Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

E-KTP Palsu Terbaca Server, KPU Andalkan Mata Manusia

14 Februari 2017   20:27 Diperbarui: 14 Februari 2017   20:59 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sore tadi, 14 Februari 2017, sebuah link melintas. Link itu merujuk ke

berita yang dipublikasikan oleh Sindonews pada Jumat, 10 Fenruari

2017. Berita itu diberi judul, “E-KTP Palsu Pakai Chip Dan Material

Asli”.

Begini beberapa poin penting dalam berita tersebut.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) meyakinkan sudah memiliki langkah mencegah

penggunaan e-KTP aspal pada hari pemungutan suara, 15 Februari nanti.

KPU juga menyebarkan surat edaran (SE) ke seluruh jajaran panitia

penyelenggara pemilu agar tidak kebobolan.

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan Direktorat Jenderal (Ditjen)

Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, walaupun data

identitas yang terdaftar berbeda dengan identitas di fisik kartu

kependudukan itu, e-KTP aspal dari Kamboja yang disita Bea Cukai

ternyata menggunakan chip asli yang digunakan Kemendagri. 

Dari fakta

tersebut muncul dugaan server Kemendagri dibobol hingga data asli bisa

dimanfaatkan pihak yang tidak berkepentingan.

Selain chip asli, material e-KTP palsu tersebut sama persis dengan

yang asli. Kepastian ini diperoleh setelah Ditjen Dukcapil memeriksa

data melalui card reader.

Untuk menelusuri kasus yang kali pertama terjadi tersebut Ditjen

Dukcapil akan berkoordinasi dengan Bea Cukai dan Kepolisian RI.

“Nanti kami selidiki, bagaimana mereka bisa dapat material yang mirip

seperti itu. Bagaimana mereka dapat chip dengan data asli, pokoknya

semuanya akan kami selidiki. Begitu juga adanya dugaan orang dalam

yang membocorkan identitas,” katanya.

Oke, kasus sudah terjadi di depan mata. e-KTP palsu ternyata memiliki

chip dan material yang sama dengan e-KTP keluaran Kemendagri. Dengan

chip tersebut jelas e-KTP palsu akan terbaca oleh server.

Lebih menarik lagi adalah adanya dugaan orang dalam yang membocorkan

identas. Dari sini dapat disimpulkan kalau data pada e-KTP palsu sama

dengan data yang ada pada server. Artinya, ketika e-KTP palsu digesek

ke card reader, server akan membacanya dan mengirim notiffikasi kalau

e-KTP tersebut asli.

Lantas, dan ini yang terpenting, bagaimana KPU mengatasi masalah

penyebaran e-KTP palsu ini?

Komisioner KPU Hadar Nafid Gumay menyatakan telah memiliki langkah

mencegah penggunaan e-KTP ilegal pada hari pemungutan suara 15

Februari nanti. Salah satu yang dilakukan ialah mengecek warga yang

datang ke TPS hanya berbekal e-KTP dan tidak memiliki formulir C6

(pemberitahuan memilih).

Mereka (pengguna e-KTP) juga baru bisa dimasukkan dalam DPTb setelah

ada kecocokan dengan identitas lain. “Kami sarankan mengecek identitas

lain yang juga ada fotonya. Jadi kalau dia cocok sebetulnya tidak

perlu kami ragu juga,” ujar Hadar Nafis Gumay kemarin.

Kalau membaca pernyataan Haidar tersebut, jelas karena e-KTP bisa

dibaca oleh server dan data kependudukan antara e-KTP dan server pun

sama, maka satu-satunya cara tinggal mencocokkan wajah pemilih dengan

foto pada e-KTP. Artinya, setelah alat elektronik berperan dalam

fungsi pengecekkan data, selanjutnya mata manusia kembali mengambil

peran.

Tetapi, memang ada cara lain. Untuk itu langkah KPU ini harus diapresiasi.

Masalahnya, foto pada server belum tentu sama dengan wajah asli.

Masalah lainnya, TPS tidak memiliki alat untuk mendeteksi e-KTP palsu.

Kalau pun, alat itu disediakan di suatu tempat di luar TPS, maka saksi

dari setiap paslon harus juga dihadirkan, karena persoalan pengecekan

e-KTP terkait dengan perolehan suara.

Banyak yang mengatakan, “Berapa banyak sih pengguna e-KTP palsu?

Paling cuma puluhan ribu.” Mereka pun kemudian menegaskan kalau jumlah

sebanyak itu tidak mempengaruhi hasil pemilu.

Padahal, dalam pemilu one man one vote, di mana satu suara dapat

mempengaruhi hasil pemilu, jangankan ratusan ribu, satu suara pun

dapat membuat kontestas memenangi pemilu atau sebaliknya. Itulah

kenapa pemenang untuk Pilpres dan Pilgub DKI Jakarta, pemenang pemilu

harus mengantongi suara 50 % plus 1. Dan “1” pada “50 % plus 1”itu

sama dengan satu suara.

Namun demikian, ada informasi yang menarik dari berita tersebut.

Pertama, kasus pemalsua e-KTP ini baru pertama kali terjadi (atau

setidaknya terungkap), Kedua, adanya dugaan keterlibatan orang dalam.

Dari informasi tersebut, jelas kasus penggandaan e-KTP ini bukan saja

berpotensi menimbulkan gugatan pada hasil pemilu, tetapi juga harus

melibatkan pihak yang berwajib dalam pengusutannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun