Untuk setiap kebebasan, arogansi, dan kepercayaan diri yang tinggi, Juan Roman Riquelme sangat layak dicintai.
Berada di bawah asuhan pelatih Manuel Pellegrini, Riquelme dan kolega mampu persembahkan trofi Intertoto tahun 2003 dan 2004. Selama Riquelme bertahan di Estadio de la Cermica, Villarreal juga nyaris selalu menempati posisi lima besar di kompetisi La Liga.
Selama berkarir di Negeri Matador, mahakarya yang diciptakan di atas lapangan sempat membuatnya dianugerahi penghargaan sebagai Pemain Paling Artistik oleh Marca.
Argentina yang Mengawali, Argentina Pula yang Mengakhiri
Ketika petualangan nya di Eropa dirasa telah cukup, Riquelme lantas meminta pulang ke kampung halaman nya, Argentina. Boca Juniors, menjadi tim yang masih sangat percaya akan kemahiran Riquelme dalam mengolah bola.
Kepulangannya ke Buenos Aires ketika itu pun seolah mewakili kepergian pemain paling anggun yang keluar dari Argentina sejak Fernando Redondo.
Di periode keduanya bersama Boca, Riquelme masih sangat layak disebut dewa sepak bola. Dia telah menciptakan 48 gol dari 187 pertandingan yang dimainkan. Dia tetap, dan akan terus diidolakan para penggemar, sekaligus mengukuhkan warisannya sebagai fantasista terbesar di baris terakhir.
Persembahan dua trofi Argentine Primera Divisin, serta satu raihan trofi Copa Libertadores pada 2007, kian membuat nama Riquelme layak dimasukkan ke dalam daftar legenda sepak bola Argentina.
Bagi sebagian penggemar, nama Riquelme jelas mewakili puncak kenikmatan yang diberikan sepak bola.
Kembali lagi, ketika melihatnya bermain di atas lapangan, kita akan disuguhkan tiga kenikmatan sekaligus, yang tertera pada setiap tegukan karir sepak bolanya, nyanyian di atas panggung sebelas lawan sebelas, serta sinar kedamaian yang terpancar dari karakter kuatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H