Kalau begitu, penjelasan Pramono tentang sulitnya akses masuk Istana lewat jalur darat ada benarnya. Namun demikian, kesulitan akses tersebut tidak bisa diterima sebagai alasan bagi Jokowi untuk memasuki Istana dan menemui delegasi pendemo sebagaimana yang telah direncanakan pada malam sebelumnya.
Jangan-jangan Jokowi sudah kembali ke Istana sebelum pukul 14 WIB. Sewaktu Jokowi keluar dari Istana sekitar pukul 11 WIB, pendemo yang melihat rombongan Presiden mengabarkannya lewat Twitter. Padahal saat Jokowi keluar belum banyak pendemo yang berada di sekitar Istana. Kalau Jokowi sebelum pukul 14 WIB seharusnya lebih banyak lagi pendemo yang melihat kepulangannya. Kecuali kalau kepulangan Jokowi dirahasiakan, tanpa iring-iringan mobil yang mencolok atau lewat “jalan khusus”.
Pertanyaan menariknya, kemana saja Jokowi setelah meninjau proyek? Kenapa tidak satu pun media yang memberitakannya?
Media baru memberitakan keberadaan Jokowi di Istana beberapa saat sebelum digelarnya rapat terbatas pada pukul 22.45 WIB. Artinya, Jokowi sudah berada di Istana sebelum rencana rapat terbatas itu diberitahukan kepada wartawan. Kapan Jokowi tiba di Istana? Tidak satu pun media yang memberitakannya.
Taruhlah, karena jalanan menuju Istana dipadati pendemo, Jokowi tidak bisa kembali ke Istana. Dengan alasan ini, Jokowi baru tiba di Istana setelah pendemo membubarkan diri, sekurangnya setelah jalanan mulai bisa dilalui mobil-mobil rombongan presiden. Pertanyaannya, selagi menunggu jalanan sampai lengang, di mana posisi Jokowi? Pertanyaan tentang posisi Jokowi setalah meninjau proyek sampai sekarang masih menjadi misteri. Belum lagi pertanyaan tentang apa yang dilakukan Jokowi di tempatnya menunggu tersebut. Ini juga misteri.
Tetapi, sesuatu yang patut dicermati. Setelah 411, Jokowi menemui sejumlah ulama, baik di luar maupun di dalam Istana. Dalam sejumlah pertemuan tersebut, Jokowi menyempatkan waktu untuk menyampaikan sesuatu secara tertutup. Artinya, ada sesuatu yang bersifat rahasia yang disampaikan Jokowi kepada para ulama.
Ketika Jokowi menyampaikan sesuatu yang bersifat rahasia kepada ulama, artinya Jokowi mempercayai ulama untuk menjaga rahasianya. Dan, terbukti, sekalipun masih menyelipkan kritiknya atas respon Jokowi terkait 411, tetapi bertemu dengan Jokowi dan berbicara dalam forum tertutup, para ulama tidak lagi mempersoalkan masalah ketidakhadiran Jokowi di Istana saat 411 Inilah yang menarik dan patut dicermati.
Dari situ ada satu poin yang bisa diambil. Dalam situasi yang tidak menentu ujungnya ini, Jokowi masih mempercayai para ulama. Dan memberikan kepercayaan kepada ulama untuk menyimpan informasi penting yang disampaikannya.
Jokowi meninggalkan Istana sebelum pendemo memadati ruas-ruas jalan di sekitar Istana. Kunjungan Jokowi ke proyek tersebut diketahui tidak diagendakan sebelumnya. Artinya, ada sesuatu yang mendesak Jokowi untuk meninggalkan Istana. Pastinya, kepergian Jokowi tersebut bukan karena keamanan dirinya.
Soal keamanan, Jokowi lebih aman jika berada di lingkungan Istana. Buktinya, pada 21 Mei 1998 saat situasi negara semakin tidak menentu setelah Pangab Jenderal Wiranto menyampaikan adanya gerakan tentara Kostrad yang berada di luar kendali Panglima ABRI, BJ Habibie dan keluarganya diamankan di Wisma Negara yang berada di Komplek Istana Kepresidenan. Lantas, dalam situasi yang diprediksikan genting, kenapa Jokowi berada di luar Istana?
Menariknya, keberadaan Jokowi itu di luar pantauan media. Padahal dalam situasi normal sangat sulit bagi Presiden beserta rombongan dan sepasukan pengawalnya untuk lepas dari pantauan. Bagaimana Jokowi bisa melepaskan diri dari pantauan, bukan saja dari media tetapi juga masyarakat yang dilewatinya. Kemungkinan besar, Jokowi “menyelinap” menuju lokasi tertentu dengan pengawalan yang sangat minimalis. Tentu saja, kalau benar, dengan pengawalan minimalis, keamanan Jokowi pun menjadi minimalis.