Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Konektivitas Sistem Pembayaran ASEAN, Wujudkan Impian UMKM

20 Juni 2023   22:26 Diperbarui: 20 Juni 2023   23:27 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelanggan melakukan sistem pembayaran menggunakan QRIS. (Foto: Screenshot Youtube Bank Indonesia)

Masalahnya, ketika bertransformasi ke digitalisasi, UMKM menghadapi sejumlah tantangan. Survei bertajuk MSME Empowerment Report 2022 yang dilakukan DSInnovate kepada 1.500 pemilik UMKM menyimpulkan, sedikitnya ada empat kendala utama yang dihadapi UMKM. Yaitu, 70,2% pemilik UMKM bermasalah dalam hal melakukan pemasaran produk; 51,2% bermasalah dengan akses permodalan; 46,3% terkait pemenuhan bahan baku; dan 30,9% bermasalah dalam mengadopsi digital.

Tabel kendala UMKM untuk digitalisasi. Sumber: Survei bertajuk MSME Empowerment Report 2022 yang dilakukan DSInnovate. 
Tabel kendala UMKM untuk digitalisasi. Sumber: Survei bertajuk MSME Empowerment Report 2022 yang dilakukan DSInnovate. 

Terkait permasalahan mengadopsi digital, UMKM umumnya punya beberapa tantangan. Antara lain, pertama, kurangnya infrastruktur digital yang andal. Mengutip Databoks Katadata, jumlah penduduk Indonesia mendominasi di Asia Tenggara atau mencapai 40,9%. Tapi, meski memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, nyatanya masih banyak wilayah terpencil atau pedesaan di Indonesia yang belum memiliki akses konektivitas internet. Sudah barang tentu hal ini akan mempersulit UMKM di area tersebut untuk memanfaatkan teknologi digital.

Kedua, kurangnya keterampilan dan pengetahuan digital di kalangan para pemilik UMKM dan jajaran karyawannya, terutama UMKM yang ada di daerah pedesaan.

Dan ketiga, tantangan adopsi digital dalam bentuk keamanan. Seluruh pengelola UMKM wajib memiliki keahlian atau anggaran guna mengimplementasikan protokol keamanan yang dapat melindungi aset digitalnya. Ini sangat penting. Karena, ditemukan fakta dan data bahwa 44% serangan siber di dunia maya menyasar ke usaha kecil.

Terkait tantangan keamanan, Bank Indonesia sudah mengantisipasi dan memitigasi hal tersebut. Yakni melalui guliran Program S.I.A.P QRIS (Sehat, Inovatif, Aman, Pakai QRIS). Ini merupakan upaya Bank Indonesia dalam mengomunikasikan penggunaan QRIS untuk memperluas akseptasi, edukasi, dan literasi QRIS kepada seluruh lapisan masyarakat, serta mendorong UMKM masuk ke ekosistem digital.

Harapannya, dengan semakin banyak pelaku UMKM yang go digital tentu akan mendongkrak transaksinya. Bila transaksinya semakin banyak, kreasi produk semakin baik dan berdaya saing sehingga UMKM naik kelas bukan hanya sebuah jargon kosong semata. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun