Mimpi buruk itu akhirnya dialaminya juga. Sore itu, 14 September 2008, jelang waktu Ashar, Abdul Latief dikejutkan dengan berita tentang bocornya selang minyak (floating hase) milik PT Pertamina (Persero) Refinary Unit VI Balongan. Dalam keterkejutannya, warga Desa Pabean Udik yang tengah ngabuburit di bulan puasa Ramadhan ini langsung bergegas menuju pantai.
Petaka itu didengarnya langsung dari petugas Dinas Pertambangan dan Lingkungan Hidup (DPLH) Indramayu. Latief yang menjadi salah seorang warga yang pertama kali mendapat informasi langsung meneruskannya ke warga lainnya.
“Tetangga-tetangga, saya kasih tahu,” kenang Latief. “Kami semua datang ke pantai. Ternyata benar, kebocoran itu benar-benar terjadi. Dengar-dengar kejadiannya sekitar jam sepuluh pagi.”
Bersama warga lainnya, Latief menyusuri Pantai Brondong sampai perbatasan Desa Pabean Ilir. Dilihatnya ceceran minyak mentah sepanjang 1 KM. Ceceran minyak mentah sudah mengumpul. Warna ombak pun sudah menghitam pekat. Melihat pekatnya ombak, Latief sadar desa tempat tinggalnya tengah menghadapi petaka besar. Sebuah petaka yang belum pernah dialami sebelumnya.
“Besoknya, minyak sudah berceceran di pantai,” katanya. “Di sepanjang pantai yang terlihat hanya ceceran minyak.”
Tiga hari kemudian bencana semakin membesar. Arah angin dan arus berubah. Perubahan cuaca ini mengakibatkan daerah pantai yang tercemari semakin meluas. Pantai di 14 desa yang ada di 4 kecamatan terpapar.
“Dari Balongan sampai Cangkring ... kena semua,” tandas Latief.
Mimpi buruk “Petaka 140908” itu masih dikenang Latief. Ayah dua anak ini sadar bila bencana besar yang menimpa Kota Mangga yang berada di utara Propinsi Jawa Barat itu hanya bisa diatasi dengan kerja sama erat antara warga pesisir pantai, pemerintah, TNI, Polri, dan tentu saja PT Pertamina.
“Hampir semuanya saya ingat,” katanya di Gedung Bumi Patra Ayu, Indramayu, pada Jumat 9 Desember 2016.
Bocornya floating hase bukanlah awal dari malapetaka. Sejak awal 1980-an, pantai Indramayu mengalami kerusakan parah. Lebih dari 2.53 hektar wilayah pesisir pantai Indramayu hilang karena abrasi dan intrusi air laut yang mencapai lebih dari 17 km dari pantai. Selain karena faktor alam, reklamasi pantai untuk perluasan perluasan lahan perumahan serta budidaya perikanan juga turut menyumbang besaran kerusakan bibir pantai. Jika dibiarkan, dalam hitungan seratusan tahun ke depan, wilayah Indramayu akan tenggelam.