Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Balada Artikel Kritis tentang Potensi Kecurangan Pilgub DKI 2017 yang Diposting di Kompasiana

11 Februari 2017   12:20 Diperbarui: 11 Februari 2017   12:38 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Soal polemik e-KTP ganda atau palsu yang mungkin lebih tapatnya disebut e-KTP aspal, seharusnya sudah selesai setelah Kemendagri mengklarifikasinya lewat akun Twitter @KEMENDAGRI_RI pada Sabtu 4 Februari 2017 pukul 19.58 WIB.

Lewat admin akun @Kemendagri_RI, Mendagri Tjahjo Kumolo dan Ditjen Kemendagri mengatakan sudah mengecek seliruh NIK dan data yang tertera pada KTP-e palsu dan bukan dikeluarkan oleh Depdagri. Hasilnya, antara data dan foto terdapat perbedaan. Artinya, menurut @Kemedagri_RI data pada KTP-e milik orang lain, namun diganti diganti dengan foto orang yang sama.

Namun demikian, Depdagri juga tidak menampik kalau pemalsuan KTP-e terkait dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2017. Mendagri juga mengingatkan masyarakat untuk tidak perlu khawatir. Karena saat pelaksanaan pilkada, petugas di TPS bisa berkoordinasi dengan dinas Dukcapil. Dan hanya perlu waktu 2 menit bagi Dukcapil untuk membuktikan keaslian KTP.

Kalau saja pendukung Paslon Nomor 2 (termasuk media arus utama dan situs-situs propagandanya) mempunyai kemampuan membaca yang baik, pasti tidak akan terus menerus meneriakkan hoax atas polemik e- KTP ganda ini.

Kalau diperhatikan, memang, awal mula beredarnya isu penggandaan e-KTP aspal itu bersumner dari para pendukung Paslon Nomor 1 dan Paslon Nomor 2.  Mereka menyeberkan foto-foto e-KTP aspal lewat media sosial hingga mem-viral pada Jumat malam, 3 Februari 2017. Karena yang beredar hanya foto-foto yang mudah dimanipulasi, wajar saja kalau pendukung Paslon Nomor 2 menyebutnya sebagai informasi hoax.

Kalau saja pendukung Paslon Nomor 2 yang rerata adalah pendukung Jokowi yang juga veteran pada Pilpres 2014, memiliki kemampuan membaca dengan baik pasti sudah terbuka alam pikirannya setelah membaca klarifikasi @KEMENDAEGRI_RI.

Secara kronologis jelas, isu penggandaan KTP mulai beredar sejak Jumlat, 3 Februari 2017, dan Kemendagri baru menyampaikan klarifikasinya pada keesokan harinya pukul 19.58 WIB. Artinya, terbaca dengan jelas, kalau Kemendagri sudah menelusuri kebenaran isu ini selama 2 hari, Jumat dan Sabtu. Waktu 2 hari pastinya terbilang panjang untuk menelusuri pemilik e-KTP yang tercantum pada e-KTP aspal.

Kemudian dari waktu klarifikasi yaitu Sabtu pukul 19.58 WIB sudah dapat dibaca kalau Kemendagri menilai persoalan ini sangat serius sehingga perlu diklarifikasi sampai di luar jam kerja.

Tidak hanya, itu Kemendagri pun sudah merespon persoalan penggandaan E-KTP ini dengan menempatkan petugas Dukcapil-nya untuk berkoordinasi dengan petugas di TPS pada hari pelaksanaan pemungutan suara. Seharusnya, klarifikasi Kemendagri ini dibaca sebagai reaksi atau respon serius Kemendagri atas ancaman kecurangan pemilu lewat beredarnya e-KTP aspal. Namun demikian, klarifikasi Kemendagri tersebut masih menyisakan sejumlah pertanyaan, seperti yang di tulis di “Mempertanyakan Sistem Verifikasi Data Diri yang Dijanjikan Kemendagri”.  

Setelah membaca klarifikasi Kemendagri lewat akun Twitter resminya, barulah artikel “Tiga Info Hoax dan Empat Celah Kecurangan Pemilu yang Harus Diwaspadai Ketiga Paslon Cagub DKI” ini ditayangkan. Sebelumnya, informasi tentang isu penggandaan e-KTP ini sulit dipercaya kebenarannya.

Penayangan artikel tersebut tentu saja menuai banyak kecaman. Artikel tersebut dianggap sebagai penyebar informasi hoax. Kemudian, dikirim juga link tentang Bawaslu yang diberitakan akan memidanakan penyebar informasi hoax karena dinilai dapat mengancam pelaksanaan pemilu.

Tapi, dengan kepercayaan 100 % atas klarifikasi Kemendagri, sejumlah artikel yang terkait kecurangan pemilu lewat penggandaan e-KTP tetap ditayangkan. Tentu saja, kepercayaan 100 % itu bertentangan dengan keyakinan para pendukung Ahok-Djarot. Lewat buzzer, akun-akun medsos, media arus utama, media abal-abal yang dimanfaatkan sebagai alat propaganda, pendukung Paslon Nomor 2 ngotot mengatakani informasi tersebt sebagai hoax.

Perlahan, media arus utama pun mulai membuka matanya. Satu persatu tulisan tentang penggandaan e-KTP diturunkan. Pada Rabu, 8 Februari 2017, sejumlah media menurunkan berita tentang pengiriman e-KTP aspal dari Vietnam lewat FedEx. Padahal, dalam artikel “Soal Isu Beredarnya E-KTP Aspal, Kemendargi, Dukcapil, Bawaslu dan Lainnya, Jangan Sembunyi Dibalik Kata "Hoax", ditulis kalau e-KTP aspal itu dikirim dari Kamboja tanpa menyebut nama perusahaan pengirimnya.

Tetapi, pada Kamis, 9 Febriari 2017, media mulai meralat isi dan judul beritanya. Setelah Sidak Komisi I DPR RI, diketahui bahwa negara pengirim e-KTP aspal adalah Kamboja, bukan Vietnam. Pada Jumat, 10 Februari 2017, Tempo.co merilis berita tentang sidak DPR RI ke Bea Cukai Soeta yang mendapati 36 e-KTP asal Kamboja. Tidak hanya itu, dalam sidak tersebut, DPR pun diberitakan mendapati 32 NPWP, 1 buku tabungan BCA, dan 1 kartu ATM BCA.

Kalau saja para pendukung Ahok-Djarot memiliki keahlian membaca yang cukup, seharusnya mereka justru melihat kalau isu ini merugikan mereka. Dan, seharusnya reaksi para Ahoker bukan ngotot membantah, tetapi justru malah mendorong pencarian kebenaran atas informasi tersebut. Karena reaksi Ahoker tersebut, malah mengesankan kalau pendukung Ahok seperti penjahat yang dipergoki sebelum perbuatannya dilakukan.

Tetapi, peredaran e-KTP ini pun yang disertai agenda politik tertentu, sebenarnya merugikan Paslon Nomor 1 dan Paslon Nomor 2, karena diinformasikan peredaran e-KTP ini dilakukan oleh etnis tertentu untuk memenangkan Ahok-Djarot. Padahal, setiap etnis dapat melakukan hal yang sama demi kemenangan salah satu Paslon. Sederhananya, saat kita mencurigai seseorang akan melakukan tindak kejahatan, maka orang lainlah yang akan melakukannya.

Sekarang, seluruh Timses seharusnya mewaspadai perdedaran e-kTP aspal ini. Carilah celah-celah pada aturan Pemilu yang dapat dijadikan pintu masuk bagi e-KTP palsu. Dan salah satunya, adalah Keputusan MK yang ditulis pada artikel “Inilah Kerancuan Keputusan MK yang Berpotensi Timbulkan Rusuh pada Pilgub DKI 2017”, Menurut Profesor Romli Atmasasmita, yang juga guru besar hukum pidana ini, artikel tersebut masuk akal. Karena logika dalam artikel itu memang masuk akal dan pelanggarnya bisa dipidanakan.

Lewat akun Twitter-nya @rajasundawiwaha yang dikirimkan ke @gatotswandito dan @kompasiana, Romli mengatakan, “masuk akal krn kecenderungan pemilih nakal bisa terjadi ygbpenting pengawas2 TPS.”

Semoga, pengawas-pengawas TPS yang dimaksud oleh Romli berbeda dengan pernyataan Ketua KPUD DKI Sumarmo yang diberitakan meminta warga untuk mengawasi TPS. Karena kalau berita itu benar, artinya setiap warga mendapatkan “legitimasi” untuk mengawasi TPS dan permintaan ini akan mendatangkan kecauan tersendiri pada saat pemilu berlangsung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun