Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kolaborasi, Kunci Ekosistem Dirgantara Indonesia "Terbang Lebih Tinggi" (1)

21 Desember 2022   05:33 Diperbarui: 21 Desember 2022   10:51 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Produk Unggulan. Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia. (Sumber: indonesian-aerospace.com)

Mewujudkan Visi Indonesia 2045 Menjadi Negara Maju Sebelum 100 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, salah satunya hendak diwujudkan  melalui pengembangan Industri Kedirgantaraan Nasional.

Terkait hal itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas telah meluncurkan dokumen Peta Jalan Pengembangan Ekosistem Industri Kedirgantaraan 2022-2045. Roadmap ini untuk menciptakan industri dirgantara yang tangguh dan berdaya saing global.

"Peta jalan industri kedirgantaraan dibutuhkan guna menciptakan industri yang tangguh dan berdaya saing menuju Indonesia Emas 2045," ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam Indonesia Development Forum (IDF) 2022, di Bali, Senin (21/11/2022).

Dalam dokumen Peta Jalan yang diunggah Perpustakaan Bappenas itu disebutkan, dua pilar ekosistem industri kedirgantaraan terdiri dari Produk Dirgantara, serta Jasa Dirgantara dan Ekosistem Pendukung.

Terkait pilar Produk Dirgantara dalam hal ini Industri Pesawat Terbang diproyeksikan pada 2045 menjadi produsen pesawat tipe Turboprop berkapasits kurang dari 100 kursi dengan teknologi terkini. Kemudian, menjadi produsen Large Cargo Drone berkapasitas dua ton. Dan, menjadi produsen utama Flight Simulator.

Sedangkan untuk Komponen dan Rantai Pasok, antara lain menargetkan pada 2045 dapat meningkatkan dua kali Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk komponen pesawat terbang. Menjadi bagian dari Tier 1 Aerostructure Gobal. Meningkatkan market share hingga dua persen dari Rantai Pasok Global industri komponen pesawat.

Deputi Bidang Ekonomi Bappenas, Amalia Adininggar Widyasanti. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)
Deputi Bidang Ekonomi Bappenas, Amalia Adininggar Widyasanti. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)

Untuk pilar Jasa Dirgantara dan Ekosistem Pendukung, dokumen peta jalan untuk Maintenance, Repair, Overhaul (MRO) dan purnajual diproyeksikan mencapai daya serap layanan MRO sebesar 2 miliar dolar Amerika Serikat.

Adapun untuk Jasa Penerbangan dan Kebandar-udaraan memuat dua target yakni menghubungkan 263 kota di Indonesia, dan 135 kota di luar negeri dengan Standar Keselamatan dan Layanan Tinggi. Lalu, mampu melayani peningkatan jumlah lalu lintas pesawat, penumpang dan kargo sebanyak tiga hingga empat kali lipat.

Di sisi lain, termuat juga Enam Misi Pengembangan Industri Kedirgantaraan, yaitu Menguatkan industri pesawat terbang, komponen, dan rantai pasok kedirgantaraan; Meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan; Meningkatkan kualitas dan relevansi riset, kerekayasaan, dan rancang bangun; Meningkatkn efektivitas regulasi dan tata kelola kelembagaan; Meningkatkan ketersediaan dan kualitas infrastruktur kedirgantaraan; serta, Meningkatkan investasi, kemitraan, dan pendanaan.

Terkait tahapan pengembangan industri dirgantara, dibagi dalam beberapa fase, yaitu 2022-2024 melakukan penguatan konsolidasi, 2025-2029 dilakukannya peningkatan kapasitas dan kemitraan strategis, 2030-2034 meningkatkan komersialisasi, 2035-2039 menguatkan inovasi, dan terakhir atau 2040-2045 menerapkan pertumbuhan berkelanjutan dan berdaya saing.

Kedirgantaraan, Pengungkit Proses Industrialisasi

Sementara itu, menurut Deputi Bidang Ekonomi Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti yang akrab disapa Winny menjelaskan, mengembangkan industri kedirgantaraan nasional akan berdampak pada bergeraknya pula industrialisasi di Indonesia. Hal ini dikarenakan industri kedirgantaraan memiliki karakteristik yang unik.

Winny menyampaikan optimisme itu di acara Indonesia Development Forum (IDF) 2022 yang bertajuk "The 2045 Development Agenda: New Industrialization Paradigm for Indonesia's Economic Transformation", yang diselenggarakan pada 21-22 November 2022 di Bali.

"Jadi, kalau kita bisa mendorong industri pesawat terbang, maka industri-industri terkait lainnya juga akan ikut bergerak. Akibatnya, ini akan menciptakan efek pengganda bagi perekonomian Indonesia. Dan yang paling penting adalah ini bisa mendukung proses adopsi teknologi untuk meningkatkan produktivitas ekonomi Indonesia," ujarnya.

Deputi Bidang Ekonomi Bappenas, Amalia Adininggar Widyasanti. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)
Deputi Bidang Ekonomi Bappenas, Amalia Adininggar Widyasanti. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)

Ditambahkan Winny, salah satu kunci untuk kita bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, hanya bisa dengan peningkatan produktivitas. "Tanpa peningkatan produktivitas, Indonesia tidak bisa tumbuh tinggi secara berkelanjutan untuk jangka panjang."

Winny juga mengutip pernyataan Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa saat melaporkan pelaksanaan IDF 2022. "Bahwa, dari tahapan industrialisasi di Indonesia maka human capital intensive industry merupakan sektor industri yang bisa memberikan nilai tambah terbesar, diantara industri-industri lainnya," tukasnya.

Bila menimba pengalaman Amerika Serikat misalnya, ujar Winny, maka industri kedirgantaraan merupakan industri dengan rata-rata upah terbesar kedua setelah sektor Teknologi dan Informasi (IT). Artinya, negara yang ingin meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat, maka harus bisa menciptakan sektor-sektor yang bisa memberikan penciptaan lapangan kerja, yang memberikan upah atau pun gaji yang tinggi kepada pegawainya. "Dampaknya, kita bisa memberikan atau mendorong peningkatan pendapatan perkapita yang merupakan salah satu ukuran apakah negara tersebut masuk dalam middle atau high income."

Yang paling penting juga, imbuh Winny, industri kedirgantaraan memiliki efek pengganda tenaga kerja hingga sebesar 2,5 kali lipat. "Maknanya, kalau kita bisa menciptakan 1 juta lapangan kerja di industri pesawat terbang, maka dengan penciptaan itu bisa menggandakan lagi penciptaan lapangan kerja secara tidak langsung hingga sebesar 2,48 juta lapangan kerja," jelasnya.

Ini artinya, tambah Winny, efek pengganda dari pengembangan sektor kedirgantaraan adalah sebesar 2,5 kali lipat. Betapa besarnya. Karena industri kedirgantaraan ini memiliki efek keterkaitan "ke belakang" dan "ke depan" yang sangat tinggi. "Sehingga bisa menjadi pengungkit bagi proses industrialisasi Indonesia masa depan."

Deputi Bidang Ekonomi Bappenas, Amalia Adininggar Widyasanti. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)
Deputi Bidang Ekonomi Bappenas, Amalia Adininggar Widyasanti. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)

Mengembangkan industri kedirgantaraan, tutur Winny, efeknya dapat menggerakkan industrialisasi. Karena karakteristik industri kedirgantaraan yang memang unik.

"Disinilah, kita memiliki tantangan untuk bagaimana bisa sama-sama mengembangkan industri kedirgantaraan di Indonesia. Ini tidak bisa diserahkan secara sendiri-sendiri, misalnya hanya ke PT Dirgantara  Indonesia (PTDI) saja. Tidak. Ini harus kita kerjakan secara collaborative effort. Kalau kita ingin meningkatkan daya saing secara cepat, mendorong pertumbuhan ekonomi secara progresif, maka yang paling penting adalah kita harus melakukan collaborative effort," urainya seraya mengingatkan agar PTDI, Pemerintah, Akademisi, dan semua Stakeholders terkait pengembangan ekosistem industri kedirgantaraan harus bekerja bersama-sama dan saling bahu-membahu.

Winny menegaskan,peluncuran Peta Jalan Pengembangan Ekosistem Industri Kedirgantaraan untuk Industri Kedirgantaraan Indonesia yang Tangguh dan Berdaya Saing, saat hari pertama acara puncak IDF 2022, diharapkan mampu mendorong tidak hanya produk kedirgantaraan saja, tapi juga industri jasa kedirgantaraan, dan ekosistem pendukung lainnya.

Winny pun kembali mengingatkan pentingnya semangat berkolaborasi. "Kalau kita lihat siapa saja ekosistem pemangku kepentingan di industri kedirgantaraan ini, pelaku dan juga pemangku kepentingannya sudah sangat banyak di Indonesia. Tinggal kita memberikan wadah kolaborasi dan memastikan masing-masing kepentingan ini tidak jalan sendiri-sendiri. Memastikan semua berjalan untuk mewujudkan visi satu, visi yang sama memperkuat ekosistem kedirgantaraan di Indonesia. Dengan demikian industri kedirgantaraan ini kami harapkan nantinya akan menjadi penggerak industrialisasi Indonesia. Terutama alam rangka kita mewujudkan dan menjalankan transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Karena nantinya industri kedirgantaraan ini akan mendorong strategi nomor dua yaitu peningkatan produktivitas sektor ekonomi melalui proses industrialisasi," tutur Winny berapi-api.

Beberapa tipe pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia. (Sumber: indonesian-aerospace.com)
Beberapa tipe pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia. (Sumber: indonesian-aerospace.com)

Mantan Staf Ahli Menteri Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Kementerian PPN/Bappenas ini juga menuturkan, salah satu fokus pembahasan pada IDF 2022 adalah untuk menjalankan Peta Jalan Ekosistem Industri Kedirgantaraan, dimana pasti membutuhkan Financing atau Pembiayaan model bisnis baru. Karena tentunya, pengembangan industri kedirgantaraan diharapkan tidak sepenuhnya tergantung kepada Anggaran dari Pemerintah.

"Tetapi, bagaimana kita memobilisasi dan mengembangkan model bisnis baru guna mendorong, mengembangkan dan mewujudkan Indonesia menjadi salah satu produsen pesawat terbang terkemuka di dunia. Terutama kita harus menjadi pemain sendiri di dalam pasar domestik, untuk menghubungkan satu wilayah dengan wilayah lain. Dan tentunya yang paling penting adalah bahwa produk terbaru dari PTDI yaitu N219, yang tidak ada kompetitornya di dunia, dibutuhkan oleh karakteristik negara seperti Indonesia. Yaitu, punya banyak pulau-pulau dan kurang dapat membangun landasan yang panjang di daerah pegunungan," ungkap alumnus ITB yang melanjutkan program magister di Rensselaer Polytechnic Institute, Troy, Amerika Serikat dan program doktoral di University of Melbourne, Australia ini.

Kemandirian Teknologi dan Tingkat Lokal Konten

Sementara itu, Direktur Pengelolaan Risiko Keuangan Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Heri Setiawan dalam sambutannya mewakili Menteri Keuangan mengungkapkan, pandemi COVID-19 berdampak pada perekonomian nasional dan global.

"Periode 2020-2022 merupakan tahun penuh tantangan. Tak hanya di bidang ekonomi namun juga di seluruh aspek kehidupan. Pandemi COVID-19  berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk industri penerbangan. Meski begitu, pada industri penerbangan, lembaga Airports Council International (ACI) memproyeksikan, industri penerbangan domestik akan lebih cepat pulih dibanding industri penerbangan internasional," tuturnya.

Direktur Pengelolaan Risiko Keuangan Negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Heri Setiawan. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)
Direktur Pengelolaan Risiko Keuangan Negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Heri Setiawan. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)

Selama dua tahun pertama pandemi COVID-19, lanjut Heri, jumlah penumpang penerbangan secara global di seluruh bandara telah berkurang hingga 11,3 miliar orang. Namun demikian, ACI memproyeksikan jumlah penumpang domestik global akan mencapai level seperti 2019 atau kembali seperti sebelum masa pandemi COVID-19 pada akhir 2023 mendatang. "Sedangkan jumlah penumpang internasional akan mencapai level kembali ke tahun 2019 pada kuartal keempat 2024, atau setahun lebih lambat daripada penumpang domestik."

Terkait hal itu, untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional dan reformasi struktural pasca-pandemi COVID-19, lanjut Heri, pemerintah tetap berkomitmen mendorong pembangunan infrastruktur nasional dan pengembangan industri-industri strategis.

"Industri kedirgantaraan merupakan salah satu industri yang memiliki peran penting, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang disatukan oleh wilayah perairan dan udara. Sehingga, memerlukan sistem transportasi nasional yang andal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, konektivitas dan memperkokoh kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dan, pesawat terbang menjadi alat transportasi vital untuk menghubungkan seluruh wilayah Indonesia itu," urainya.

Dilanjutkannya, industri kedirgantaraan juga merupakan salah satu industri unggulan Indonesia. "Karena memiliki potensi penciptaan nilai tambah besar, menghasilkan produk dengan kandungan teknologi tinggi, dan memiliki kaitan erat dengan rantai nilai global (global value chain). Dengan semakin berkembangnya industri dirgantara nasional, maka terbuka peluang untuk bekerja sama dengan industri sejenis di luar negeri, seperti dengan Boeing dan Airbus," harapnya.

Sejalan dengan tujuan tersebut, imbuhnya, dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035, pemerintah menetapkan industri alat transportasi sebagai salah satu dari enam industri andalan, dengan fokus pengembangan pesawat, komponen dan perawatan pesawat.

Beberapa tipe pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia. (Sumber: indonesian-aerospace.com)
Beberapa tipe pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia. (Sumber: indonesian-aerospace.com)

Lebih lanjut lagi, Kementerian PPN/Bappenas juga telah meluncurkan Peta Jalan Ekosistem Industri Dirgantara Nasional 2022-2045. "Diharapkan, ekosistem industri dirgantara juga akan semakin optimal, apalagi bila bila terdapat proyek pengembangan riil-nya di Indonesia. Kita patut bangga memiliki PTDI yang merupakan satu-satunya industri pesawat udara di Asia Tenggara. Sejak 1976 hingga kini, PTDI telah memproduksi lebih dari 180 unit pesawat berbagai tipe, seperti CN235, CN295, NC212 dan berbagai jenis pesawat udara lainnya yang telah diserahkan ke pengguna. Tak hanya di ranah domestik, kualitas pesawat buatan PTDI juga telah diakui dan diminati dunia. Diantaranya dibuktikan dengan keberhasilan PTDI untuk mengekspor pesawat terbang tipe CN235 ke Nepal dan Senegal, hingga yang terbaru yaitu pesawat terbang tipe NC212i ke Thailand."

Produksi PTDI diharapkan tidak berhenti pada produk CN235 saja. Heri menuturkan harapannya, agar PTDI terus berinovasi mengembangkan pesawat baru guna memenuhi berbagai jenis kebutuhan alat angkut, serta dapat mengembangkan pasar di dalam maupun luar negeri. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dukungan dan sinergi berbagai pihak.

"Salah satunya, antara pelaku industri dan lembaga pendidikan yang diharapkan akan semakin meningkatkan kemandirian teknologi dan tingkat lokal konten kedepannya. Khususnya, pada program pesawat terbang N219," ujarnya.

