Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bukan SBY yang Mendalangi Kerusuhan Saat Aksi 411

19 November 2016   11:51 Diperbarui: 19 November 2016   13:53 7841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat sikap KPK dalam menangani kasus yang diduga melibatkan Ahok, sangat wajar kalau masyarakat menganggap kepolisian pun membebaskan Ahok dalam dugaan kasus penistaan agama. Maka, pada 14 Oktober 2016 rakyat di Jakarta dan sejumlah daerah turun ke jalan menuntut aparat menegakkan hukum dengan seadil-adilnya.

Kalau melihat tayangan dan foto video Aksi 1410, dan membandingkannya dengan kapasitas Stadion GBK yang berkapasitas 100 penonton, bisa diperkirakan masa yang turun di Jakarta mencapai lebih dari 100 ribu. Demikian juga dengan jumlah masa yang turun di sejumlah daerah yang begitu menyemut.

Jumlah pengunjuk rasa dalam Aksi 1410 jelas lebih besar dan lebih masif dibanding unras 1998 yang berujung pada pelengseran Soeharto. Jika pada 1998 unras hanya digelar di ibu kota dan sejumlah kota besar, Aksi 1410 dilakukan di berbagai daerah dari Aceh sampai Maluku. Bukan saja hanya di kota-kota besar, tetapi sampai pelosok.

Sayangnya, sekalipun unjuk rasa sudah berskala nasional, Jokowi sebagai kepala negara belum juga menanggapi. Publik justru menganggap Jokowi mencoba mengalihkan isu penistaan agama dengan menyodorkan isu pungli dan pelantikan Archandra Tahar sebagai Wamen ESDM.

Jika benar Jokowi mencoba mengalihkan isu, tentu strategi ini salah besar. Pertama, sebuah isu hanya bisa dialihkan oleh isu yang lebih besar. Kedua, pengalihan isu hanya bisa dilakukan jika didukung oleh media. Isu penistaan agama jelas lebih besar dari isu pungli ataupun pelantikan Archandara yang ke-WNI-annya masih dipertanyakan tersebut. Kemudian, di era internet dan media sosial sekarang ini pengalihan isu tidak mudah lagi dilakukan. Ini terbukti, sekuat apapun media arus utama menyoroti kerusakan taman dan sisi negatif dari Aksi 1410, perhatian masyrakat tetap saja terfokus pada penegakan hukum.

Kemungkinan besar, strategi yang dijalankan adalah membiarkan kasus penistiaan agama ini didinginkan dengan cara memperlambat proses hukumnya. Bersamaan dengan itu isu-isu baru disodorkan sehingga perlahan isu ini dilupakan.  

Usai Aksi 1410, bergulir rencana Aksi 411 yang digelar pada 4 November 2016. Jika pada 1410 masa pendemo terpencar di sejumlah daerah, pada 411 masa pendemo terfokus di Istana Negara. Jika pada 1410 sasaran unras adalah Polri, pada 411 Presiden Jokowi yang menjadi pusatnya. Jokowi yang digadang-gadang oleh pendukungnya dan Ahoker sebagai dwitunggal dari Ahok dianggap sebagai pelindung Ahok.

Melihat derasnya gerakan 411 yang semakin mengarah ke Presiden, kelompok yang berkepentingan dengan Istana (sebut saja Kelompok  X) baru menyadari kesalahannya. Kelompok X  tahu persis jika upaya pengalihan isu gagal. Demikian juga dengan upaya mendinginkan kasus ini.

Jokowi harus diselamatkan. Kelompok X pun kemudian mencoba merekayasa situasi dengan menyebarkan opini kalau Aksi 411 bermuatan politis, bukan lagi penegakan hukum seperti yang digaungkan oleh pendemo. Nama SBY pun kemudian disisipkan dalam laporan intelijen. Laporan inilah yang kemudian disebar ke sejumlah pejabat berwenang. Sementara itu, laporan itu sengaja dibocorkan kepada SBY untuk memancing reaksinya.

Selagi menunggu reaksi SBY, Jokowi diarahkan untuk menemui Prabowo di Hambalang. Belum cukup menemui Prabowo, Jokowi pun mengundang ulama NU dan Muhammadiyah ke Istana. Tindakan Jokowi tersebut kemudian dipoles seolah Jokowi meninggalkan SBY dalam menghadapi situasi nasional yang semakin meruncing.  Mau tidak mau, opini SBY sebagai penunggang kuda Aksi 411 pun semakin menguat.

SBY menjadi pihak yang paling mudah dikorbankan mengingat ia adalah bapak dari Cagub DKI Agus Yudhoyono yang tengah bersaing dengan Ahok. Selain itu, Masjelis Dzikir Nurusaalam yang berafiliasi dengan Partai Demokrat termasuk salah satu ormas yang mendesak MUI mengeluarkan keputusannya. Tidak hanya itu, Kelompok X pun menyeret Ketua MUI Ma’ruf Amin yang juga pernah menduduki Wantimpres di masa SBY.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun