Ketika ia menyibakkan tirai untuk menutup pintu, tiba-tiba ia dikejutkan dengan sesosok wanita bermuka putih pucat sedang berdiri di balkon apartemennya. Wanita itu berambut panjang dan berbaju putih panjang.
Nay memekik seraya meraih pegangan pintu, lalu menariknya cepat-cepat hingga menutup dan menguncinya. Ia berjalan mundur secara perlahan dengan nafas tersengal-sengal. Tangan kanannya memegangi dada kirinya.
Khawatir kalau ia sedang dirampok, ia berpikir mencari ponselnya di kamarnya untuk meminta bantuan. Tetapi ia segera sadar unitnya berada di lantai 25, bagaimana mungkin perampok itu bisa masuk dari luar?
Nay juga tidak mendengar pintu itu didobrak dari luar. Bila sosok itu hendak merampoknya, sosok itu pasti sudah mendobrak atau memecahkan pintu kaca itu setelah ketahuan oleh Nay.
Rasanya bukan perampok, pikir Nay. Ia meletakkan ponselnya kembali di atas meja lalu memutuskan berjalan perlahan ke arah pintu itu dengan langkah berjinjit.
Ia berhenti tepat di balik tirai yang menutupi pintu geser itu. Nay memejamkan kedua matanya. Ia merasa takut tetapi ia ingin tahu tentang sosok yang berada di balkon apartemennya.
Perlahan ia menyibakkan tirai itu dengan tangan kanannya, lalu membuka kedua matanya pelan-pelan. Sosok wanita itu masih di sana, melayang kira-kira satu meter di atas lantai balkon. Gaun putihnya berkibar-kibar seperti bendera yang tertiup angin.
Kedua bola mata wanita itu seluruhnya putih tanpa kornea, tapi seakan-akan menatap tajam ke arah Nay. Bibirnya kelabu pucat tertutup rapat, tapi ada semacam cairan merah seperti darah yang mengalir dari ujung kiri bibirnya.
Nay terkesiap, cepat-cepat menutup tirai dan berlari ke kamarnya. Sayangnya karena panik, ia tidak mampu menjaga keseimbangan tubuhnya. Tubuhnya terhempas di lantai ruangan yang berlantai keramik
Pandangan Nay gelap. Ia berada di sana hingga pagi tiba.
***