Wayang memang berasal dari India. Suatu bangsa yang mengenalkan sistem kasta pada dunia. Aslinya, mulai dari “A” sampai “Z” wayang berkisah tentang kasta ksatria di mana kita diajak memasuki dunia yang serba hebat, gemerlap, dan wah, tetapi dipenuhi intrik. Kemudian, lahirlah lakon carangan “Petruk Dadi Ratu”. Di sini kita diajak memposisikan diri sebagai rakyat jelata.
Ternyata, ketika posisi kita bergeser dari “ksatria” ke “kawula”, semuanya terlihat jungkir balik.
Setelah revolusi berhasil dituntaskan, Petruk pun kembali menjadi kawulo alit, rakyat jelata. Ia kembali mengayunkan kapaknya membelah kayu bakar sambil bersenandung tembang pangkur:
Mungkin kalau Petruk hidup di zaman modern ia tidak akan mencari kayu bakar karena sudah ada tabung gas. Tapi, ia akan kembali menekuni profesinya sebagai tukang mebel sambil melantunkan lagu-lagu metal.
Ada kisah menarik lainnya tentang Petruk. Petruklah yang dikisahkah menggotong jenazah Abimanyu yang gugur dalam perang Baratayudha. Petruk jugalah yang memandikan serta mengkremasi jenazah Abimanyu.
Ini menyimbolkan rakyat tetap ada sekalipun raja telah meninggalkannya. Kedudukan raja sangat tergantung pada rakyatnya. Dan, sampai di akherat pun raja masih menggantungkan diri kepada rakyatnya.
Kawula iku ana tanpa wates, ratu kuwi anane mung winates (rakyat itu ada tanpa batas, sedangkan raja itu ada secara terbatas)".
Sumber ilustrasi:
http://www.surahman.com/petruk-dadi-ratu-sebuah-lakon-pembangkangan/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H