Kadang telintas dalam pikiran, “Sampai kapan aku ini keliling-keliling?” Kerjaan utama keliling-keliling. Kerjaan sampingan juga keliling-keliling. Tidak mungkin kalau sudah tua masih kuat keliling kampung. Dulu, waktu masih kuliah, kepingin banget punya rumah sederhana berhalaman luas di lereng bukit dengan berlatar belakang petak-petak sawah yang menghijau.
Cuma, mau tidak mau, rumah di lereng bukit itu hanya tinggal impian. Sebabnya tidak lain dan tidak bukan, pertama ketidakadaan dana, kedua kalau berhenti keliling, mau makan apa? Kalau dipikir lagi, sumber masalahnya karena aku tidak mempersiapkan masa tua. Bukan karena aku ini awet muda, tetapi memang tidak pernah memikirkan masa tua. Seharusnya sejak lama aku mempersiapkannya. Minimal mengikuti asuransi yang menjamin hari tua.
Paling tidak, seharusnya aku sudah memikirkan “ladang lain” selain usaha yang kugeluti sekarang. Padahal “ladang lain” itu ada. Misalnya, asuransi plus investasi seperti yang ditawarkan FWD Sprint Retirement
Dengan mengikuti FWD Sprint Retirement aku bisa mengalokasikan sendiri pilihan investasi yang kumau, bisa di pasar uang, surat utang, resadana campuran, atau bisa juga di reksadana saham.
Tapi, ya sudah, sekarang mah jalani saja dulu yang bisa dikerjakan. Kalau ditanya ke depan, pingennya sih punya galeri batik. Di situ aku bisa memajang batik yang kujajakan. Belum terpikirkan lokasinya di mana. Hanya saja, nantinya galeri batikku itu berbeda dengan toko-toko batik yang ada di sentra batik Trusmi. Kalau di Trusmi, banyak toko batik yang menarik calon pembelinya dengan memajang papan bertuliskan “Langsung Dari Pengrajin”. Nah, rencananya aku juga mau memajang papan dengan tulisan “Langsung Dari Jemuran Pengrajinnya.
Bisa dibilang, dagang bukan passion-ku. Dalam soal batik, passion-ku adalah blusukan di kampung-kampung. Seperti yang kutulis dalam artikel “Senang dan Sehat Itu Cuma Butuh Segar”, blusukan sudah menjadi passion-ku sejak masih duduk di bangku SMA. Gegaranya waktu SMA aku sering telat. Karena kalau telat lebih dari 3 kali orang tua dipanggil, muncullah kreativitasku, ketimbang orang tua dipanggil lebih baik bolos sekolah. Cerdas bukan?
Dari passionblusukan itulah aku mencari batik yang dipesan dari satu pengrajin ke pengrajin lainnya di Desa Kalitengah. Di desa yang terletak tidak jauh dari sentra batik Cirebon Trusmi itu aku menemui sejumlah pengrajin batik. Setiap pengrajin rerata memiliki lebih dari 4 pekerja, mulai dari pecanting sampai pencelup.
Pencanting batik biasanya perempuan. Ada yang sudah berkeluarga. Ada juga yang masih sekolah. Hampir semuanya kukenal. Sampai jumlah tahi lalat dan letaknya pun tahu persis. Entah kebiasaan mengamati tahi lalat ini termasuk bagian dari passion atau bukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H