Selain hormat dengan teladan, prinsip, dan keberanian Gus Dur, Manuel Kaisiepo (2017) memiliki cerita. Menteri Negara Percepatan Kawasan Timur Indonesia era Presiden Megawati itu mengisahkan, ketika Kongres Rakyat Papua akan diselenggarakan, maka Gus Dur menyetujui kongres tersebut dilaksanakan.
Ketika kongres itu mau diadakan, semua orang protes. Itu separatis. Tetapi presiden (Gus Dur) menyetujui kongres itu diadakan. Bahkan, Gus Dur juga akan membantu terselenggaranya acara kongres tersebut, yaitu dengan memberikan bantuan pendanaan. Ini langkah Gus Dur yang dianggapnya nyeleneh, lain daripada yang lain.
Saat Gus Dur menemui kelompok separatis tersebut, banyak orang yang protes dan mengira bahwa Gus Dur menyetujui keberadaan mereka.
Gus Dur menegaskan bahwa semua yang ada di Papua adalah saudara-saudara dirinya, saudara sebangsa dan sesama manusia. Hal ini dilakukan Gus Dur tak lain untuk membangun kepercayaan masyarakat Papua kepada pemerintah.
Dalam sebuah diskusi di Kantor PBNU pada tahun 2007, Gus Dur yang sudah tidak lagi jadi presiden, kembali menyebut alasannya memperbolehkan bendera Bintang Kejora berkibar. Gus Dur menganggap bendera Bintang Kejora hanya bendera kultural warga Papua.
"Bintang kejora itu bendera kultural. Kalau kita anggap sebagai bendera politik, salah kita sendiri," kata Gus Dur saat di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta.
Gus Dur berkata kepada rakyat Papua; "Kalian boleh minta apa saja, saya akan berikan. Asal jangan berpisah. Saya akan datang ke Jayapura pada 1 Januari 2000, dan saya kembalikan nama Irian Jaya menjadi Papua. Saya juga amanatkan Bendera Papua boleh dikibarkan, sebagai lambang kultural, asal ukurannya lebih kecil dari Bendera Merah Putih, dan berkibar di bawah Bendera Merah Putih."
Bagi Gus Dur, di Indonesia hanya ada satu bendera. Yang lainnya adalah umbul-umbul. Beliau mengakhiri pesannya dengan mengatakan, "Gitu saja ko repot!"
Gus Dur memang aneh tapi nyata. Pemikiran Gus Dur sangat maju melampaui zaman, sehingga banyak ucapan dan tindakan beliau yang sering disalahpahami, memantik kontra, yang kadang datang dari pendukungnya, juga dari kalangan kiai dan internal NU, namun baru diketahui kebenarannya setelah beberapa tahun kemudian.
Diantara pemikiran Gus Dur yang kontroversi adalah pluralisme. Beliau bahkan dianggap liberal atas gagasan pluralisme tersebut. Pluralisme yang merupakan paham hidup bersama dalam sebuah kemajemukan, meliputi suku bangsa, keyakinan beragama, dan lain-lain.
"Dalam hal pluralisme, Gus Dur memiliki sebuah pemikiran yang sangat bagus dalam hal tasamuh (toleransi) antar umat manusia. Toleransi antar umat manusia ini yang akan mampu menciptakan kedamaian dunia, memangkas sekat-sekat pemisah untuk saling berinteraksi dengan damai," kata Abdir Rahman di SantriNews.com.