Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama FEATURED

Listrik, Gaya Hidup Modern dan Upaya Melistriki Wilayah Terpencil

13 September 2019   11:16 Diperbarui: 11 Juni 2020   07:57 2050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: ScienceNorway.no

Kita hidup di zaman modern, dimana semuanya serba praktis. Karena ide modernitas adalah kepraktisan hidup manusia yang semakin sibuk di dunia modern itu sendiri. Teknologi berperan penting dalam kehidupan modern. Sejak manusia sadar akan kekuatan listrik, teknologi membuat kehidupan manusia modern semakin praktis saja.

Dulu menulis surat buat kerabat di kota lain adalah cara terpraktis mengetahui kabar mereka. Kini kita bahkan bisa menghubungi mereka via video call lewat gawai kita. Gawai hanya berfungsi karena daya listrik.

Memasak nasi pernah harus menggunakan kompor tradisional berbahan bakar kayu atau minyak. Kini penanak nasi listrik menggantikan proses pemasakannya. Kompor listrik pun telah eksis dan nampaknya siap menggantikan kompor konvensional.

Zaman dulu tidak ada cara yang praktis untuk membuat makanan tetap awet. Sejak ditemukannya lemari pendingin atau kulkas, makanan dan minuman bisa disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama. Sumber tenaganya? Listrik juga.

Membaca buku dengan nyala lilin atau lampu petromaks di malam hari adalah cerita kakek nenek kita di zaman dulu. 

Kini kita menggunakan lampu baca bertenaga listrik untuk mendukung kegiatan membaca kita. Dengan adanya ebook, kita bisa membaca buku lewat gawai. Lagi-lagi gawai dapat berfungsi dengan listrik.

Lihatlah, betapa vitalnya listrik bagi kehidupan kita sebagai manusia modern. Listrik padam semenit dua menit saja membuat kita tersentak. 

Listrik padam berjam-jam bisa membuat kita uring-uringan atau naik pitam, sebagaimana insiden black out yang terjadi di kawasan Jakarta dan sekitarnya baru-baru ini. Sampai-sampai ada wacana menggugat perusahaan penyedia listrik. Waduh..

Tetapi, tahukah Anda bahwa sebenarnya manusia modern bisa hidup hampir tanpa listrik? Ini bukan tentang kembali ke zaman dahulu kala. Tetapi mengusung semangat masa lalu ke masa modern sekarang ini.

Pengurangan penggunaan listrik ini bukan saja berguna untuk menghemat biaya pemakaian listrik, tetapi juga melestarikan Bumi. Sebagaimana yang dilakukan oleh sebuah komunitas di Seoul, Korea Selatan bernama "Noplug", yang kisahnya baru-baru ini diangkat oleh BBC Generation Project.

Berlokasi di Seoul Innovation Park, komunitas ini menunjukkan ide gaya hidup modern tetapi dengan meminimalisasi penggunaan listrik kepada masyarakat setempat dan mungkin juga dunia. 

Tujuannya untuk meminimalkan penggunaan energinya di kota industri tinggi. Sejumlah perangkat yang seharusnya berdaya listrik dibuat berdaya listrik minimal hingga nol oleh mereka, misalnya bola lampu, kulkas, water purifier, dan lain-lain.

Komunitas tersebut dipandu oleh Fujimura Yasuyuki, seorang profesor dan inventor dari Jepang yang juga membentuk kelompok "Atelier Non Electric" di Nasu, utara prefektur Tochigi, Jepang. Yasuyuki berpendapat bila kita menggunakan banyak energi, maka lingkungan akan rusak.

Ia mengajarkan tentang bagaimana mengganti perangkat rumah tangga sehari-hari dengan perangkat yang membutuhkan listrik minimal atau bahkan nol. 

Perubahan ini diupayakan semudah mungkin dan juga efektif dari sisi biaya. Kebutuhan listrik hanya disuplai dari sejumlah panel surya yang dipasang di atas atap bangunan.

Komunitas ini membangun rumah dengan material jerami yang dipasang di balik dinding. Jerami dapat memberikan kehangatan di kala cuaca dingin dan sebaliknya memberikan kesejukan kala cuaca panas karena memiliki kemampuan insulasi yang baik.

Sebuah kafe minim listrik sudah dibuka di komunitas NoPlug dan terbuka bagi siapa saja. Kafe tersebut hanya dibuka ketika siang hari. Semua minuman dibuat tanpa memakai listrik sama sekali. 

Untuk membuat kopi misalnya, kafe tersebut menggunakan pembuat kopi syphon atau vacuum pots.

Biji kopi disimpan dalam kulkas yang beroperasi tanpa energi listrik. Air untuk menyeduh berasal dari water purifier yang juga beroperasi tanpa listrik. Penerangan di ruang kafe hanya dengan memakai beberapa lilin.

Tidak hanya perubahan dari sisi teknologi, perubahan juga terjadi dalam gaya hidup, misalnya mengonsumsi makanan dari alam dengan menanam sayuran di lahan terbuka, atau beternak ayam untuk diambil telurnya.

Komunitas NoPlug mencoba mempromosikan gaya hidup sehat bagi masyarakat perkotaan yang gemar dengan makanan instan. 

Tingginya polutan di kota berpotensi mendegradasi kesehatan masyarakat. Hal ini diperparah dengan kegemaran mengonsumsi makanan tidak sehat dan mengandung radikal bebas.

Tetapi lambat laun masyarakat perkotaan semakin sadar dengan kesehatan. Mereka mulai mengonsumsi makanan sehat yang kaya akan antioksidan. Sebagian dari mereka ada yang beralih mengonsumsi makanan organik, misalnya sayur-sayuran dan buah-buahan organik.

Akhir-akhir ini urban farming semakin populer seiring dengan meningkatnya kesadaran gaya hidup sehat masyarakat perkotaan. Rumah tangga juga dihimbau untuk memiliki tanaman produktif agar dapat dikonsumsi sendiri.

Gaya hidup hemat listrik dimulai dari keluarga
Sebetulnya hampir mustahil manusia modern bisa hidup tanpa listrik. Misalnya komunitas NoPlug, meski punya ide kembali ke alam, ternyata juga masih butuh listrik. 

Daya listrik dari beberapa panel surya digunakan untuk melistriki sejumlah perangkat misalnya bola lampu dan pengering makanan.

Hidup secara "off-the-grid", begitu istilah untuk menyebut sekelompok manusia yang hidup tanpa bergantung sepenuhnya pada infrastruktur listrik. Kelompok seperti itu kini bertumbuhan di sejumlah tempat di seluruh dunia.

Terbatasnya infrastruktur listrik, khususnya di daerah-daerah terpencil dan sangat terpencil, membuat sebagian masyarakat yang tidak tersambung jaringan listrik mengandalkan energi terbarukan.

Tahun 2015 lalu ada sebuah film dokumenter berjudul "Life Off Grid" yang membagikan kehidupan off-the-grid ini. 

Selama tahun 2011 hingga 2013 produser Phillip Vannini, profesor di Royal Roads University dan Jonathan Taggart, sutradara yang juga mahasiswanya, menjelajah sepuluh provinsi di Kanada untuk mengunjungi masyarakat yang hidup seperti ini.

Berikut trailer filmnya. 

Ada sekitar 200 keluarga yang menjalani gaya hidup tersebut. Meski rumah mereka tidak terkoneksi dengan jaringan listrik, mereka memiliki standar hidup yang layak. 

Bisa dibilang kehidupan mereka baik-baik saja, bahkan nampaknya makmur. Rumah yang megah, penerangan lampu, punya coffee maker, memakai komputer dan sebagainya.

Apa yang dilakukan oleh komunitas NoPlug bisa diadopsi sebagai bagian dari gaya hidup kita sehari-hari, yaitu berhemat dalam penggunaan listrik. Apabila gaya hidup demikian dilakukan oleh banyak rumah tangga, berapa juta watt listrik bisa dihemat?

Keluarga kita bisa memulai langkah kecil menghemat daya listrik. Misalnya mematikan lampu bila ruangan tidak digunakan, menggunakan lampu berdaya rendah dan lain-lain. Hemat dalam pemakaian air juga termasuk langkah menghemat listrik, karena pompa air tidak selalu menyala.

Sebagian rumah tangga yang memakai AC juga dapat menghemat penggunaan listrik dengan mengatur penggunaannya, misalnya menyalakan AC di ruang keluarga hanya ketika beraktivitas di ruangan tersebut. 

Di kamar tidur misalnya, AC dinyalakan beberapa saat sebelum masuk kamar dan dimatikan menjelang tidur. Hemat listrik tidak hanya dilakukan di peringatan Hari Bumi saja, tetapi setiap hari.

Panel surya dan upaya melistriki rumah tangga di wilayah terpencil dan sangat terpencil
Komunitas NoPlug juga memanfaatkan listrik dari panel surya, begitu juga dengan 200 rumah tangga di Kanada menggantungkan kebutuhan listriknya pada perangkat yang sama yang menggunakan sumber energi terbarukan.

Kompas.com pernah menginformasikan bahwa rumah tangga yang memasang panel surya di atap rumah dapat menghemat pemakaian listrik minimal 30 persen. Maksudnya, daya listrik dari panel surya menjadi sumber listrik sekunder di wilayah yang telah terjangkau infrastruktur listrik.

Kalau panel surya saja bermanfaat mengurangi tagihan listrik bulanan, bagaimana dengan masyarakat di wilayah terpencil atau sangat terpencil yang sampai saat ini belum terjangkau jaringan listrik? 

Rasanya panel surya adalah jawaban untuk melistriki rumah tangga di wilayah terpencil dan sangat terpencil.

Rasio elektrifikasi saat ini masih 98,81% dan pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi 100% di akhir tahun 2019 ini. Namun itu tidak mudah. 

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, baru-baru ini mengatakan bahwa meningkatkan rasio elektrifikasi tidak mudah. Semakin sedikit masyarakat yang belum mendapat listrik yang tinggal di pedalaman atau pelosok. Otomatis makin sulit dijangkau infrastruktur.

Jonan juga menambahkan bahwa masyarakat yang belum mendapatkan listrik ternyata memiliki masalah ekonomi serius. Padahal masyarakat tersebut tinggal di wilayah yang telah terjangkau infrastruktur listrik. Tapi karena tidak sanggup membeli perangkat atau fasilitas jadi tidak bisa menikmati listrik. (sumber)

Tentang melistriki wilayah terpencil dan sangat terpencil pastinya juga menimbulkan persoalan tersendiri. Sejumlah wilayah sangat terpencil berada di pedalaman hutan dengan medan yang sulit yang menjadi kendala tersendiri.

PT PLN (Persero) pernah menginformasikan bahwa biaya infrastruktur listrik di pedalaman Papua bisa sepuluh kali lebih mahal dari pada biaya infrastruktur listrik di Jawa dan Sumatera. (sumber) 

Nah, panel surya mungkin dapat menjadi jawaban kendala-kendala tersebut. Tentunya harus dievaluasi kembali dari berbagai sisi.

Provinsi Jawa Timur mungkin bisa menjadi contoh. Khofifah Indar Parawansa, gubernur provinsi tersebut, mendorong pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk mengatasi kelangkaan listrik di beberapa wilayah terpencil di wilayah tersebut.

Di sela sidang paripurna tentang rencana umum energi daerah Provinsi Jatim 2019-2050 di DPRD Provinsi Jatim pada 22 April 2019 lalu, Khofifah mengatakan bahwa PLTS menjadi salah satu solusi, terutama untuk daerah terpencil.

Pembangunan PLTS sangat tepat mengingat potensi energi non fosil atau energi terbarukan yang dimiliki Jatim terbanyak adalah surya, disusul angin dan panas bumi. (sumber)

Nah, apakah upaya yang sama bisa dilakukan untuk melistriki rumah tangga di daerah terpencil dan sangat terpencil? Di negeri yang kaya akan paparan sinar matahari, hal itu sangat mungkin dilakukan. Tinggal bagaimana tindak lanjut dari pemangku kebijakan untuk mewujudkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun