Cristiano Ronaldo seolah tak percaya bila gendang telinganya baru saja mendengar siulan peluit panjang tanda pertandingan telah usai. Baginya, suara itu bagaikan raungan terompet sangkakala pengakhir kehidupan.Â
Malam itu, 10 Desember 2022, di rerumputan Stadion Al Thumama, Qatar, sekawanan pesepak bola Maroko telah menguburnya dalam-dalam, juga impiannya untuk dapat mengangkat trofi piala dunia.
"Lorong Waktu" di Stade de France
Dari tengah lapangan Roberto Baggio melangkahkan kakinya menuju kotak penalti yang menghampar di Stadion Stade de France, Prancis. Kepalanya menunduk. Entah doa apa yang dipanjatkannya pada malam 3 Juli 1998 itu.
Setibanya di titik putih, Baggio terdiam untuk beberapa saat. Lalu membungkuk membelaikan jemarinya pada bola yang akan ditendangnya. Cukup lama ia melakukannya. Sejurus kemudian mantan ujung tombak klub Italia Juventus itu menegakkan punggungnya.Â
Dengan tatapan tertuju pada si kulit bundar, perlahan ia melangkah mundur. Lalu berhenti beberapa langkah dari titik eksekusi.
Kamera memusat ke arahnya. Tampak kedua mata lelaki yang kala itu berumur 31 tahun itu terpejam. Gerahamnya mengatup. Dadanya mengembang lebar, kemudian kembali mengempis.
Delapan puluh ribuan penonton yang memenuhi kursi stadion memusatkan pandangan ke arahnya. Sorak-sorai yang sebelumnya menggemuruh mendadak mereda seolah terhisap oleh sebuah lorong waktu yang tak kasat mata. Sebuah lorong waktu yang membawa ke masa empat tahun sebelumnya.
Empat tahun sebelumnya, 7 Juli 1994, Baggio yang tengah di puncak masa keemasan terpilih menjadi eksekutor penalti dalam laga final Piala Dunia 1994 antara Italia dan Brazil.
Baggio dengan tenang melangkah ke kotak penalti diiringi tepuk tangan penonton di Stadion Rose Bowl, Pasadena, California.Â
Dengan penuh kepercayaan diri, Sang Maestro pun bersiap-siap menunaikan tugasnya sebagai algojo terakhir untuk tim Italia. Saat itu kedudukan 3-2 untuk Brasil. Nasib Italia benar-benar tergantung pada sepakan kakinya.
Peluit pun ditiup wasit. Baggio berlari mengarah ke titik putih. Kakinya menyepak bola. Bola meluncur. Namun, bola melambung melayang jauh di atas mistar gawang yang dijaga Claudio Taffarel.
Baggio gagal.
Hari itu terpahat sebagai hari terburuk sepanjang hidupnya.
Sepulangnya dari Amerika Serikat, rentetan cacian, cibiran, makian dan hinaan membombardirnya. Media Italia pun kompak menjadikan Sang Il Maestro sebagai musuh bersama. Â
Hari-hari berikutnya, nasibnya kian memburuk. Ia terpaksa berpindah-pindah dari satu klub ke klub lainnya. Oleh Juventus, ia dibuang ke AC Milan. Lantas, AC Milan mendepaknya ke Bologna. Hingga kemudian namanya pun tak ditemukan dalam daftar skuad Italia besutan Arrigo Sacchi.
Roda berputar, Justru di klub medioker itulah Baggio sanggup melakukan comeback-nya. Tak hanya itu, malah, pada musim 1997-1998, 22 gol berhasil dibukukannya.Â
Baggio menggeliat di kuburnya. inilah yang membuat Cesare Maldini memboyongnya untuk Piala Dunia 1998.
Oleh Maldini, Baggio diberi nomor punggung 18. Dengan nomor punggungnya itu, Si Rambut Kuncir Il Divin Codino bukan lagi jimat bagi Italia. Tidak hanya itu, Di Piala Dunia 1998, nama Baggio tak tertera pada starting XI, ia cuma pengisi bangku cadangan.
Saat Italia menghadapi tuan rumah Prancis di perempat final, Baggio baru menginjakkan kakinya lapangan pada menit ke 62 sebagai pengganti Alessandro Del Piero. Kala itu skor masih kacamata. Skor ini tidak berubah sampai peluit panjang extra time ditiupkan.
Dengan kelincahan gocekannya, Baggio bermain trengginas. Berulang kali ia berupaya menembus benteng pertahanan tim Ayam Jago. Duel antara Baggio melawan Lilian Thuram, Didier Deschamp, Marcel Desailly, dan Bixente Lizarazu menjadi tontonan yang menarik.
Namun, sampai peluit panjang ditiupkan, skor kacamata tidak terpecahkan.Â
Saat fase adu penalti, Baggio didapuk menjadi penendang pertama timnya. Bukan yang terakhir seperti empat tahun yang lalu.
Ketegangan begitu nampak menyelimuti wajah Baggio. Terlebih sebelumnya, kapten tim Prancis, Zinedine Zidane berhasil membobol gawang Italia yang dijaga Gianluca Pagliuca.
Dan, entah kenapa wasit Hugh Dallas asal Skotlandia seolah memberikan waktu lebih lama kepada Baggio untuk menyiapkan dirinya.
Drama pun kian menegangkan.
Untuk sekian detik Baggio menatap tajam ke arah gawang. Belasan meter di hadapannya, Fabian Barthez bersiaga penuh, kedua tangan kiper berkepala plontos itu merentang.
Dallas meniupkan peluitnya, Baggio bergerak, berlari kecil, lantas menendang Tricolore. Bola melesat menyapu rerumputan hijau dan melewati garis gawang sebelum kemudian menggetarkan jala.
Sontak penonton membahana menggetarkan Stade de France. Bukan hanya pendukung Italia, pendukung Perancis pun turut bersorai. Luapan emosi kegembiraan itu dengan cepat menjalar dari satu titik penalti ke seluruh penjuru bumi.
Gol dramatis itu bukan hanya menjadi milik Baggio dan Italia, tetapi juga dunia. Satu Gol untuk satu dunia.
Masyarakat dunia menjadi saksi kebangkitan Roberto Baggio dari alam kuburnya yang gelap.
"Kegagalan penalti di Piala Dunia 1994 adalah momen terburukku," ungkap Baggio dalam biografinya sebagaimana yang dikutip oleh CNNIndonesia.com. "Jika saya bisa menghapus momen dalam hidup saya, maka itu mungkin menjadi salah satu bagian yang akan saya hapus."
Sakaratul Maut Ronaldo di Qatar
Kehadiran Cristiano Ronaldo di FIFA World Cup 2022 Qatar tak ubahnya sekuel grafik penampilannya yang terus menurun dalam 2 tahun terakhir.
Saat masih bersama Juventus sepanjang empat tahun, performanya masih di atas rerata. Meski terbilang sudah tidak lagi muda bagi seorang stiker, Ronaldo mampu mengemas 101 gol dari 134 penampilan di semua kompetisi.
Pamor penyerang yang dikenal dengan julukan CR7 itu perlahan meredup setelah comeback-nya ke Manchester United pada 2021. Meski pada musim 2021-2022 ia mampu melesakkan 24 gol, namun pada musim-musim berikutnya penampilan pria bernama lengkap Cristiano Ronaldo dos Santos Aveiro turun drastis: hanya 3 gol dari 16 penampilan. Sial bagi Ronaldo, Paul Pogba yang diharapkan dapat menopangnya juga tengah mengalami masa-masa buruk.
Pergantian pelatih dari Ole Gunnar Solskjr ke Ralf Rangnick tidak membuat kinerjanya membaik. Di masa Rangnick, grafik penampilan pria kelahiran 5 Februari 1985 ini justru anjlok. Taktik gegenpressing yang diandalkan Rangnick tidak mampu diadaptasi Ronaldo dan kawan-kawannya. Nasib penyabet 5 kali gelar Ballon d'Or ini terus memburuk pascapergantian tampuk kepelatihan dipegang Erik ten Hag.
Di era pelatih asal Belanda ini, Ronaldo bahkan dianaktirikan. Ia lebih banyak dibangkucadangkan. Inilah yang mendorong Ronaldo hengkang dari MU pada 23 November 2022. Sial baginya, hingga saat ini belum ada satu pun klub yang secara resmi meminangnya.
Di Qatar, Ronaldo tak mampu memperbaiki nasibnya. Pengemas 118 gol bagi Portugal itu hanya mampu satu kali menjaringkan bola. Itu pun dari titik penalti saat Portugal melawan Ghana di babak penyisihan Grup H.Â
Ronaldo kian terpuruk saat Fernando Santos menariknya dari laga melawan Korea Selatan. Kenelangsaan bintang iklan Coca Cola ini makin menjadi setelah Santos mencoret namanya dari line up. Mantan ujung tombak Real Madrid ini hanya jadi penonton.
Saat Portugal menghadapi Maroko, Ronaldo baru diturunkan pada menit 51. Kala itu, Portugal ketinggalan satu gol setelah Youssef En Nesyri membobol gawang Portugal.
Di sisa 39 menit waktu normal plus 5 menit perpanjangan waktu, Ronaldo tak sanggup mengembalikan maqomnya dalam menggedor benteng pertahanan lawan. Tak satu pun rekannya yang menyodorkan umpan manis untuk dikonversikan menjadi sebuah gol. Bahkan, Rafael Leao yang gemilang bersama AC Milan dengan asis-asisnya seolah tak membekas saat membela Portugal.
Di Qatar, tak ada seorang Karim Benzema yang memanjakannya lewat umpan-umpan cantik seperti saat Ronaldo bersama Real Madrid.
Hari itu, 10 Desember 2022, Cristiano Ronaldo bagai menjalani sakaratul mautnya. Pada hari itu ketajaman serta  nalurinya di atas lapangan telah pergi meninggalkan raganya.
"Upacara Pemakaman" Cristiano Ronaldo
Setelah gagal mengeksekusi penalti pada final Piala Dunia 1994, tak seorang pun rekan yang menghampiri Baggio. Baggio yang berdiri dengan wajah tertunduk di depan gawang. Baggio pun berjalan sendiri menuju ruang ganti pemain.
Serupa dengan Baggio. Usai pertandingan melawan Maroko, Ronaldo ditinggal rekan-rekan satu timnya. Ia tampak kesepian di tengah gempita yang menggetarkan stadion. Tatapan matanya yang biasanya tajam, kala itu tampak kosong tak berjiwa.
Tampak dua pemain Maroko, Jawad El Yamiq dan Badr Banoun menghampirinya. Sambil berjalan ketiganya berbicara dalam dialog pendek.
Ronaldo terus melangkah menuju ruang ganti pemain. Sesekali ia tampak melayangkan pandangannya ke arah penonton. Mendekati pinggir lapangan, ia tampak menangis yang membuat hati pengagumnya teriris. Sampai di lorong stadion, ia masih menangis.
Ronaldo bukanlah Baggio yang mampu bangkit dari kuburnya. Di Piala Dunia 1994 usia Baggio masih 27 tahun. Sedang usia Ronaldo saat ini sudah menginjak 38 tahun.
Tak mungkin, atau setidaknya sulit, bagi Ronaldo untuk kembali membela Seleccao das Quinas pada gelaran serupa empat tahun yang akan datang. Posisinya sebagai penyerang tidak memungkinkan untuk itu. Ia bukanlah penjaga gawang Essam El Hadary asal Mesir yang masih membela negaranya di usia 45 tahun. Atau striker Kamerun Roger Milla yang masih berjibaku untuk timnas negaranya saat usianya sudah 42 tahun.
Empat tahun mendatang saat Piala Dunia 2026 digelar di Kanada, AS, dan Mexico, usia Ronaldo sudah 41 tahun. Sekarang saja ia sudah tersisihkan oleh Goncalo Ramos yang masih berusia 21 tahun.
Bahkan, sekarang saja burung-burung kondor jurnalis sudah mencabik-cabiknya dengan menyematkan "Portugal is Better without Ronaldo" pada judul-judul beritanya.
Tak mungkin Ronaldo comeback seperti Baggio. Tak akan ada lorong waktu yang mengingatkan penonton dari stadion di AS, Kanada, atau Mexico  ke Al Thumama.
Untungnya, Ronaldo mengakhiri karirnya dengan khusnul khotimah. Ia pergi meninggalkan Piala Dunia dengan mencatatkan pahalanya sebagai pemain pertama yang selalu mencetak gol dalam lima edisi berbeda Piala Dunia.
Cristiano Ronaldo telah menutup buku sejarah Piala Dunianya. Sejarah yang akan diceritakannya dari alam kubur bagai sebait puisi "Yang Terampas dan Yang Putus" yang dituliskan Chairil Anwar pada sehelai kertas.
"Tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlaku beku."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI