Pasca aksi bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Katedral di Makassar, Moeldoko kembali muncul. Kali ini kemunculannya lewat video yang diunggahnya lewat akun Instagram miliknya, @dr_moeldoko, pada 28 Maret 2021.
"Saya orang yang didaulat untuk memimpin Demokrat. Kekisruhan sudah terjadi, arah demokrasi sudah bergeser di dalam tubuh Demokrat," ucap Ketua Umum Partai Demokrat itu mengawali kemunculannya.
Mantan Panglima TNI ini pun menyinggung adanya pertarungan ideologi yang kuat menjelang 2024. Menurutnya, pertarungan yang terstruktur dan gampang dikenali ini merupakan ancaman bagi cita-cita menuju Indonesia Emas 2045.
Lantas Moeldoko yang saat ini menjabat sebagai Kepala Staf Presiden (KSP) Â ini mengurai lagi tentang ancaman yang dimaksudnya.
"Ada kecenderungan tarikan ideologis itu terlihat  di tubuh Demokrat, jadi ini bukan sekedar menyelamatkan Demokrat, tapi juga menyelamatkan bangsa. Itu semua berujung pada keputusan saya menerima permintaan untuk memimpin Demokrat, setelah tiga pertanyaan yang saya ajukan kepada peserta KLB."
Dalam pengakuannya itu, Moeldoko tidak menjelaskan tentang ideologi yang dianggapnya mengancam cita-cita Indonesia Emas 2045 sehingga memaksanya harus merebut kepemimpinan Partai Demokrat demi menyelamatkan bangsa.
Namun, sebagaimana narasi yang sedang berkembang saat ini, ideologi yang dianggap mengancam Indonesia hanya ada dua. Pertama ideologi komunisme. Dan, yang kedua adalah ideologi Islam radikal.
Namun dapat dengan mudah disimpulkan bila ideologi yang dimaksud oleh Moeldoko adalah Islam radikal. Kesimpulan ini ditarik dari cuitan-cuitan sejumlah akun Twitter pendukung Moeldoko yang mengait-ngaitkan Susilo Bambang Yudhoyono dengan eksistensi HTI dan FPI, ideologi yang dimaksud Moeldoko adalah Islam radikal.
Slm pemerintahan SBY klmpk HTI & FPI dibiarkan bebas bergerak. Bahkan trjadi bbrapa kali aksi kekerasan& propaganda untk mngganti sistem negara mnjd khilafa.
Nmn saat kepemimpinan @jokowi beliau dgn tegas mngambil sikap untk mlarang ke2 kelompk trsbt #DemokratInangRadikal pic.twitter.com/K4mch0VIh5--- ola-hope (@hopegiacinta) March 25, 2021
Kesimpulan itu semakin kuat jika melihat waktu tayang video unggahan Moeldoko yang hanya berselang sekitar dua jam setelah terjadi aksi bom bunuh diri yang menyerang Gereja Katedral di Makassar pada pukul 10.28 WITA.Â
Bahkan, beberapa akun Twitter pendukung Moeldoko secara terang-terangan menyertakan poster ucapan duka Moeldoko atas tragedi bom Gereja Katedral di Makassar dalam cuitannya tentang hubungan SBY-FPI.
Keyakinan Moeldoko mengenai masuknya kelompok radikal ke tubuh partai politik mulai terbukti. Salah satunya trjadi di tubuh PD yakni ketika eks Sekretaris FPI Munarman menawarkan untk memberikan bantuan kpd AHY sbg perwakilan kubu Cikeas di bwh komando SBY.#MoeldokoBentengNKRI pic.twitter.com/GcoPgTucFn--- ola-hope (@hopegiacinta) March 29, 2021
Tanpa disadari, sejatinya Moeldoko telah menciptakan, sedikitnya, empat blunder untuk dirinya sendiri.
Pertama, Moeldoko telah merendahkan kedudukannya sebagai Kepala Staf Presiden yang notabene secara operasional merupakan tangan kanan Presiden RI menjadi hanya selevel buzzer.Â
Pasalnya, dengan menarasikan AHY serta loyalisnya sebagai penganut ideologi yang mengancam bangsa, Moeldoko telah berlaku layaknya buzzer yang gencar menstigma kelompok lawan atau oposisi Presiden Jokowi sebagai penganut ideologi Islam radikal yang mengancam NKRI.
Kedua, bagaimanapun juga AHY yang berpangkat terakhir mayor TNI Angkatan Darat adalah mantan anak buah Jenderal (Purn) Moeldoko sewaktu keduanya masih sama-sama aktif di kedinasan TNI.
Jika Mayor AHY terpapar ideologi yang mengancam bangsa seperti yang dinarasikan Moeldoko, artinya sebagai atasan Moeldoko tidak sanggup mendidik serta melindungi anak buahnya dari paparan ideologi yang berbahaya.Â
Ketiga, video pengakuan Moeldoko diunggah hanya sekitar 2 jam setelah terjadi serangan bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar. Dengan begitu, sulit bagi Moeldoko untuk menghindari tuduhan jika dirinya dengan telah memanfaatkan isu teroris demi kepentingan pribadinya. Sekali lagi "Isu teroris, bukan "aksi teroris".
Indikasi penunggangan isu terorisme oleh Moeldoko ini semakin kuat jika mencermati cuitan-cuitan akun-akun Twitter pendukung Moeldoko yang mengkapitalisasi isu teror Gereja Katedral Makassar sebagai amunisi yang ditembakkan ke arah SBY dan AHY.
Keempat. Pemanfaatan aksi teror Gereja Katedral demi kepentingan pribadi dan politik justru menunjukkan bahwa Moeldoko tidak memiliki empati terhadap korban. Â Tentu saja hal ini bertentangan dengan poster "Pray for Makassar" yang diunggah Moeldoko lewat akun-akun medsosnya.Â
Kelima. Setiap terjadi aksi teror, sejumlah pihak mencurigai sejumlah pihak sebagai otak di balik aksi tersebut. Tentu saja kecurigaan tersebut mudah dipatahkan karena hanya menggunakan teori konspirasi tanpa adanya bukti.
Tetapi, lantaran blunder keempat Moeldoko tersebut, video yang diposting Moeldoko bisa dijadikan sebagai bukti bahwa aksi teroris memang didalangi oleh pihak-pihak yang dicurigai tersebut.
Karenanya, diakui atau tidak, video pengakuan Moeldoko tersebut telah menjadi bagian dari rangkaian kekonyolan Moeldoko dalam kasus pengambilalihan paksa kepemimpinan Partai Demokrat yang mencuat sejak akhir Januari 2021.
Tuduhan Moeldoko kepada AHY beserta loyalisnya sebagai penganut ideologi yang mengancam bangsa, khususnya cita-cita menuju Indonesia Emas 2045 juga mencerminkan ketidakmatangan, atau setidaknya kecerobohan Moeldoko dalam membangun narasi negatif terhadap pihak-pihak yang dianggap lawannya.
Lebih dari itu, dengan pengakuan yang diunggah lewat akun Instagramnya itu, Moeldoko secara langsung telah menguatkan polarisasi di antara sesama anak bangsa yang telah berlangsung sejak Pilgub DKI 2012 dan terus menguat setelah memasuki masa Pilpres 2014.Â
Bahkan, dengan alasan ideologi yang digunakannya itu, sulit bagi Moeldoko menghindar dari stigma jika dirinya merupakan bagian pelaku pembelahan bangsa.
Blunder-blunder yang dilakukan oleh Moeldoko dengan memanfaatkan isu bom buduh diri yang terjadi di Gereja Katedral di Makassar tersebut seharusnya menjadi rujukan bagi Presiden Jokowi untuk mengevaluasi kedudukan Moeldoko sebagai KSP. Sebab, mau tidak mau, blunder-blunder Moeldoko tersebut berpotensi lebih menyudutkan posisi Jokowi dalam kisruh Partai Demokrat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H