Menurut data yang dirilis oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Barat, pada tahun 2010 lebih dari 60 % hutan bakau atau mangrove di pesisir Jawa Barat mengalami kerusakan, salah satunya disebabkan perubahan fungsi lahan. Sementara yang berhasil direboisasi hanya 16,9 %.
Di Desa Karangsong sendiri, selama kurun waktu 1983-2008 sekitar 127,3 hektar mengalami abrasi. Penyebabnya adalah dibelokkannya aliran sungai Cimanuk ke arah Waledan, Desa Lamaran Tarung, pada tahun 1983. Pembelokan inilah yang menyebabkan Pantai Karangsong tidak mendapatkan suplai sedimen.
Selain terjadinya kerusakan lingkungan, berukurangnya suplai sedimen ini mengancam kelangsungan tambak udang dan ikan yang menjadi sumber pendapatan mayoritas penduduk Indramayu. Situasi inilah yang kemudian menarik perhatian PT Pertamina (Persero) RU VI Balongan. Apalagi, kilang minyak PT Pertamina berlokasi di kawasan tersebut.
Atas rekomendasi Tim Ahli IPB, sebanyak 17 desa yang berada di 4 kecamatan dengan luas sekitar 343 hektar perlu dipulihkan dengan menanami mangrove, kelapa, nyemplung, cemara laut, dan tumbuhan pantai lainnya. Kegiatan penanaman yang dilakukan selama kurun waktu 2010-2016 ini melibatkan 37 kelompok masyarakat dan 13 instansi pemerintah.
Seiring perjalanan waktu, partisipasi masyarakat pesisir mengalami pasang surut. Namun demikian, ada dua kelompok yang menunjukkan komitmen yang tinggi. Hal ini terbukti dari keterlibatan keduanya sejak awal konservasi mangrove hingga kini. Mereka adalah Kelompok Petani Tambak Pantai Lestari dari Desa Karangsong dan Kelompok Tani Jaka Kelana dari Desa Pabean Udik. Keduanya memiliki cara pendekatan yang berbeda dalam mencintai lingkungannya.
Kalau Kelompok Petani Tambak Pantai memilih kegiatan konservasi dengan terus melakukan pembibitan, penanaman, serta pemeliharaan mangrove. Sementara Kelompok Tani Jaka Kelana yang dipimpin oleh Latief memilih untuk mengembangkan produk-produk bernilai ekonomi dengan bahan baku mangrove.
“Sampai sekarang, kurang lebihnya ada seratus produk yang sudah dibuat,” kata Latief yang dengan rambut cepaknya ia nampak mirip dengan politisi PDIP Mayjen (Purn) TB Hasanuddin.
Saat ditanya cara kelompoknya menciptakan produk-produk berbahan baku mangrove yang sudah dihasilkannya, Latief yang sebelumnya mencari nafkah sebagai nelayan ini hanya tertawa.
Begitu juga dengan produk-produk berbahan baku mangrove lainnya. Latief dan kelompoknya mengawalinya dengan coba-coba. Namun demikian, ia pun mengucapkan terima kasihnya kepada IPB yang banyak membantu kelompoknya dalam proses pengolahan produk makanan. IPB pun, kata Latief, melakukan uji laboratorium terhadap produk-produk mangrove yang dihasilkannya.
Pengakuan Latif ini dibenarkan oleh Yusri Dwi Miliardini. Tamatan Unpad Bandung yang juga penyuluh pertanian di Kabupaten Indramayu ini menjelaskan proses pembuatan coklat mangrove dan yogurt yang dipasarkannya.