Hal itu tidak kita jumpai dalam karya film dokumenter yang menangkap adegan film secara apa adanya. Adegan dalam film dokumenter tidak dirancang atau diatur dalam suatu skenario sebagaimana film fiksi. Kalau toh ada skenario, penyusunannya berbeda dari skenario film fiksi.
Karya film dokumenter adalah satu-satunya karya film jujur karena tidak mengandung elemen khayalan atau imajinasi pembuat film. Kritik terhadap film bergenre ini biasanya pada teknik pengambilan gambar atau proses pengeditan film saja. Sedangkan kontennya biasanya bebas dari kritikan karena memang faktual.
Nah, film "The Santri" sendiri adalah karya film fiksi yang pasti mengandung dramatisasi sejumlah adegan, yang bertujuan menciptakan sebuah kesan tertentu bagi audiens yang menontonnya. Hal yang sama juga pasti terdapat dalam film "Hayya..." agar berkesan bagi audiens yang menontonnya.
Oh ya, terkadang sebuah karya film fiksi menggandeng konsultan untuk memperkuat jalan cerita ataupun elemen yang terdapat dalam film. Hal ini lumrah dalam dunia perfilman. Konsultan dalam sebuah produksi film bisa satu orang atau lebih, atau bisa juga sebuah lembaga / institusi.
Lorraine Warren menjadi konsultan film "The Conjuring", Kip Thorne, seorang fisikawan peraih Nobel, pernah menjadi konsultan film "Interstellar" (2014). Jadi saya meyakini film "Hayya.." dan "The Santri" juga memiliki konsultan, baik seseorang atau lebih, selama produksi film tersebut.
***
Dalam menonton film, masing-masing individu sejatinya merdeka dalam memilih film yang akan ia tonton. Seorang audiens menonton film ber-genre tertentu yang ia senangi. Ada pula audiens yang menonton semua genre film, hal itu terserah masing-masing individu.
Misalnya saya, ketika saya hendak menonton film, dari semua film yang sedang tayang di bioskop, saya akan memilih salah satu yang terbaik menurut penilaian saya. Saya harus memilih karena hidup saya tidak hanya diisi dengan menonton film saja.
Sebelum menonton film, saya mempersempit pilihan dengan beberapa genre film yang paling saya sukai. Membaca resensi film, melihat rating film atau melihat tayangan trailer bermanfaat bagi saya dalam mengambil keputusan untuk menonton film tertentu. Â
Tapi itu saja belum cukup. Saya juga akan menyesuaikannya dengan bujet pribadi dan jam tayang. Kadang saya melewatkan sebuah film bagus yang pas dengan genre yang saya sukai dan bujet tersedia, tetapi jam tayangnya tidak pas dengan aktivitas pribadi saya lainnya. Sayang sekali sebenarnya, tetapi melewatkan sebuah film yang saya suka tidak lantas membuat hidup saya sengsara.
Apa yang hendak saya sampaikan adalah, bahwa seorang individu tidak berhak mengajak / memaksa individu lainnya untuk menonton sebuah film, atau mengajak / memaksa individu lainnya untuk menolak sebuah film. Karena situasi masing-masing individu berbeda.