Khusus untuk Gibran sendiri, saya menyarankan sebaiknya tidak perlu banyak memaparkan program-program perekonomian yang terlalu teknis. Khawatir, bila semakin mendalam dan terus mengupas hal-hal teknis, justru akan menjadi bumerang bagi Gibran. Tapi, bukan berarti Gibran tidak punya gagasan mendalam. Hanya saja, gaya komunikasinya masih belum mendukung untuk mengeksplanasi secara ilmiah "daging dan jeroan" dari program perekonomiannya.
Lantas, Gibran musti bagaimana?Â
Sekali lagi, manfaatkan momentum tampil dalam Debat Cawapres itu. Hampir semua orang, termasuk saya, menanti-nanti penampilan Gibran. Manfaatkan itu penantian itu. Gibran harus tampil dengan semakin banyak membocorkan program-program kerja perekonomian terutama terkait sub-sub tema ekonominya. Tak usah mendetil penyampaiannya. Meskipun juga jangan hanya dipaparkan "setipis kulit ari".
Tapi ingat, program-program kerja perekonomian yang sejatinya adalah janji-janji kampanye itu, harus yang realistis dan bisa diwujudkan. Ya, realistis adalah "koentji".Â
Ingat kasus target penjualan telepon seluler Nokia pada musim dingin 1999? Tim marketing hanya berani menargetkan penjualan 400.000 unit. Tapi karena realistis dan dilakukan bersama-sama dengan penuh semangat, yang terjadi justru penjualan bisa mencapai 2 juta unit. Gibran, ingat janji-janji kampanye, program-program perekonomian berikut sub-temanya harus "mantap", berisi namun realistis dan bisa diwujudkan.
Janji politikus tidak selamanya negatif. Gibran tak usah takut untuk berjanji. Konsultan SDM terkemuka, Eileen Rachman dalam bukunya "Sukses Jadi Pemimpin" (Gramedia, 2017) menulis perihal "janji surga".
"Saking banyaknya "janji surga" yang kita dengar, kita bisa rasakan bahwa banyak dari kita meremehkan, mengolok-olok, dan tidak menganggap penting saat mengucapkan atau mendengar janji. Lihatlah betapa kita sering "menganggap angin" dan apatis terhadap janji-janji yang diucapkan seorang tokoh partai saat berkampanye. Padahal, janji sangatlah penting. Janji adalah "kontrak", meski tanpa landasan hukum. Kalau kita sama-sama membuang konsep dan kata "janji" dari khazanah penbendaharaan kata kita, kita akan kehilangan cara untuk membina kepercayaan satu sama lain di luar kontrak yang tertulis berdasarkan hukum. (halaman 250)
Jadi, Gibran bisa mulai dengan menyampaikan kembali beberapa janji-janji kampanye sebelumnya. Ini momentum, manfaatkan. Di saat banyak orang atau pemirsa ingin menyaksikan penampilan Gibran, maka tebarkanlah janji atau "kontrak" itu.
Seperti misalnya yang pernah disampaikan saat Gibran berbicara dalam gelar Konsolidasi Pemenangan Nasional "Waktunya Indonesia Maju" di Sentul, Jawa Barat, Ahad, 10 Desember 2023.
Ketika itu, Gibran menghadirkan sebuah gagasan yang diklaimnya konkret, bukan teori apalagi  retorika. Yaitu program makan siang gratis dan susu gratis untuk anak-anak.