Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Revisi UU ITE: Menkominfo Johnny Plate Seharusnya Pertegas Pasal "Papa Minta Saham"

17 Juni 2021   09:35 Diperbarui: 17 Juni 2021   10:04 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktifitas penambangan di Freeport (Sumber: Kompas.com)

Pemerintah sudah memutuskan akan merevisi UU ITE. Revisi undang-undang ini pastinya sangat terkait dengan Kemenkominfo yang saat ini dipimpin oleh Johnny G Plate.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, hanya ada empat pasal pada UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU ITE yang direvisi. 

Adapun empat pasal yang bakal direvisi meliputi Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 36. Dengan direvisinya empat pasal tersebut, pemerintah memastikan tidak mencabut secara keseluruhan UU ITE

"Kita perbaiki tanpa mencabut UU itu, karena UU itu masih bisa diperlukan untuk mengatur lalu lintas komunikasi kita," terang Mahfud. 

Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate sendiri mengatakan pihaknya beserta  Kejaksaan Agung dan Kepolisian akan meluncurkan buku pintar yang ditujukan kepada aparat penegak hukum soal pedoman teknis penerapan UU ITE. Diharapkan buku pedoman tersebut dapat memenuhi keadilan hukum masyarakat dalam koridor UU ITE.

"[Sengketa] Baik itu oleh Kepolisian RI, Kejaksaan RI atau lembaga lainnya di ruang fisik dan tentunya bagi Kominfo di ruang digital," kata Johnny pada 22 Februari 2021.

 

Jika tidak Direvisi, Pasal UU ITE ini Sebaiknya Ditegaskan

Rekaman yang dimiliki oleh saudara Maroef Sjamsoeddin diperoleh secara melawan hukum, tanpa hak, tanpa izin, serta bertentangan dengan undang-undang. Karena itu, tidak boleh digunakan sebagai alat bukti dalam persidangan etik yang mulia ini sebab alat bukti perekaman tersebut adalah ilegal." kata Setya Novanto pada 7 Desember 2025.

"Pledoi" Setya Novanto itu didapat wartawan dari salah seorang anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang tidak mau diungkap identitasnya.

Setya yang saat itu menjabat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempersoalkan rekaman percakapan yang dibuat Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Menurutnya, rekaman itu bertentangan dengan hukum. Dengan alasan itu, Setya menilai rekaman itu tidak layak dijadikan alat bukti dalam persidangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

i"Bahwa saudara Maroef Sjamsoeddin adalah pegawai swasta perusahaan asing di Indonesia (PT Freeport Indonesia), bukan penegak hukum yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk merekam/menyadap pembicaraan pejabat negara atau warga negara Indonesia atau siapa pun di bumi Indonesia," lanjut Setya.

Seperti pendapat yang dilontarkan oleh anggota MKD pendukung Koalisi Merah Putih (KMP), dalam sidang MKD kemarin pun Setya Novanto mempersoalkan legalitas bukti rekaman yang diperoleh Maroef Sjamsoeddin. 

Bukan hanya Novanto dan anggota MKD yang juga pendukung KMP, banyak pengamat dan pakar yang juga berpendapat serupa. Pendapat yang menyebut rekaman tersebut ilegal ini banyak dimuat di media yang dikenal sebagai pendukung KMP.

Pakar hukum pidana dari Universitas Padjajaran, Romli Atmasasmita, misalnya, menilai upaya penyadapan yang dilakukan petinggi Freeport, yang kemudian hasil rekamannya diserahkan ke MKD oleh Sudirman Said, merupakan tindakan ilegal. Menurutnya, pihak manapun tidak memiliki kewenangan untuk penyadapan terhadap seseorang, tanpa adanya izin dari penegak hukum.

"Bisa disebut sebagai unlawfull evidence. Karena dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki kewenangan," ujar Romli.

Dari kasus "Papah Minta Saham" yang terjadi beberapa tahun yang lalu tersebut bisa ditarik kesimpulan bila pemahaman terhadap UU ITE, dan pastinya UU lainnya, tergantung pada posisi politik.

 

Benarkah Merekam Ilegal Menurut UU ITE 

Pertanyaannya sangat sederhana, aturan mana di negara ini yang menyebut merekam sebagai perbuatan ilegal atau melanggar hukum? 

Apakah Novanto atau pengacaranya bisa menunjukkan pasal-pasal mana yang dilanggar oleh Maroef?

