Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

KLB Demokrat: Moeldoko sengaja Masuki "Cakrabyuha" Konflik Demokrat

11 Maret 2021   10:14 Diperbarui: 11 Maret 2021   10:30 1171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KLB Demokrat (Sumber: Kompas.com)

Pasca-KLB Demokrat Deli Serdang, Moeldoko bagaikan terhisap ke dalam pusaran Cakrabyuha. Dalam kisah pewayangan, Cakrabyuha adalah formasi pasukan yang membentuk lingkaran berlapis-lapis. Lawan yang masuk ke dalam formasi ini sulit keluar. 

Dalam Mahabharata, hanya ada dua ksatria yang mengetahui kelemahan Cakrabyuha: Kresna dan Arjuna. Saat Perang Bharatayudha, Abimanyu yang berhasil dijebak masuk ke dalam Cakrabyuha tidak sanggup melepaskan diri. Di dalam pusat pusaran Cakrabyuha itu, Abimanyu menjadi samsak hidup Kurawa dan pasukannya. Akhirnya, putra Arjuna itu pun tewas mengenaskan.

Cakrabyuha yang menghisap Moeldoko ini dijalankan oleh sejumlah tokoh Partai Demokrat. Tokoh-tokoh Demokrat ini mengajak Moeldoko untuk bersama-sama mendongkel AHY dari pucuk pimpinan partai. 

Namun, sebuah gerakan tokoh-tokoh Demokrat itu sebenarnya diskenariokan dan disutradarai oleh SBY sendiri

Itulah spekulasi yang dikembangkan dari Gerakan Pengambilan Kepemimpinan Partai Demokrat (GPK PD). Adapun maksud serta alasan SBY memilih Moeldoko dalam spekulasi ini bisa dibaca di Skenario SBY Ghosting Moeldoko (Sebuah Spekulasi)

Katakanlah spekulasi itu memang benar. Benarkah Moeldoko dijebak seperti dalam spekulasi tersebut?

Moeldoko sengaja Bocorkan Informasi KLB kepada SBY

Sebagaimana yang diungkap oleh Gatot Nurmantyo, KLB Demokrat telah direncanakan jauh hari sebelumnya. Jika mengacu pada keterangan Gatot, KLB Demokrat sudah direncanakan sebelum 31 Januari 2021 atau sebelum SBY melempar isu adanya penyelewengan kekuasaan.

"Bagi siapapun yang memegang kekuasaan politik, pada tingkat apapun, banyak cara berpolitik yang lebih bermoral & lebih beradab. Ada 3 golongan manusia, yaitu "the good", "the bad" & "the ugly". Kalau tidak bisa menjadi "the good" janganlah menjadi "the ugly". *SBY*"," cuit SBY lewat akun Twitter-nya pada 31 Januari 2021.

Dua hari setelahnya, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menggelar konferensi pers. Dalam pernyataannya AHY mensinyalir adanya upaya kudeta terhadap dirinya selaku Ketum Demokrat.

"Menurut kesaksian dan testimoni banyak pihak yang kami dapatkan, gerakan ini melibatkan pejabat penting pemerintahan, yang secara fungsional berada di dalam lingkar kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo," kata AHY sebagaimana dikutip Kompas.com.

Dalam konpresnya, AHY memang tidak menyebutkan nama. Namun, sehari sebelumnya, Rachland Nashidik, men-twit-kan nama Moeldoko, Kepala BIN, Kapolri, Menkumham, dan Menko Polhukam. Bahkan, politisi Demokrat ini mengatakan bahwa "Pak Lurah" merestui kudeta yang dilakukan oleh Moeldoko. "Pak Lurah" dalam twit Rachland pastinya mengarah ke Presiden Jokowi.

Nama Moeldoko baru disebut secara resmi oleh Demokrat pada 24 Februari 2021. Penyebutan nama pelaku GPK PD itu diucapkan sendiri oleh SBY selaku Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat. 

Jika mengamati perkembangan pemberitaan terkait KLB Demokrat sejak 31 Januari sampai 5 Oktober 2021, bisa disimpulkan bila GPK PD, bukan saja sudah terendus tetapi juga sudah dipantau oleh SBY  

Kesimpulan ini ditarik dari sejumlah informasi yang diungkap oleh kader-kader Demokrat lewat sejumlah media, termasuk Twitter. Dalam informasinya, kader-kader Demokrat menyebutkan lokasi dan waktu pertemuan perencana KLB Demokrat yang dikuatkan dengan bukti sebuah foto. Bukan hanya itu, kader Demokrat juga mengetahui percakapan antar perencana KLB. Informasi tersebut mengisyaratkan bila SBY memiliki sejumlah dokumen terkait GPK PD.

Sesungguhnya, informasi terkait KLB Demokrat diperoleh SBY justru sengaja dibocorkan oleh Moeldoko. Moeldoko melakukannya untuk mengetahui kader mana yang loyal rencana KLB dan kader mana yang goyah setelah rencana KLB diketahui oleh SBY.

Sebagaimana diketahui, di dalam tubuh Partai Demokrat terdapat empat faksi besar. Selain faksi SBY, ada juga faksi simpatisan mantan Ketua Umum Partai Demokrat (Alm) Hadi Utomo, faksi Anas Urbaningrum dan faksi Marzuki Alie. Tetapi, selama ini sikap ketiga faksi (di luar faksi SBY) itu dianggap abu-abu bila berhadapan dengan SBY. Karenanya, sebelum KLB Demokrat digelar, Moeldoko ingin memastikan sikap ketiga faksi itu hitam atau putih.

Setelah melakukan pembersihan dan memastikan loyalitas pendukungnya, Barulah Moeldoko menggelar KLB Demokrat dan menerima mandat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

 

Moeldoko Sengaja Masuki "Cakrabyuha" Konflik Demokrat

Tak ayal lagi, setelah menerima mandat sebagai Ketua Umum Demokrat versi KLB, Moeldoko mendapat kecaman yang datang dari berbagai arah, termasuk sejumlah orang yang selama ini dikenal sebagai militan pendukung Istana. Bahkan, mantan Panglima TNI Marsekal Purn) (Djoko Suyanto turut mengungkapkan kekecewaannya atas akrobat politik yuniornya itu. 

Moeldoko masuk ke dalam pusaran konflik yang diskenariokan SBY dan para loyalisnya.


Benar, Moeldoko memang masuk ke dalam pusaran konflik Demokrat. Tetapi, sebagaimana Arjuna yang masuk ke dalam pusaran Cakrabyuha untuk menangkap dan menguasai Prabu Drupada, Moeldoko pun menerjunkan diri ke dalam pusaran konflik Demokrat untuk mengambil alih kekuatan yang masih berada di tangan SBY.

Seperti juga Arjuna yang berani masuk ke dalam pusaran Cakrabyuha karena memiliki informasi memadai tentang formasi perang berbentuk lingkaran cakra ini, begitu juga dengan Moeldoko. Sebagai mantan prajurit tempur yang dibesarkan di lapangan, Moeldoko tidak mungkin nekad masuk ke dalam pusaran konflik Demokrat tanpa memiliki informasi yang mencukupi.

Dan, satu yang pasti, masuknya Moeldoko ke rumah Demokrat, bukannya tanpa resiko. Moeldoko bisa saja dicopot dari jabatannya selaku Kepala KSP.  Bukan hanya itu. di sisi lain, kepengurusan Partai Demokrat yang diketuainya bisa saja tidak disahkah. Jika keduanya terjadi, reputasi Moeldoko bakal hancur selamanya. Karena itulah, sangat tidak mungkin Moeldoko berani masuk ke dalam pusaran konflik Demokrat bila ia tidak memegang jaminan.

Apa Motif Moeldoko?

Banyak yang menduga bila langkah Moeldoko menerima mandat sebagai Ketua Umum Demokrat lewat KLB adalah untuk mendapatkan tiket capres pada Pilpres 2024. Langkah awal Moeldoko, kata para penduga, adalah untuk menggenjot elektabilitasnya.

Dugaan tersebut sangat lemah dan mudah dikatakan. Terpilihnya Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat memang akan mendongkrak popularitasnya. Moeldoko yang selama menjadi Kepala KSP kurang mendapat sorotan media, setelah menjadi Ketum Demokrat akan lebih banyak disorot media. 

Tetapi, tingkat popularitas tidak selamanya berbanding lurus dengan tingkat elektabilitas. Popularitas bisa saja naik, tetapi elektabilitas belum tentu. Tingkat popularitas tergantung pada banyaknya pemberitaan media. Tetapi, elektabilitas tergantung pada sentimen publik.

Jelang Pilpres 2014, Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie berupaya keras mendongkrak elektabilitasnya. Sederet program digelontorkannya. Popularitas Bakrie mamang naik, namun elektabilitasnya tetap saja mangkrak di bawah 10 persen. 

Elektabilitas Moeldoko saat ini masih di bawah 1 persen. Sangat sulit bagi Moeldoko untuk mendongkraknya, bahkan sampai kisaran ke 5 persen. Dengan elektabilitas yang sulit diroketkan itu, ditambah lagi dengan framing negatif terhadap dirinya, kecil kemungkinan Moeldoko mendapatlkan tiket capres untuk Pilpres 2024.

Namun demikian, Moeldoko bisa ikut dalam kontestasi Pilpres 2024 bila mendapatkan tiket cawapres. Sebab, sebagaimana Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019, untuk menjadi cawapres bagi Jokowi, Ma'ruf tidak membutuhkan tingkat elektabilitas yang tinggi. Bahkan, dengan elektabilitas 0 persen pun seorang tokoh bisa menjadi cawapres. 

Moeldoko pun sejatinya tidak menginginkan SK Kemenkum HAM bagi partai pimpinannya. Sebab, Moeldoko tidak ingin bila pengesahan partainya akan menjadi beban bagi pemerintah Jokowi. Moeldoko bahkan tidak mempersoalkan bila dikemudian hari Kemenkum HAM memutuskan Partai Demokrat yang diketuainya sebagai partai ilegal.

Bagi Moeldoko yang terpenting separuh dari jaringan Partai Demokrat bisa dikendalikannya. Sementara, bagi Marzuki Alie, Max Sopacua, Jhonny Allen Marbun, dan yang lainnya, KLB Demokrat merupakan salah satu cara untuk mengingatkan SBY untuk mengembalikan Partai Demokrat ke jati dirinya, yaitu partai yang demokratis, terbuka, dan modern.

Karena itulah sulit untuk menerka-nerka motif Moeldoko yang sesungguhnya? Bahkan Presiden Jokowi pun belum tentu mengetahuinya.

Apapun motif Moeldoko, namun dengan spekulasi seperti yang ditulis dalam artikel ini, Moeldoko bukanlah korban ghosting SBY seperti spekulasi sebelumnya. Justru SBY-lah yang kena prank Moeldoko.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun