mengatakan dirinya hanya bisa pasrah.
Namun, entah bagaimana isu pemakzulan tehadap Presiden Jokowi perlahan lenyap. Koalisi Merah Putih (KMP) yang kala itu memosisikan diri sebagai kelompok oposisi pun tidak lagi mengusik Jokowi lewat isu Budi Gunawan. Belakangan, Golkar yang merupakan salah satu pentolan KMP merapat ke kabinet Jokowi. Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham masuk menggantikan Khofifah Indar Parawansa sebagai Menteri Sosial. Berikutnya kader PPPÂ
Golkar memang telah mendesak reshuffle kabinet sejak Mei 2015 atau ketika wacana pemakzulan tengah panas-panasnya.Â
"Reshuffle itu semuanya hak prerogratif Presiden. Tentu Reshuffle ini diharapkan segera, kami tahu sudah enam bulan para menteri menjalankan program. Ada hal-hal yang saya lihat beberapa menteri perlu jadi evaluasi dan diharapkan semua ada di kantong Presiden," ujar Setya pada 7 Mei 2015 sebagaimana dikutip CNNIndonesia.com.