Perekaman suara yang dilakukan oleh Maroef tidak ada bedanya dengan perekaman CCTV oleh pemilik minimarket. Tidak ada bedanya dengan memotret. Tidak ada bedanya juga dengan merekam dengan menggunakan handycam.

Kalau ada maling helm yang mencuri dengan menggunakan sepeda motor. Kemudian ada orang yang memotret plat nomor motor yang dikendarai si maling helm. Apakah orang yang memotret itu telah melanggar aturan karena telah memotret tanpa mendapat izin dari si maling helm.

Yang dilakukan Maroef jelas bukan menyadap, tetapi merekam. 

Jika mengacu pada UU No. 11 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Di situ ada kata "Transaksi". Transaksi apa dengan apa? 

Lihat Pasal 1 poin 7. Di situ disebut, "Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup ataupun terbuka." Memangnya sewaktu merekam Maroef menggunakan dua perangkat elektronik yang ber-Transaksi data? Tidak, karena menurut kesaksiannya, Maroef merekam pembicaraan hanya dengan ponsel merek Samsung.

Tentang penyadapan dijelaskan dalam UU ITE Pasal 31 Ayat 1, "Yang dimaksud dengan "intersepsi atau penyadapan" adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetik atau radio frekuensi."

Memang dalam pasal tersebut tercantum kata "merekam". Tetapi obyek yang direkam menurut pasal tersebut adalah Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. Sementara, suara yang keluar dari mulut manusia bukan termasuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.  

Kemudian, dalam kasus "Papa Minta Saham", apakah suara yang keluar dari mulut Maroef, Setya, dan Riza terhubung ke alat perekam dengan menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel yang dipancarkan oleh gelombang elektromagnetik atau radio frekuensi?

Jawabannya, tidak.

Atau, apakah mulut manusia beserta isinya termasuk barang elektronik yang mengeluarkan informasi dan/atau dokumen elektronik?

Jawabannya, bukan.

 

Merekam dan Menyadap itu Beda. Ini Contoh Kasusnya

Untuk penyadapan, contoh kasusnya adalah penyadapan National Security Agency (NSA) terhadap Presiden SBY yang terungkap pada 2013 lalu. 

Dalam aksi itu, NSA menyadap komunikasi seluler Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan menggunakan alat penyadap berupa perlengkapan elektronik. Alat penyadap milik NSA itu menangkap pembicaraan SBY yang dipancarkan oleh gelombang elektronik.

Sedang untuk kasus perekaman, contoh kasusnya adalah ditemukannya alat perekam di rumah dinas Jokowi ketika ia masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2013. 

Alat perekam yang ditemukan itu digunakan untuk merekam suara-suara yang terdengar dalam radius tertentu. Kemudian, suara yang tertangkap oleh alat perekam tersebut dipancarkan ke pesawat penerima dengan menggunakan gelombang elektromagnetis ke radio penerima.

Kenapa kepada SBY dikatakan disadap sedang kepada Jokowi bukan? 

Lihat Pasal 31 ayat 1 "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain."

Jadi, yang dimaksud penyadapan adalah jika si pelaku memasuki suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu mlik targetnya. 

Di dalam kasus SBY, pelaku memasuki sistem komunikasi yang digunakan oleh SBY. Sedang dalam kasus Jokowi, pelaku merekam suara tanpa memasuki sistem elektronik apapun.

Maka, jelas perekaman yang dilakukan Maroef bukan hasil dari penyadapan, tapi perekaman. Dengan demikian UU ITE tidak bisa dikaitkan dalam kasus ini.

Karena tidak ada satu pun aturan di negara ini yang melarang merekam. Dan yang dilakukan Maroef pun bukan merupakan penyadapan, tetapi perekaman yang ilegal, maka rekaman "Papa Minta Pulsa" adalah legal.

 

Tindakan yang dilakukan Maroef Sjamsuddin terhadap Setya Novanto Cs tersebut berpotensi dilakukan oleh warga negara lainnya. Jika Pasal 31 UU ITE tidak ditegaskan, maka tidak menutup kemungkinan ke depan ada warga negara yang mencoba merekam suatu perbuatan kriminal, namun ia sendiri bisa dijerat hukum. 

Oleh karena itu, Menkominfo Johnny Plate seharusnya memberi masukan pada Mahfud MD dan Jokowi agar Pasal 31 UU ITE lebuh mendapatkan kepastian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun