Caranya? Lewat KPK. KPK harus mencabut unsur “niat jahat” dalam menangani kasus Rumah Sakit Sumber Waras. Bagaimana mungkin unsur niat jahat diterapkan dalam tindak pidana korupsi yang pelakunya orang-orang pintar dan pemangku jabatan tinggi. Kalau unsur “niat jahat” itu diterapkan dalam kasus penistaan agama, baru bisa. Tetapi, sangat tidak masuk akal kalau unsur ini dipakai dalam kasus korupsi. Gegara unsur ini, KPK seperti menyuntik mati dirinya sendiri. Sekarang ini KPK sudah bagaikan hidup segan mati pun tak mau.
Kenapa harus lewat KPK? Karena kecil kemungkinan satu tangan itu masih bertenaga kalau Ahok sudah dipaksa mengenakan rompi orange. Sementara kalau lewat kasus penistaan agama, akibatnya dua tangan itu akan semakin keras bertepuk. Lihat saja ujaran-ujaran di medsos yang saling menyerang satu sama lain dengan menghinadinakan, memfitnah, mencaci, dan lain sebagainya.
Masalahnya, apakah Jokowi sebagai kepala negara berani memaksa KPK melucuti unsur “niat jahat” yang ujug-ujug digunakan dalam kasus Sumber Waras?
Kalau Jokowi belum juga memahami situasi dan belum juga melakukan tindakan yang berarti, Monas bisa menjadi Tahrir Square. Semestinya Jokowi sudah bisa melihat potensi itu dengan berkaca dari Aksi 411, Aksi 212, berikut upaya makar yang membumbuinya. Dan, Jokowi seharusnya juga juga tahu apa yang bakal terjadi kalau Monas sudah menjadi Tahrir Square.