"Amunisi ada tiga macam, ada asap, ada gas air mata dan ada yang tajam. Amunisi tajamnya ini nanti dititip di Mabes TNI. Sehingga setiap saat kalau mau ambil dibutuhkan suatu proses untuk itu," kata Wiranto.
Dengan keputusan rapat koordinasi tersebut bisa dibilang informasi yang disampaikan oleh Gatot semakin mendapatkan pembenarannya.
Dan, jika pengadaan pengadaan persenjataan tersebut sudah menyelesaikan sejumlah prosedur, sama seperti pengadaan sebelumnya, maka ada kemungkinan jika penahanan persenjataan tersebut bukan karena faktor prosedur.
Dalam informasi yang dibocorkannya Gatot mengatakan, ""Situasi yang sekarang ini yang sama-sama kita harus waspadai, ada semacam etika politik yang tidak bermoral, atau dikatakan pada saat ABRI yang dulu, itu terjadi sekarang ini."
Dari bocoran suara Gatot tersebut bisa ditarik kesimpulan jika masalahnya ada pada penyimpangan dalam penggunaan persenjataan, bukan pada prosedur pengadaannya.
Jika penahanan tersebut baru dilakukan pada pengiriman yang ketiga pada tahun 2017, maka terjadinya penyimpangan dalam penggunaan persenjataan tersebut baru dilakukan dan baru diketahui setelah pegiriman yang kedua. Atau, ada indikasi akan terjadinya penyimpangan setelah pengiriman yang ketiga.
Dan, kalau berkaca pada solusi yang dihasilkan oleh rapat koordinasi polhukam yang memutuskan agaramunisi tajam milik Polri yang diimpor itu diserahkan kepada pihak TNI, maka Gatot memiliki bukti yang menguatkan informasi yang disampaikannya.
Bukti tersebut pastinya tidak akan dibeberkan dan akan tetap dirahasiakan. Sama seperti misteriusnya keberadaan Jokowi saat berlangsungnya Aksi 411. Dan, sama juga seperti perbedaan status keamanan jelang 4 Desember 2016 di mana Polri menetapkan status Siaga 1, sementara pada 2 Desember 2016 status yang sama tidak diberlakukan. Padahal, jelang 2 Desember 2016 Polri mengatakan adanya rencana makar. Apa yang sebenarnya terjadi pada 4 Desember 2016?
Tetapi, apa pun itu, sebenarnya Wiranto bisa saja mengatakan jika persoalan tentang persenjataan Polri sudah tuntas tanpa menyebut adanya penyerahan amunisi tajam milik Polri kepada TNI. Apalagi, soal penahanan persenjataan milik Polri tersebut bisa diselesaikan pada saat rapat itu juga.
Tetapi, Wiranto tidak melakukannya. Wiranto lebih memilih untuk mengungkapkannya yang artinya membenarkan informasi tentang adanya etika politik tidak bermoral yang disampaikan oleh Gatot.
Pertanyaannya, apakah Wiranto dan Gatot berada dalam satu orkestrasi yang sama? Ataukah, Wiranto mendukung Gatot dengan caranya sendiri?