Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

G20 Indonesia 2022: Putin Bisa "Ngebom" Bali, Strategi Komunikasi Kominfo Ditantang

9 November 2022   14:18 Diperbarui: 9 November 2022   14:31 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber Kompas.com)

Ancaman terhadap Presiden AS Joe Biden memang meningkat setelah pada 2 November 2022, Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran Ayatollah Seyyed Ali Khamenei mengingatkan kembali sumpahnya untuk membalas kematian Jenderal Qassem Soleimani yang dibunuh AS pada awal 3 Januari 2020. Iran pun menuduh AS menunggangi aksi unjuk rasa anarkis anti-pemerintah Iran yang sudah berlangsung lebih dari satu bulan. 

Namun sangat berlebihan bila AS merespon ancaman Iran tersebut dengan memarkirkan bomber B-52 berhulu ledak nuklirnya di Darwin.

Besar kemungkinan bomber B-52 sesungguhnya merupakan simbol AS untuk mengancam Indonesia. Karena sebelumnya pun AS telah mengirimkan ancamannya kepada Indonesia.

Pada 3-29 September 2020, Skuadron "29th Attack Squadron" Angkatan Udara AS menggelar latihan perang di Pulau San Clemente, sekitar 60 mil di lepas pantai California ini. Tiga drone MQ-9 Reaper dilibatkan dalam latihan ini. Dalam latihan yang dinamai Agile Reaper 2020 ini, peserta latihan menggunakan seragam dengan badge bersiluetkan mirip peta Indonesia. Namun kala itu, tak seorang pun pejabat Indonesia yang mengomentarinya. Bahkan, media nasional pun tidak memberitakannya.

Maka. bisa dikatakan, pengiriman B-52 merupakan ancaman nyata militer AS kepada Indonesia.

Terlebih, sebelumnya pada 7 Oktober 2022, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI menolak usulan penyelenggaraan debat tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) kepada muslim Uighur di Xinjiang, China, di Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang digagas AS.

Dengan penolakan tersebut, sekalipun Indonesia beralasan tidak ingin Dewan HAM PBB dipolitisasi oleh negara yang berkepentingan, namun sikap Indonesia tersebut dianggap sebagai pengukuhan keberpihakannya pada China. 

Pandangan pemerintah AS atas posisi Indonesia ini dikuatkan dengan keluarnya laporan tahunan Departemen Pertahanan ke Kongres, yang berjudul "Military and Security Developments Involving the People's Republic of China".

Dalam laporan tahunan yang dipublikasikan pada 1 September 2020 itu, AS menyebut China tengah merencanakan sejumlah pembangunan pangkalan militer di sejumlah negara. Salah satu negara yang disebutkan dalam laporan tersebut adalah Indonesia.

"The PRC has likely considered locations for PLA military logistics facilities in Myanmar, Thailand, Singapore, Indonesia, Pakistan, Sri Lanka, United Arab Emirates, Kenya, Seychelles, Tanzania, Angola, and Tajikistan. The PRC and Cambodia have publicly denied having signed an agreement to provide the PLAN with access to Cambodia's Ream Naval Base."

Khusus kepada Indonesia, sikap Amerika Serikat juga disinyalkan dengan tidak dikunjunginya Indonesia oleh Wakil Presiden AS Kamala Harris saat melakukan lawatan ke Asia Tenggara pada Agustus 2021. 

Strategi Komunikasi Kominfo Ditantang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun