Masih ingat tagar "#RushMoney"? Tagar ini menderasi lini masa pasca-KPU (Komisi Pemilihan Umum) mengumumkan pemenang Pilpres 2019 pada 21 Mei 2019. Ajakan untuk menukarkan rupiah dengan dollar Amerika Serikat pun diserukan lewat sejumlah platform jejering media sosial dan juga aplikasi ruang obrolan.
Isu dr viralnya #RushMoney kok saya jadi kepikiran !!!
Meski gak seberapa, Mending saya tarik aja dulu, daripada ntar gak kebagian !!! Berhubung jumat, nanti malam cicil tarik via ATM.
Senin saya lanjut tarik di sisa 2 bank selanjutnya pic.twitter.com/ioVZ4tAZ44--- Suara Rakyat (@d4nk13) 24 Mei 2019
Ketika itu, kurs rupiah terhadap dolar AS melemah 25 poin menjadi Rp 14.480 per dolar AS. Jika saja hasutan tarik tunai dan menukarkannya dengan dolar AS tidak dihantam balik, maka tidak menutup kemungkinan kurs rupiah akan terus merosot. Dan, jika sudah menyentuh angka psikologis, krisis moneter seperti yang terjadi pada 1998 pun bisa terulang.
"#RushMoney" bukan pertama kalinya menyerbu. Tiga tahun sebelumnya sekelompok netijen beramai-ramai menyerukan "tarik tunai" pada 25 November 2016 atau sekitar seminggu jelang Aksi 212.
Ketika itu, hasutan menarik rupiah begitu masif menyerbu lini masa. Saking masifnya, para pemangku otoritas keuangan pun bereaksi. Mulai dari Menteri Keuangan Sri Mulyani sampai Gubernur BI Agus Martowardojo. Sementara itu, Polri bertindak cepat dengan mencari dan menangkap penghasut.
Tak lama setelah polisi melakukan penangkapan pelaku, netijen menyebarluaskan foto-foto pelaku. Dan, tak lama setelah itu propaganda busuk yang bertujuan merontokkan nilai tukar rupiah pun menghilang dari lini masa berbagai jejaring media sosial.
Aksi netijen juga terekam saat rupiah melemah pascaaksi teror Sarinah pada 14 Januari 2016. Pada hari itu rupiah merosot 0,61 persen dan kembali anjlok 3 poin sehari setelahnya. Rupiah terus melorot sampai 27 poin pada 17 Januari 2016. Saat itu netijen melawan aksi teror dengan mem-viral-kan tagar #KamiTidakTakut dan #BersatuMelawanTerorisme.
Harga mati, jaga NKRI! #jagankri #kamitidaktakut pic.twitter.com/gzjUc0wzjG--- siti hayati (@siti_hayati11) 26 Juli 2019
Barulah setelah empat hari dihajar habis, pada 18 Januari 2016 rupiah kembali menggeliat. Sulit diperkirakan berapa pelemahan rupiah jika netijen tidak melakukan aksinya.
Seperti yang diteorikan oleh setumpuk buku ekonomi, stabilitas nilai tukar mata uang dapat dipengaruhi faktor-faktor psikologis, termasuk rasa takut. Ketakutan yang ditebar pelaku teror itulah yang dilawan oleh netijen lewat sederetan unggahannya di media sosial.