Nah, suatu hari saya dihubungi oleh pihak supplier tentang pertemuan yang telah diagendakan jauh-jauh hari. Wadaw, saya betul-betul lupa hari itu ada janjian dengan pihak supplier dari luar kota.
Karena saya masih di rumah sakit dan tidak bisa kemana-mana, saya meminta mereka untuk ketemuan di rumah sakit saja. Tetapi pihak provider tidak bersedia (mungkin merasa tidak enak), sehingga pertemuan hari itu terpaksa batal dan ditunda beberapa bulan berikutnya.
Saya meminta maaf kepada mereka tentang kondisi saya. Mereka sudah jauh-jauh datang dari luar kota menggunakan pesawat dan pastinya sudah memesan kamar hotel. Mau bagaimana lagi, saya betul-betul tidak ingat kalau ada agenda bertemu dengan mereka di kantor.
Mendadak muncul semangat untuk sembuh di hati sanubari saya. Entah bagaimana itu membuat progress terapi medis di rumah sakit menjadi lebih singkat, membuat saya bisa pulang lebih cepat dari perkiraan dokter.
Saya pun kembali beraktivitas di kantor, namun belum bisa maksimal. Kondisi tubuh saya yang masih belum seratus persen pulih membatasi pergerakan saya.
Tetapi syukurlah itu tidak lama. Setelah beberapa hari menjalani terapi obat-obatan dari rumah sakit serta menjaga pola makan, saya bisa pulih seperti sedia kala.
Alhasil saya bisa kembali beraktivitas dengan penuh semangat, kerja keras bagai quda, lembur hingga larut malam, dan akhirnya... jatuh sakit lagi. Hehe..
Kesehatan adalah segalanya
Ketika sakit rasanya kok tidak profesional banget. Padahal menjaga kesehatan itu bagian dari profesionalitas dalam bekerja, lho.
Jam kerja yang rutin banyak disyukuri, jam kerja yang panjang menjadi konsekuensi. Bagaimanapun aktivitas kita dan sepanjang apapun jam kerja kita, menjaga diri dan menjaga kesehatan dengan sebaik-baiknya tetap nomor satu.
Apalah arti gaji dua digit tetapi tubuh sering tepar? Apalah arti dagangan laris kalau waktu istirahat kita sempit? Kondisi tubuh kita sehat atau sakit bergantung pada bagaimana cara kita menjaga tubuh atau fisik kita.