Mohon tunggu...
Garin Nanda
Garin Nanda Mohon Tunggu... Freelancer - @garinnanda_

Mengemas sebuah cerita jadi lebih bermakna.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Lillian Thuram dan Perjuangan Taklukkan Panggung Sepak Bola

27 Juli 2022   08:50 Diperbarui: 27 Juli 2022   09:08 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu striker paling mematikan di dunia, Gabriel Batistuta, pernah mengatakan kalau dirinya sangat takut ketika harus berhadapan dengan Lilian Thuram. Pemain asal Argentina itu merasa sulit untuk bisa menembus lini pertahanan yang terdapat nama Thuram di dalamnya.

Hal itu diungkapkan oleh rekan mainnya di timnas Argentina, Gustavo Lopez. Pria yang kini berusia 49 tahun itu mengungkapkan secara gamblang bila sosok bek paling ditakuti Gabriel Batistuta adalah Lilian Thuram.

Kepada Cadena Ser, Lopez mengungkapkan alasan yang membuat Lilian Thuram begitu ditakuti Batistuta.

"Selain kokoh, dia itu cepat, unggul dalam duel udara, punya umpan silang bagus, dan tak pernah macam-macam dengan bola. Dia tak bisa diganggu, selalu fokus," urainya.

Gabriel Batistuta dan Lilian Thuram sendiri memang kerap bertemu di lapangan saat keduanya sama-sama berkiprah di kompetisi Serie A pada 1996 hingga 2003. Saat itu, sang bomber membela Fiorentina, AS Roma, dan Inter Milan, sedangkan sang bek tangguh membela Parma dan Juventus.

Tidak bisa disangkal memang bila nama Thuram merupakan salah satu bek terbaik di dunia. Segala hal yang dibutuhkan oleh seorang penjaga pertahanan murni dimiliki oleh ayah dari Marcus Thuram ini.

Dilahirkan di pulau Karibia, Thuram memiliki kewarganegaraan Perancis, setelah kedua orang tuanya memutuskan untuk menjadi imigran di negara tersebut. Thuram yang saat itu masih berusia sembilan tahun sudah memiliki tekad untuk menjadi seorang pemenang.

Thuram memulai langkahnya di Monaco pada tahun 1991. Meski hanya tampil sekali di musim pertamanya, Thuram berhasil mengangkat Monaco ke divisi pertama dan memainkan sebanyak 19 pertandingan setelahnya.

Pada musim selanjutnya, satu tempat di posisi belakang resmi jadi miliknya. Pasalnya, di sisa musim bersama Monaco, Thuram total memainkan sebanyak 155 pertandingan di kompetisi liga.

Lalu, setelah namanya mulai dikenal dunia, Parma resmi menjadi tim yang mendapatkan jasanya. Tepat pada tahun 1996, ia terbang ke Italia setelah mainkan laga debutnya bersama timnas Prancis dua tahun sebelumnya.

Bersama Monaco, Thuram berhasil memenangkan trofi Piala Prancis dan Piala Winners musim 1991/92.

Langkah pertamanya di Parma menjadi sebuah pertanda bahwa ia akan menuai kesuksesan besar. Pasalnya, di kompetisi Italia, ia menjadi salah satu bagian dari tim terbaik di era kejayaan Parma, sekaligus menjadi salah satu bek terbaik di kompetisi Italia.

Ada banyak sekali buktinya, salah satunya adalah ketika Thuram sudah diberi kesempatan sebanyak 40 kali di musim pertamanya. Ia bahkan berhasil mencetak satu gol dan membawa Parma bercokol di posisi kedua, tepat dibawah Juventus.

Dari musim ke musim, kesempatan yang diberikan tak pernah berkurang. Thuram selalu tampil konsisten hingga benar-benar membuat Parma menjadi tim yang layak ditakuti. Secara keseluruhan, dia telah memainkan sebanyak 200 laga untuk Parma dan berhasil sumbangkan sejumlah piala, yang mana membuat namanya semakin dikenal dunia.

Thuram, di beberapa musimnya bersama Parma berhasil sumbangkan piala bergengsi, seperti Piala UEFA, Coppa Italia, dan Piala Super Italia pada musim 1998/99.

Masa-masa itu memang tak ubahnya menjadi yang terbaik bagi Thuram. Karena seperti yang kita tahu, dia tak hanya bersinar di klub yang dibelanya, namun juga bersama timnas Prancis di ajang Piala Dunia 1998.

Lilian Thuram menjadi bagian dari era keemasan timnas Prancis yang begitu berjaya di tanah sendiri. Sepanjang karirnya bersama Tim Ayam Jantan, Thuram hanya berhasil mencetak dua gol saja. Kendati begitu, uniknya, gol tersebut dia ciptakan di pertandingan yang amat penting.

Di pertandingan semifinal melawan Kroasia, Thuram menjadi pahlawan timnas Prancis dengan mencetak dua gol kemenangan. Saat itu, Prancis merasa kesulitan ketika harus berhadapan dengan Kroasia yang memang tengah berada dalam performa mengejutkan.

Dia memborong dua gol saat timnas Kroasia masih tertinggal 0-1. Praktis, aksi luar biasanya itu berhasil membawa Prancis lolos ke partai final melawan Brasil.

Hebatnya, Prancis berpesta di depan para penggemar sendiri, setelah tampil superior dengan menang 3-0 atas tim samba.

Dua gol yang dicetak Thuram jelas menjadi pemulus bagi timnas Prancis. Berkatnya, negara yang beribukota di Paris itu berhasil meraih gelar Piala Dunia untuk kali pertama.

Namun perlu diketahui bahwa tidak mudah bagi Thuram untuk menjadi seorang bek tangguh, terlebih menjadi pahlawan di timnas Prancis. Pasalnya, dalam perjalanannya ia kerap mendapat pelecehan rasis.

Seperti diketahui, negara tersebut memang masih terdapat sejumlah oknum tak bertanggung jawab. Masih ada banyak sekali kasus rasisme yang menyerang para pemain kulit hitam.

Meski punya cerita yang tidak menyenangkan, setidaknya dia terus menjadi andalan. Setelahnya, trofi Piala Eropa tahun 2000 juga berhasil dibawanya pulang. Selain itu, di turnamen-turnamen berikutnya, nama Thuram masih terus terpampang di dalam daftar pemain timnas Prancis.

Melanjutkan karirnya di level klub, Thuram sebenarnya masih punya kesempatan untuk bisa berjaya dengan Parma. Akan tetapi, dia lantas pindah ke Juventus bersama dengan dua koleganya, Gianluigi Buffon dan Fabio Cannavaro.

Di klub terbaik asal Italia itu, karir dan performanya terus melesat tajam. Semua mengakui lini pertahanan Si Nyonya Tua yang begitu berbahaya ketika Thuram terlibat dalam sebuah pertempuran.

Ia begitu dominan, konsisten, dan tangguh kala serangan datang ke lini pertahanan. Lebih dari itu, Thuram merupakan sosok yang memiliki kekuatan besar. Kecepatan, stamina, serta teknik yang dimilikinya juga tak kalah mengagumkan.

Bagi siapapun yang menyaksikan aksinya di atas lapangan, semua pasti setuju jika nama Lilian Thuram layak disebut sebagai bek terbaik pada masa jayanya.

Kegemilangannya bersama Juventus tak hanya menyoal tentang aksinya di atas lapangan. Namun juga prestasi yang bisa turut dibanggakan. Selama berseragam Juventus, Thuram telah membuat kemitraan sempurna dengan nama-nama seperti  Ciro Ferrara, Paolo Montero, Gianluca Pessotto, Mark Iuliano, Alessandro Birindelli, Igor Tudor, Gianluca Zambrotta, Nicola Legrottaglie, Fabio Cannavaro, Giorgio Chiellini, Federico Balzaretti dan juga Jonathan Zebina.

Di musim pertamanya bersama Marcelo Lippi, Thuram berhasil persembahkan gelar Serie A dan mencapai final Coppa Italia. Di musim berikutnya, Juve berhasil dibawa menjadi juara Supercoppa Italia dan mempertahankan gelar Serie A mereka.

Sebetulnya, Thuram berkesempatan membawa Juventus menjadi raja Eropa. Namun sayang, di partai final mereka harus mengakui keunggulan rekan senegara, AC Milan.

Namun sayang, masalah yang sempat didapat di negara sendiri juga ia temui kala harus tampil di kompetisi Italia. Menurut Thuram, masyarakat Italia masing sering sekali berlaku rasis. Mereka seolah-olah tidak akan pernah menerima kehadiran pemain berkulit hitam, meski beberapa warga negaranya memiliki ras semacam itu

Hingga saat ini pun, Thuram masih mengecam perlakuan sejumlah suporter Italia yang selalu kelewatan dalam menghina seorang pemain berkulit hitam.

Perjalanannya bersama Juventus pada akhirnya terhenti oleh sebuah skandal sepak bola. Ketika itu, Juventus terbukti melakukan tindak kecurangan di kompetisi Italia. Klub dengan koleksi gelar Serie A terbanyak itu pun langsung mendapat sanksi dengan diturunkan ke kompetisi Serie B.

Thuram bersama dengan pemain lainnya putuskan hengkang. Dia yang menjadi salah satu bek terkuat di dunia memilih untuk bergabung dengan FC Barcelona. Sayang, ia tidak benar-benar meraih performa gemilang disana.

Hanya dua tahun bertahan di klub asal Katalan, Thuram putuskan berhenti dari dunia yang telah membesarkan namanya.

Thuram pensiun pada tahun 2008, di usia 36 tahun. Pasca berhenti dari dunia sepak bola, dirinya pun aktif sebagai duta UNICEF, dan sesekali mengisi waktu dengan menjadi seorang komentator di televisi Prancis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun