Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Mau Tahu Penyebar Isu 10 Juta TKA Tiongkok, Ini Hasil Penelusurannya

23 Desember 2016   23:40 Diperbarui: 24 Desember 2016   00:09 3326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dan, saat ini orang yang sama membuat keresahan baru dengan cuitan “Pahlawan Kafir” yang diunggahnya lewat Twitter. Anehnya, negara tidak berbuat apa-apa. Dwi dipolisikan oleh masyarakat. Padahal dalam kasus foto ABG yang menginjak patung pahlawan di Simalungun, Sumatera Utara, Polri dan TNI-lah yang bertindak.

Beberapa hari yang lalu Jokowi bicara tentang bedanya kritik dengan menghina, mengujat, memaki, makar, dan kawan-kawannya. Tetapi, apakah Jokowi juga tahu kalau hujatan, hinaan, caci maki, dan sobat-sobatnya itu juga dilontarkan oleh pendukung Jokowi sendiri yang sekarang sedang membela mati-matian Ahok. Cek saja akun yang menhinadinakan dengan sebegitu nistanya Kyai Maruf Amin dengan mencuitkan Ketua MUI ini melakukan kawin ala binatang.

Dengan perilaku saling hujat ini, tentu saja situasi akan terus memanas kalau pemerintah hanya bungkam beribu kata. Sialnya lagi, alih-alih melawan infoemasi miring atau hoax, akhir November 2016 lalu Kapolri malah bertemu dengan netizen yang dikenal sebagai bagian dari kelompok penyulut ujaran kebencian..Akibatnya, Polri dihadap-hadapkan dengan TNI.

Maka, persoalannya bukan hanya pada mencari pelaku penyebar isu hoax masuknya TKA asal Tiongkok dan isu-isu meresahkan lainnya, tetapi juga bagaimana menghadapi situasi yang berpotensi membenturkan sesama anak bangsa ini.

Saat ini ada dua kelompok yang saling berbenturan. Dua kelompok ini saling menyeret anak bangsa lainnya dan saling menciptakan musuh bersama bagi kelompok lainnya. Kalau tidak salah tangkap, sebenarnya kedua kelompok yang sedang saling berhadapan ini digerakkan oleh satu otak. Karenanya, situasi ini lebih tepat digambarkan dengan “dua tangan yang sedang bertepuk”. Celakanya, Jokowi dan pemerintahannya dianggap sebagai bagian dari tangan yang bertepuk itu.

Lebih celakanya lagi, pemerintah terkesan gamang dalam menyikapi situasi ini. Pemerintah seolah tidak tahu harus berbuat apa. Buktinya dalam isu TKA asal Tiongkok, baru hari ini Jokowi “mencolek” Polri untuk mengusutnya. Apakah sebelumnya Jokowi tidak pernah mendapat informasi tentang isu yang digoreng untuk menyudutkan etnis Tionghoa ini?

Bukan Ahok yang menjadi sasaran utama dengan menyebarnya isu ini. Kalau masih berpikir isu soal Tiongkok ini karena Ahok, artinya pemerintah sudah kalah langkah. Ahok hanyalah pintu masuk untuk memecah belah bangsa ini. Kebetulan Ahok keturunan Tionghoa yang beragama Kristen. “Pintu Ahok” ini dipilih karena lebih terbuka lebar ketimbang masuk lewat “pintu” Syiah.

Kalau dicermati sejak 2014 ada tiga isu yang terus silih bergantian, Tiongkok, komunis, dan Syiah. Mei 2015 isu Tiongkok yang menggeliat. Agustuw 2015 isu komunis mulai menderas. Dan pada November 2015, ancaman terhadap Syiah meningkat.

Dalam situasi seperti ini seharusnya media bisa berperan sebagai komponen peredam situasi. Sayangnya, media justru larut dalam situasi adu domba ini. Media, bahkan media arus utama, justru kerap melakukan pemelintiran fakta yang akibatnya justru memanasi situasi.

Sementara sebagian netizen sudah basah kuyup dalam perang proxy ini. Dan sebagian lainnya lebih memilih enjoy menikmati hidup atau diundang oleh kementerian untuk berkunjung ke sejumlah tempat.

Lantas, pertanyaannya, apa yang seharusnya dan sesegera mungkin dilakukan oleh Jokowi sebagai kepala negara? Ada pintu masuk yang terbuka lebar. Tutup pintu itu. Ada sepasang tangan yang sedang bertepuk. Lumpuhkan salah satu tangannya dulu, baru kemudian tangan lainnya. Bukahkah itu yang dilakukan oleh Jenderal As Sisi di Mesir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun