Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mayjen Sudrajat: Manuver Radikal Prabowo di Jabar

9 Januari 2018   16:30 Diperbarui: 9 Januari 2018   16:45 3175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudrajat bukanlah Demiz dan Demul, bukan pula Emil. Jika Demiz, Demul, dan Emil merupakan tiga tokoh yang menduduki tiga tangga teratas dalam lektabilitas dan popularitas pada klasemen sementara Pilgub Jabar 2018, nasib Sudrajat sebelas dua belas dengan TB. Jangankan berelektabilitas tinggi, dikenal pun tidak.

Tetapi, keberhasilan dalam pemilu tidak lepas dari pemanfaatan setiap momen. Pendaftaran balon guberur dan wakilnya di KPUD harus bisa dimanfaatkan untuk mendongkrak popularitas. Karenanya, tidak mengherankan jika banyak pasangan calon yang bertingkah "aneh" saat mendaftarkan dirinya ke KPU/KPUD.

"Ledakan" popularitas yang terjadi pada saat mendaftar ke KPUD harus menggema ke seantero tanah Jabar. Semakin besar ledakannya semakin kuat gemanya.

Sayangnya, meningkatnya popularitas belum tentu diikuti oleh tingkat elektabilitas. Elektabilitas akan meningkat seiring dengan peningkatan popularitas jika sentimen positif lebih besar dari ketimbang negatif. Sebaliknya, jika sentimen negatif yang melebihi sentimen positif justru akan menggerus elektabilitas.

Kekuatan Emil saat ini tidaklah sebesar sebelum Nasdem mendeklarasikan pencalonannya. Emil yang sebelumnya digadang-gadang, bahkan disebut-sebut sanggup mengalahkan Ahok, terus melemah. Keputusannya yang mau menerima dukungan Nasdem menjadi blunder yang tidak akan mampu diperbaiki.

Guncangnya Emil yang dikaitkan dengan dukungan Nasdem merupakan "kata kunci' yang harus benar-benar dimanfaatkan oleh lawan-lawannya.

Menyerang Emil dengan mengaitkan sikap antipati rakyat Jabar pada Nasdem dan MetroTV sebagai corong politik Nasdem bukanlah kampanye hitam yang dilarang. Tetapi, merupakan kampanye negatf yang justru dibutuhkan dalam membangun proses demokrasi.

Serangan terhadap Emil tersebut tidak ubahnya seperti mengaitkan Ahok dengan (dugaan) tindakan penistaan agama. Atau, menyebarkan foto syur kader PDIP Abdullah Azwar Anas (tentu saja jika foto itu bukan hasil manipulasi).   

Menariknya, serangan pada Emil dengan mengaitkannya dengan Nasdem dan MetroTV tersebut bisa juga di-custom untuk merontokkan tingkat keterpilihan pasangan-pasangan lainnya di sejumlah daerah yang didukung Nasdem.

Sudrajat bukanlah Emil, Demiz, ataupun Demul. Purnawirawan perpangkat Mayjen ini terjun ke dalam kancah persaingan dengan penuh "kepolosan". Sebelum namanya disebut secagai jagoan Gerindra, nama Sudrajat nyaris tidak terdengar. Tetapi, justru di sinilah keuntungan Sudrajat.

Dengan popularitas Sudrajat pastinya akan terus meningkat seiring dengan waktu sosialisasi dan kampanye. Seharusnya dengan "kepolosannya" itu meningkatnya popularitas akan diikuti dengan menanjaknya tingkat elektabilitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun