Mohon tunggu...
Garin Nanda
Garin Nanda Mohon Tunggu... Freelancer - @garinnanda_

Mengemas sebuah cerita jadi lebih bermakna.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Tak Kalah dari La Masia, Seberapa Istimewa Akademi Red Bull?

3 Mei 2023   07:52 Diperbarui: 6 Mei 2023   19:16 1105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Pemain RB Salzburg. (Foto: AFP/CHRISTOF STACHE via kompas.com)

Pada musim 2021/22, untuk kesembilan kalinya secara beruntun RB Salzburg berhasil merajai kompetisi Austria. Naiknya RB Salzburg ke podium juara sejatinya menjadi hal yang tidak mengejutkan. 

Pasalnya, seperti yang kita tahu, mereka memang sudah membangun pondasi dengan penuh hati-hati, hingga prestasi terus datang menghampiri.

RB Salzburg, setidaknya dalam kurun waktu satu dekade terakhir, memang menjadi tim yang sama sekali tidak bisa diremehkan. Mereka sudah menjadi langganan penjagal raksasa Eropa di kompetisi tertinggi, hingga tak jarang mengirim bakat-bakat berkualitas tinggi ke klub yang tersebar di Benua Biru.

Ya, Salzburg memang terkenal sebagai klub yang rajin menelurkan bakat cemerlang. Alih-alih menghamburkan dana besar untuk mendatangkan pemain bintang, mereka justru memilih bersabar dengan menginvestasikan dana ke sistem pelatihan klub. 

Maka dari itu, wajar bila akhir-akhir ini, Red Bull Salzburg dikenal sebagai klub yang punya akademi ciamik, yang tak kalah elegan dari La Masia milik FC Barcelona hingga De Toekomst milik Ajax Amsterdam.

Taman Bermain Para Pemain Muda

Mulai beroperasi sejak September 2014, akademi Red Bull yang berada di atas lahan seluas 12 ribu meter persegi memiliki setidaknya 200 pesepakbola muda dari tujuh negara. 

Dengan slogan 'Enter The Next Level', pemain muda didikan akademi Red Bull memang disiapkan untuk menghadapi masa depan.

Layaknya taman bermain untuk anak-anak, suasana yang diciptakan oleh akademi ini juga sangat menyenangkan dan sarat akan teknologi tinggi. Terdapat enam lapangan sepakbola baik indoor maupun outdoor. 

Selain itu ada juga aula serta ruang atletik. Yang tak kalah menarik, semua fasilitas penunjang didukung oleh teknologi tinggi yang dapat membantu perkembangan setiap pemain didikan akademi.

Sistem pelatihan menarik serta pendekatan terbaik yang dilakukan oleh para pendidik membuat akademi ini berkembang begitu pesat. 

Hasilnya, anak-anak muda yang berlatih dan beraktivitas disini berhasil menjadi jawara di kompetisi UEFA Youth League pada tahun 2017 dengan mengalahkan tim-tim hebat macam Manchester City, Paris Saint-Germain, Barcelona dan Benfica.

Salah satu pembeda yang ditonjolkan dari akademi ini adalah filosofi permainan dan pelatihan. Dikatakan oleh CEO FC Liefering, Manfred Pamminger, setiap pelatih, karyawan, dan seluruh pemain beroperasi sesuai dengan ide yang memang sudah ditentukan. Filosofi dan semangat yang ditunjang dengan fasilitas berteknologi tinggi. Itulah kunci kesuksesan mereka.

Sebagai catatan, akademi ini juga menaungi FC Liefering.

Lantas, apa saja fasilitas terbaik dan juga teknologi tinggi yang digunakan di akademi Red Bull?

Fasilitas dan Teknologi Akademi Red Bull

(Sumber gambar: newyorkredbulls.com)
(Sumber gambar: newyorkredbulls.com)

Melansir dari situs redbull.com, fasilitas pertama yang banyak menarik perhatian adalah ruang atletik. Ruang ini dibentuk dengan tujuan untuk menciptakan pemain dengan kemampuan berlari yang baik dan berkecepatan tinggi. 

Di ruangan ini, para pemain akan berlatih dengan metode yang sedikit berbeda. Mereka akan mengikatkan sabuk di sekitar pinggul yang terhubung ke winch tali berteknologi tinggi yang dikendalikan komputer melalui kabel, dan berjalan melawan tingkat resistensi yang dapat disesuaikan sesuai kebutuhan.

Dengan teknologi tersebut, pelatih nantinya akan menganalisa kinerja setiap pemain untuk mendapatkan data seberapa kuat pemain dapat mengeluarkan kemampuan maksimalnya dalam berlari. Lebih dari itu, kekuatan pemain dalam mempertahankan lari level maksimal mereka juga dapat dinilai.

Tak cukup mengeluarkan data tentang level berlari setiap pemain, teknologi ini juga dapat mengetahui kaki sebelah mana yang menjadi kekuatan terbesar seorang pemain.

Jika semua data sudah terkumpul, maka proses latihan selanjutnya akan diberikan sesuai dengan porsinya masing-masing.

Fasilitas ini menjadi salah satu yang paling diandalkan akademi Red Bull karena memang mereka sangat membutuhkan pemain dengan kecepatan tinggi untuk menunjang skema permainan yang diterapkan di atas lapangan.

Kedua, ada fasilitas bernama the high-tech gym atau gym berteknologi tinggi. Tidak seperti gym pada umumnya, pemain yang masuk ke dalam fasilitas ini akan langsung dihadapkan dengan layar untuk mengukur kemampuan mereka. 

Setiap alat yang digunakan di fasilitas ini memiliki sensor terbaik sehingga setiap pergerakan pemain akan langsung terhubung ke komputer pelatih.

Dengan ini pelatih bisa langsung memantau aktivitas setiap pemain di gym, dimana mereka bisa memantau hal detail seperti seberapa kuat dan lamanya pemain mengangkat barbel, secara real time.

Kemudian ada lintasan lari anti gravitasi. Teknologi yang sudah dikembangkan untuk para astronot ini membuat pemain melakukan gerakan semacam moonwalk dengan tujuan agar mereka terbiasa dengan gerakan lari alami tanpa ancang-ancang.

Jelas Manfred Pamminger, pemain akan diminta untuk memakai pakaian super ketat lengkap dengan sebuah blower yang menciptakan tekanan di dalamnya untuk mengurangi berat badan hingga 80%. 

Mereka akan diminta berlari di sebuah track dengan kemiringan hingga 15 derajat, dimana hal tersebut dipercaya dapat meningkatkan tingkat kewaspadaan pemain.

Lebih dari itu, dijelaskan pula bahwa teknologi ini sangat membantu setiap pemain untuk pulih dari cedera lebih cepat. Seperti yang sudah kita sadari, seberapa fit pun seorang pemain sepakbola, cedera akan selalu jadi momok paling menakutkan.

Fasilitas selanjutnya yang tak kalah menarik adalah soccerbot 360. Nama yang membawa teknologi super canggih ini adalah Alexander Schmalhofer, yang merupakan kepala analisis pertandingan & proyek inovatif klub. 

Konsep dari teknologi ini adalah meminta pemain untuk menendang bola ke arah gawang, dimana gawang tersebut tergambar melalui sebuah proyektor yang diarahkan ke dinding.

Terdapat enam proyektor dengan gambar gawang yang memiliki ukuran yang relatif kecil. Latihan ini tak ubahnya menjadi sebuah permainan bagi para pemain muda akademi untuk meningkatkan kreativitas dan ketajaman akurasi tendangan.

Melalui gawang-gawang yang terpantul dari proyektor tersebut, pelatih akan mengetahui kemampuan operan, kecepatan menendang, hingga ketetapan pada sasaran yang telah ditetapkan dari setiap pemain.

Fasilitas yang kelima ada Local Position Measurement (LPM). Sistem ini memungkinankan pelatih mendapatkan data setiap detail gerakan pemain di atas lapangan. 

Data yang didapat dari teknologi ini akan sangat berguna bagi pelatih dan pemain itu sendiri untuk mengembangkan permainan. 

Karena inovasi itu mencakup data kecepatan pemain, perlambatan gerakan, peluang operan, penguasaan bola, hingga ke detail seperti detak jantung, pernapasan, sampai suhu kulit.

Yang membuat istimewa lagi, dikatakan bahwa sistem LPM 100 kali lebih presisi dari GPS.

Pemain Jebolan Akademi Red Bull

Dengan investasi yang dilakukan di sistem akademi, Red Bull Salzburg boleh dikatakan telah menuai hasilnya. Selain mampu merengkuh gelar liga secara beruntun, mereka juga bisa bicara banyak di level Eropa.

Beberapa pemain terbaik yang pernah mengenyam pendidikan di akademi ini adalah Xaver Schlager, yang sudah bergabung dengan Salzburg sebagai pemain muda pada 2012 silam. 

Menyumbangkan sebanyak empat gelar liga kepada Salzburg, Xaver Schlager kini jadi salah satu yang cukup diperhitungkan di Wolfsburg.

Kemudian ada nama Marcel Sabitzer yang meski tak bergabung dengan tim muda Salzburg, dia berhasil menjadi penggawa andalan di tim senior mereka. 

Merasakan sistem latihan dengan teknologi tinggi, Marcel Sabitzer yang kini berusia 28 tahun jadi buruan klub top Eropa hingga langkahnya bermuara di raksasa Bundesliga, FC Bayern.

Dia yang sempat tenar bersama RB Leipzig berhasil meraih gelar Liga Jerman pertamanya bersama FC Bayern pada musim 2021/22 lalu.

Masih dari pemain yang kini tampil untuk Bayern, Dayot Upamecano juga jadi salah satu alasan mengapa RB Salzburg jadi raksasa tak tersentuh di Austria. Dia sempat sumbangkan dua gelar liga sebelum akhirnya takdir membawanya ke kompetisi Jerman.

Selain nama yang memang sudah dikenal tersebut, pemain seperti Konrad Laimer, Martin Hinteregger, sampai Maximilian Wber dan Cican Stankovic juga jadi alasan mengapa kita layak beri tepukan meriah untuk kinerja yang dilakukan Red Bull dalam memberi fasilitas pelatihan terbaik, guna ciptakan bakat-bakat berkualitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun