Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Korupsi Asabri: Dissenting Opinion Hakim Mulyono di Tengah "Tiktok" Politik

5 Januari 2022   12:39 Diperbarui: 5 Januari 2022   12:39 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber Tribunnews)

"Dissenting Opinion, Hakim: Kerugian Rp 22,7 T di Kasus ASABRI Masih Potensi" Itulah judul berita yang dipilih Detik.com. Dalam berita yang yang diunggah pada 4 Januari 2022 pukul 22.58 WIB itu dipaparkan tentang dissenting opinion yang disampaikan oleh Mulyono Dwi Purwanto.

Korupsi Asabri: Dissenting Opinion Hakim Mulyono Dwi Purwanto

Sebagaimana yang diinformasikan sejumlah media, Mulyono merupakan salah seorang hakim anggota dalam perkara tindak pidana korupsi PT Asabri. Dalam perkara ini empat mantan petinggi PT Asabri didudukkan sebagai terdakwa 

Keempatnya adalah Direktur Utama (Dirut) PT Asabri periode 2012-2016 Mayjen Purn Adam Rachmat Damiri, Dirut PT Asabri periode 2016-2020 Letjen Purn Sonny Widjaja, Kepala Divisi Keuangan dan Investasi PT Asabri periode 2012-2015 Bachtiar Effendi, dan Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri periode 2013-2019 Hari Setianto.

Dalam dissenting opinion-nya, Mulyono menyatakan bahwa ia tidak meyakini kebenaran terkait perhitungan kerugian negara dalam perkara korupsi PT Asabri yang oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) disebutkan mencapai Rp 22,7 triliun. Alasannya karena adanya ketidakkonsistenan dan ketidaktepatan perhitungan yang dilakukan oleh BPK.

Mulyono mengatakan berdasarkan BPK kerugian negara mencapai Rp 22,7 triliun. Penghitungan ini disebut menggunakan metode total loss.

"Berdasarkan BPK kerugian negara Rp 22,788 triliun yang berasal jumlah saldo yang dibeli atau diinvestasikan pada efek setelah dikurangi penjualan atau redemption saldo 31 Desember 2019 sebelum laporan audit selesai 31 Maret 2021 sehingga metode yang dipakai adalah total loss," ujar Mulyono dalam sidang pembacaan vonis perkara kasus korupsi PT Asabri yang digelar di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat pada 4 Januari 2022.

Menurut Hakim Mulyono, dengan metode penghitungan ahli, maka saham atau efek tersebut masih memiliki nilai bila dijual atau dilikuidasi reksadananya. 

"Reksadana, surat, dan saham-saham masih ada dan menjadi milik PT Asabri dan memiliki nilai atau harga tapi tidak diperhitungkan oleh auditor atau ahli yang dihadirkan di persidangan sehingga tidak konsisten dengan penerimaan atas likuidasi saham setelah 31 Desember 2019, bahkan sampai audit pemeriksaan pada 31 Maret 2021 meski tidak diperhitungkan penjualan sesudah masa akhir pemeriksaan tersebut," jelas Hakim Mulyono.

Singkatnya, Rp 22,7 triliun yang disebut-sebut sebagai kerugian negara dalam perkara korupsi PT Asabri, menurut Hakim Mulyono merupakan potential loss bukan total loss.

Dissenting Opinion Hakim Mulyono dalam Perkara Korupsi Asabri tidak Mengejutkan

Dissenting opinion Hakim Mulyono ini sebenarnya tidak mengejutkan. Sebab, dalam satu paragraf pada artikel "Korupsi Asabri: Pasal Pencucian Uang yang Dirudapaksakan yang diunggah pada 11 Desember 2021.

Dalam artikel tersebut dituliskan, "Sebab kerugian yang dialami PT Asabri akibat kegagalan PT TAM dalam mengelola saham serupa dengan kerugian negara akibat kesalahan manajemen pada BUMN-BUMN lainnya. Lebih lagi, saham yang dikelola oleh PT TAM masih pada posisi potential loss. Artinya, PT Asabri belum bisa disebut telah benar-benar merugikan negara."

Potential loss atau peluang terjadinya suatu kerugian. Bisa juga diartikan sebagai kemungkinan terjadinya kerugian. Namun, apapun itu, potential loss artinya belum merugi. Seperti halnya potensi gempa yang diartikan kemungkinan terjadinya gempa. Dengan kata lain, gempa belum terjadi.

Contohnya, jika kita membeli US $ 1 dengan harga Rp 15.000. Sehari kemudian, kurs US $ yang masih kita pegang tersebut turun menjadi Rp 10.000. Karena US $ tersebut masih kita pegang, maka kita mengalami potential loss Rp 5.000. Namun, bila US$ tersebut dilepas pada angka Rp 10.000, maka barulah kita bisa dikatakan telah mengalami kerugian Rp 5.000.

Karena kurs rupiah terhadap dollar AS terus berfluktuasi, maka ada peluang nilai dolar AS akan kembali menguat atau terus menurun. Namun selama dollar AS masih kita pegang, maka posisinya masih potential. 

Dengan begitu, kerugian Rp 22,7 triliun yang dialami PT Asabri sebenarnya murni diakibatkan oleh faktor kefluktuatifan nilai saham. Karenanya, jika dicermati lebih dalam lagi, sebenarnya tidak ada yang salah pada strategi mencari untung yang dilakukan oleh PT Asabri. beserta sejumlah manajer investasi.

Dissenting Opinion Hakim Mulyono di Tengah Tiktok Elit Politik Penunggang Kasus Korupsi Asabri

Dalam dissenting opinion-nya Hakim Mulyono hanya menyebut BPK sebagai institusi yang salah dalam melakukan perhitungan.

Namun, sesungguhnya, publik juga menanyakan lebih jauh lagi tentang pemeriksaan tahunan yang BPK mengingat transaksi saham PT Asabri dengan manajer investasinya terjadi dalam rentang waktu 2012 sampai 2019. Apakah BPK baru menyadari adanya kerugian negara sebesar Rp 22,7 triliun pada PT Asabri setelah Menteri BUMN Rini Soemarno melaporkannya pada 17 Oktober 2019? Bukankah setiap tahunnya PT Asabri wajib menyetorkan laporan keuangannya.

Kasus Korupsi PT Asabri, juga PT Jiwasraya, tidak lepas dari kepentingan politik sejumlah elit. Pertama, kedua kasus korupsi tersebut dilaporkan oleh Menteri BUMN Rini Soemarno hanya selang tiga hari sebelum pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden RI untuk periode keduanya. Kenapa Rini tidak melaporkan sebelumnya. Kedua, kasus korupsi PT Asabri dimanfaatkan oleh sejumlah elit demi kepentingan politiknya. Ketiga, adanya perbedaan pasal yang dituntutkan jaksa dengan pasal yang didakwakan jaksa sebelumnya.

Perbedaan antara pasal tuntutan dan dakwaan ini menarik. Pasalnya, jaksa penuntut umum (JPU) pastinya tidak mungkin gegabah melakukannya. Terlebih kasus korupsi PT Asabri ini terbilang menyita perhatian publik lantaran kerugian negara yang disebut-sebut mencapai Rp 22,7 triliun.

Saat mendakwa Heru selaku Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera pada 16 Agustus 2021, JPU menjeratnya dengan menggunakan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang dikenal dengan UU Tipikor. Tetapi ketika membacakan tuntutannya pada 6 Desember 2021, JPU mengenakan pasal Pasal 2 ayat (2).

Menariknya, pada 18 November 2021 atau hanya sekitar 3 minggu sebelum JPU menjatuhkan tuntutan hukuman mati terhadap Heru Hidayat, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin telah mengingatkan jajarannya akan sejumlah masalah yang patut dicermati dan diwaspadai pada penerapan sanksi pidana hukuman mati bagi koruptor. Salah satu masalah yang disebutkan oleh Jaksa Agung adalah penerapan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor.

Maka, sangat aneh dan tidak masuk akal apabila kemudian JPU dalam perkara korupsi PT Asabri dengan terang-benderang melakukan manuver dengan mengganti pasal pada tuntutannya.

Kemudian, memasuki tahun 2022, terjadi "tiktok" politik antara Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Erick Thohir. Setelah pada 2 Januari 2022 Jaksa Agung menyanjung Erick yang diklaimnya telah memberikan dukungan dan kerja samanya dalam pengusutan kasus korupsi PT Asabri dan PT Jiwasraya. Erick pun kemudian membalasnya dengan mengatakan ia dan kementerian yang dipimpinnya berkomitmen mengusut tuntas kasus perampokan dana pensiun. Kata Erick, komitmen tersebut didasari kepedulian dan agar kejadian memalukan ini tak terulang kembali.

Benarkah demikian?

Jika benar, bagaimana dengan sejumlah saham yang terafiliasi dengan grup Bakrie yang banyaknya lebih dari dua tersangka dalam perkara korupsi PT Jiwasraya, yaitu Benny Tjokro dan Heru Hidayat.

Menurut Tempo.co, nilai saham PT Jiwasraya yang ditanam lewat repo saham kelompok usaha Bakrie mencapai lebih dari Rp 3 triliun. Dan, kelompok Bakrie disebut-sebut tidak pernah menebus repo.

Kenapa Erick Thohir dan Kejaksaan Agung nyaris tidak pernah menyentuh Bakrie Group?

Dissenting opinion Hakim Mulyono dalam perkara korupsi PT Asabri memang tidak mungkin sanggup memberikan keadilan bagi bangsa Indonesia, khususnya bagi para terdakwa. Tetapi, setidaknya, dissenting opinion ini telah sanggup membuka pintu akal sehat bangsa Indonesia untuk menilai penegakan hukum di Indonesia, terutama dalam kasus korupsi Asabri. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun