Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Korupsi Asabri: Dissenting Opinion Hakim Mulyono di Tengah "Tiktok" Politik

5 Januari 2022   12:39 Diperbarui: 5 Januari 2022   12:39 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam artikel tersebut dituliskan, "Sebab kerugian yang dialami PT Asabri akibat kegagalan PT TAM dalam mengelola saham serupa dengan kerugian negara akibat kesalahan manajemen pada BUMN-BUMN lainnya. Lebih lagi, saham yang dikelola oleh PT TAM masih pada posisi potential loss. Artinya, PT Asabri belum bisa disebut telah benar-benar merugikan negara."

Potential loss atau peluang terjadinya suatu kerugian. Bisa juga diartikan sebagai kemungkinan terjadinya kerugian. Namun, apapun itu, potential loss artinya belum merugi. Seperti halnya potensi gempa yang diartikan kemungkinan terjadinya gempa. Dengan kata lain, gempa belum terjadi.

Contohnya, jika kita membeli US $ 1 dengan harga Rp 15.000. Sehari kemudian, kurs US $ yang masih kita pegang tersebut turun menjadi Rp 10.000. Karena US $ tersebut masih kita pegang, maka kita mengalami potential loss Rp 5.000. Namun, bila US$ tersebut dilepas pada angka Rp 10.000, maka barulah kita bisa dikatakan telah mengalami kerugian Rp 5.000.

Karena kurs rupiah terhadap dollar AS terus berfluktuasi, maka ada peluang nilai dolar AS akan kembali menguat atau terus menurun. Namun selama dollar AS masih kita pegang, maka posisinya masih potential. 

Dengan begitu, kerugian Rp 22,7 triliun yang dialami PT Asabri sebenarnya murni diakibatkan oleh faktor kefluktuatifan nilai saham. Karenanya, jika dicermati lebih dalam lagi, sebenarnya tidak ada yang salah pada strategi mencari untung yang dilakukan oleh PT Asabri. beserta sejumlah manajer investasi.

Dissenting Opinion Hakim Mulyono di Tengah Tiktok Elit Politik Penunggang Kasus Korupsi Asabri

Dalam dissenting opinion-nya Hakim Mulyono hanya menyebut BPK sebagai institusi yang salah dalam melakukan perhitungan.

Namun, sesungguhnya, publik juga menanyakan lebih jauh lagi tentang pemeriksaan tahunan yang BPK mengingat transaksi saham PT Asabri dengan manajer investasinya terjadi dalam rentang waktu 2012 sampai 2019. Apakah BPK baru menyadari adanya kerugian negara sebesar Rp 22,7 triliun pada PT Asabri setelah Menteri BUMN Rini Soemarno melaporkannya pada 17 Oktober 2019? Bukankah setiap tahunnya PT Asabri wajib menyetorkan laporan keuangannya.

Kasus Korupsi PT Asabri, juga PT Jiwasraya, tidak lepas dari kepentingan politik sejumlah elit. Pertama, kedua kasus korupsi tersebut dilaporkan oleh Menteri BUMN Rini Soemarno hanya selang tiga hari sebelum pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden RI untuk periode keduanya. Kenapa Rini tidak melaporkan sebelumnya. Kedua, kasus korupsi PT Asabri dimanfaatkan oleh sejumlah elit demi kepentingan politiknya. Ketiga, adanya perbedaan pasal yang dituntutkan jaksa dengan pasal yang didakwakan jaksa sebelumnya.

Perbedaan antara pasal tuntutan dan dakwaan ini menarik. Pasalnya, jaksa penuntut umum (JPU) pastinya tidak mungkin gegabah melakukannya. Terlebih kasus korupsi PT Asabri ini terbilang menyita perhatian publik lantaran kerugian negara yang disebut-sebut mencapai Rp 22,7 triliun.

Saat mendakwa Heru selaku Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera pada 16 Agustus 2021, JPU menjeratnya dengan menggunakan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang dikenal dengan UU Tipikor. Tetapi ketika membacakan tuntutannya pada 6 Desember 2021, JPU mengenakan pasal Pasal 2 ayat (2).

Menariknya, pada 18 November 2021 atau hanya sekitar 3 minggu sebelum JPU menjatuhkan tuntutan hukuman mati terhadap Heru Hidayat, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin telah mengingatkan jajarannya akan sejumlah masalah yang patut dicermati dan diwaspadai pada penerapan sanksi pidana hukuman mati bagi koruptor. Salah satu masalah yang disebutkan oleh Jaksa Agung adalah penerapan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun