Patung Dorna juga bisa membunuh (nalar)mu
Kampus ajaib yang bernama media sosial yang di alegorikan sebagai Patung-patung Begawan Dorna itu mungkin bisa menciptakan banyak Palgunadi. Tetapi, sebagai platform yang bebas memberikan keleluasaan kepada siapapun untuk mengisi konten dalam bahasan apapun yang tak terbatas, platform media sosial juga bisa menjadi sebuah paradoks, yaitu guru tempat menimba ilmu yang bisa membunuh nalarmu.
Apakah bumi ini datar? Benarkah Gubernur Jakarta Berprestasi? Apakah vaksinasi covid berbahaya? Siapakah prediksi juara piala dunia 2022? Benarkah perbankan adalah kejahatan? Pada era seperti saat ini, yang menjawab petanyaan pertanyaan semacam itu melalui platfom media sosial, bukan hanya para pakar, namun juga orang awam yang merasa tahu, para penganut teori konspirasi, para pendukung kekuatan tertentu, hingga pesohor yang menyesatkan.
Di rimba belantara informasi masa kini. Kadang penjelasan para pakar tidak didengar. Sebaliknya, informasi yang disebarkan oleh orang orang dari kubu tertentu justru didengar dan dipercaya meskipun kadang informasi itu membahayakan.
Tom Nichols dalam buku The Death of Expertise nya itu bahkan menganalogikan internet dengan Hukum Sturgeon yang mengatakan,
"90 persen dari semua hal (di dunia maya), adalah sampah."Â
Orang bebas mengunggah apapun di internet, sehingga ruang publik dibanjiri informasi tak penting dan pemikiran setengah matang.
Internet mengizinkan satu miliar bunga mekar, namun sebagian besarnya berbau busuk, mulai dari pikiran iseng para penulis blog, teori konspirasi orang-orang aneh, hingga penyebaran informasi bohong oleh berbagai kelompok. (hal. 130-131)
Keprihatinan Nichols itu ditengarai muncul dari keheranan,  bagaimana mungkin di tengah kelimpahan informasi seperti saat ini, masih ada orang yang punya pandangan primitif  kalau bumi itu datar atau vaksin berbahaya bagi kesehatan?
Yang lebih ironis, pandangan keliru itu justru makin dikuatkan dengan hasil pencarian mereka di dunia maya. Internet yang kita kira sumber informasi tanpa batas yang berguna memberi pencerahan dan hidup lebih baik ternyata punya sisi buruk dan mampu membunuh nalar banyak orang. Era teknologi dan informasi tidak hanya menciptakan lompatan pengetahuan, tapi juga memberi jalan dan bahkan memerkuat kekurangan umat manusia. Internet justru jadi sarana menyerang pengetahuan yang sudah mapan. Internet jadi sumber sekaligus sarana tersebarnya informasi bohong.
Internet bukan saja bisa membuat kita makin pintar, tapi juga bisa membuat kita bodoh.  Namun, kesalahan utama bukan pada internet, tapi pada kita. Kita punya masalah bias konfirmasi, yaitu kecenderungan hanya mau menerima bukti pendukung  atas hal yang ingin kita percayai. Internet kemudian memberi ruang untuk bias informasi itu tumbuh kian subur. Sebab, para pemrogram membuat algoritma media sosial yang memungkinkan kita terus mendapat suguhan konten, berita dan informasi yang sesuai minat yang kita gemari dari jejak konten konten yang kita buka  sebelumnya.