Bangunan rumah tinggal di Sana'a, ibukota negara, kebanyakan telah berusia ribuan tahun. Bisa jadi keluarga yang sekarang ini tinggal di rumah itu adalah keturunan dari nenek moyang mereka yang pernah hidup ribuan tahun lampau.
Sementara itu, bangunan tanah liat di kota Shibam ada yang mencapai delapan lantai. Kota Shibam bisa jadi merupakan cikal bakal kota-kota megapolitan moderen seperti New York City, Tokyo atau pun Shanghai yang menjadi rumah bagi bangunan-bangunan pencakar langit.
BBC.com pernah membahas kota Sana'a lewat artikel rubrik Future yang berjudul "The sustainable cities made from mud", yang dirilis pada 6 Juli 2022 lalu. Artikel itu mengutip pernyataan dari UNESCO bahwa bangunan-bangunan di kota Sana'a menunjukkan keahlian luar biasa dalam penggunaan bahan dan teknik lokal. Karena keunikannya, pada tahun 1986 UNESCO menetapkan kota Sana'a sebagai Situs Warisan Budaya.
Dalam artikel dari BBC.com tersebut, seorang profesor dan arsitek Inggris-Irak bernama Salma Samar Damluj memuji bangunan-bangunan di Sana'a yang sangat kontemporer meski telah berusia ribuan tahun. Bangunan-bangunan itu memiliki insulasi yang baik, bersifat sustainable atau berkelanjutan, dan sangat mudah beradaptasi di era modern.
Selain Sana'a, juga disinggung kota Djenne di negara Mali yang juga menjadi rumah bagi bangunan dari tanah. Masjid agung di kota Djenne misalnya, seluruhnya terbuat dari tanah. Masjid itu dibangun tahun 800 Masehi atau hampir setua candi Borobudur di provinsi Jawa Tengah yang dibangun kira-kira tahun 750 Masehi.
Masjid agung Djenne menjadi bangunan tanah terbesar di dunia dengan panjang 91 meter dan tinggi 20 meter. Setiap tahunnya, warga setempat mulai dari anak-anak hingga dewasa melakukan tradisi kerja bakti untuk memperbaiki masjid yang menjadi kebanggaan di negeri itu.
Bangunan Ramah Bumi
Dalam artikel di BBC.com tersebut, Profesor Damluj berpendapat bahwa bangunan-bangunan di kota Sana'a merupakan arsitektur masa depan. Ini karena bangunan dari tanah selaras dengan upaya pengurangan emisi karbon, sebuah semangat global yang digaungkan selama beberapa tahun terakhir.
Nah, rumah yang terbuat dari tanah liat itu klop dengan semangat green energy. Bangunan dari tanah liat menggunakan energi yang minimal dan tidak mengandung emisi.
Ada sejumlah kelebihan bangunan dari tanah liat. Pertama, sifat thermal mass atau insulasinya memberikan kenyamanan bagi penghuninya. Sepanjang siang hari terasa sejuk dan sebaliknya ketika malam terasa hangat. Â
Ini karena tanah liat menyerap panas di kala siang dan menyimpannya, lalu melepaskannya ketika malam tiba. Ribuan tahun lalu, nenek moyang orang Sana'a sudah paham dengan karakter tanah liat sehingga mereka mengaplikasikannya sebagai material bangunan rumah.