Tidak dapat dipungkiri, lanjut Heri, keberlangsungan industri penerbangan membutuhkan keterlibatan pemerintah dan ekosistem industri kedirgantaraan itu sendiri. "Antara lain meliputi, manufaktur, operasi, pendanaan, dan dukungan purnajual yang perlu dibangun bersama-sama secara nasional."   

Oleh karena itu, Heri menegaskan, pemerintah selalu berupaya mendukung pengembangan industri kedirgantaraan melalui berbagai kebijakan. Misalnya, kebijakan fiskal seperti pajak dan bea masuk, serta kebijakan investasi.

"Dalam rangka mendorong ekspor produk kedirgantaraan, pemerintah telah memberikan dukungan berupa program penugasan khusus ekspor atau National Interest Action (NIA) kepada lembaga pembiayaan ekspor Indonesia. Hal ini untuk menyediakan fasilitas pembiayaan, penjaminan, dan asuransi kepada industri kedirgantaraan. Dukungan fasilitas nasional NIA ini sudah dimanfaatkan oleh PTDI sejak 2017, untuk mendanai proyek penjualan pesawat CN235 ke Nepal dan Senegal," tutur Heri.

Di tahun 2021, katanya lagi, dukungan program NIA telah diperluas. Tidak hanya pesawat terbang saja, namun mencakup seluruh alat transportasi yang meliputi Perkapalan, Perkeretaapian, Kedirgantaraan, Alat Transportasi Khusus, Komponen Alat Transportasi, dan atau Pendukung Alat Transportasi. Dengan program NIA, diharapkan industri alat transportasi akan semakin berkembang serta menciptakan potensi ekspor jangka panjang.

Produk Unggulan. Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia. (Sumber: indonesian-aerospace.com)
Produk Unggulan. Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia. (Sumber: indonesian-aerospace.com)

Dukungan terhadap industri kedirgantaraan tidak hanya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat tapi juga melibatkan peran dari Pemerintah Daerah. Untuk mendukung sektor transportasi dan logistik di tingkat lokal, penggunaan produk PTDI dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah, utamanya yang memiliki wilayah geografis yang luas dan sulit dijangkau.

Pemerintah Daerah dapat menggunakan berbagai alternatif sumber pembiayaan pembangunan, infrastruktur serta alat transportasi kedirgantaraan, dengan tetap mengutamakan prinsip akuntabilitas dan tata kelola yang baik.

Selanjutnya untuk mewujudkan ekosistem industri nasional yang kokoh perlu ada sinergi dari sisi perencanaan serta pelaksanaan program antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

Pengembangan industri kedirgantaraan, kata Heri lagi, harus selaras dengan komitmen Pemerintah menangani perubahan iklim, yang menargetkan penurunan emisi pada tahun 2030 sebesar 31,89 persen dengan usaha sendiri, dan 43,20 persen dengan dukungan internasional.

"Hal tersebut mengingat data Air Transport Action Group menunjukkan bahwa penerbangan di seluruh dunia menghasilkan 915 juta ton CO2 pada tahun 2019, atau 2,1 persen dari total seluruh emisi CO2 sebesar 43 miliar ton. Jadi, marilah kita tingkatkan sinergi yang baik antara berbagai pihak dalam rangka menyiapkan ekosistem industri kedirgantaraan Indonesia, guna mempercepat pemulihan dan pertumbuhan ekonomi nasional," tutup Heri.

Solusi Transformasi Ekonomi untuk Pengembangan Wilayah

Satu-satunya industri pesawat terbang sekaligus yang pertama di Indonesia dan di Asia Tenggara adalah PTDI. Menurut Direktur Produksi PTDI, Batara Silaban, sejak keberadaannya 46 silam, PTDI telah mengirim ratusan pesawat kepada puluhan pelanggan di dalam dan luar negeri.

“PTDI sejak keberadaannya pada 1976, sudah men-delivered 466 pesawat, kepada lebih dari 50 customer baik di dalam maupun luar negeri. Kami saat ini memiliki 3.700 karyawan dimana 700 diantaranya adalah insinyur. PTDI juga memiliki dua anak perusahaan di Indonesia dan di Amerika Serikat. Kami memiliki empat lini bisnis yaitu Aircraft Design and Production, Aerostructure, Aircraft and Engine Services, dan tak kalah penting adalah Engineering Services and Weapon System. Tentunya, kompetensi dan kemampuan yang sudah ada sejak 46 tahun silam ini merupakan aset bangsa bersama stakeholders yang lain, sehingga bisa menjadi tulang punggung industri kedirgantaraan Indonesia,” urainya.

Fitur dan keunggulan N219 buatan PT Dirgantara Indonesia. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)
Fitur dan keunggulan N219 buatan PT Dirgantara Indonesia. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)

Khusus mengenai produk unggulan N219, Batara menyebut, peran pesawat yang satu ini berpotensi menjadi salah satu solusi konektivitas, dan solusi mendukung transformasi ekonomi untuk pengembangan wilayah.

“Pengembangan N219 adalah untuk menjangkau daerah-daerah yang sangat sulit, dan daerah perintis. Desain N219 memang diawali dengan latarbelakang kewilayahan Indonesia yang banyak memiliki daerah-daerah dengan kategori dataran tinggi, landasan pacu atau landasan udara pendek serta tidak siap ‘lepas landas’, operasi bandara terbatas, cuaca tidak menentu, fasilitas bandara terbatas, dan daerah berpegunungan seperti Papua,” tutur Batara.

Dilanjutkannya, Indonesia memiliki 265 bandara perintis, 90 bandara dengan landasan pacu kurang dari 1.000 meter, dan 48 landasan pacu tak beraspal. Semua ini dapat dilayani dengan menggunakan pesawat N219 yang memang didesain untuk memenuhi rute-rute seperti demikian. “N219 memang didesain sejak awal sesuai kebutuhan karakteristik archipelago Indonesia,” urainya.

Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)
Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)

Batara menyebut, N219 memang di-deployed untuk memenuhi konektivitas, logistik, distribusi, dan memenuhi kebutuhan di daerah-daerah perintis. “Tak hanya itu, konfigurasi N219 juga bisa dibuat untuk kepentingan health service, kemudian disaster relief. N219 juga untuk kepentingan defence system, dan juga sudah dipikirkan untuk mendukung industri tourism. Jadi, N219 bisa di-desain dengan konfigurasi-konfigurasi kebutuhan yang ada. Inilah tentunya diantara keunggulan dari N219,” urainya.

PTDI mengestimasi, Indonesia membutuhkan 131 unit N219 guna memenuhi semua kebutuhan tadi. “Sampai dengan saat ini kami sudah mengidentifikasi memproyeksikan sejumlah 131 pesawat, baik itu dari segi basic aircraft 77 unit, dan amfibious 54 unit, untuk komersial, local government, kemudian defence sector, dan juga untuk kepentingan kelembagaan,” ujar Batara.

Diungkapkan pula sejumlah kontrak pembelian N219. “Kami mengucapkan terima kasih kepada PT KLI (perusahaan Indonesia yang bergerak di bidang pertambangan, perdagangan dan logistik), yang sudah menandatangani 11 unit. Ada juga kontrak yang terdekat yakni 10 unit untuk penerbangan TNI AD. Kemudian tiga unit untuk Pemda Kepri. Kami tentunya butuh juga dukungan sumber pembiayaan misalkan dari Penerbad, dari Departemen Keuangan, dukungan untuk bagaimana sumber pembiayaan yang tentunya juga dari skema-skema pembiayaan lainnya, supaya PTDI segera bisa bergiat,” jelasnya lagi.

Menurut Batara, beberapa kegiatan sudah mulai dikerjakan demi bisa mengejar target first flight. “Karena kalau kita menunggu, bisa-bisa tahun ketiga dari sekarang. Tapi tentunya, dengan memperhitungkan risk management yang ada, kita sudah mulai beberapa detail part. Sehingga pada saatnya nanti, first aircraft-nya kita bisa delivered yang pertama 24 bulan dari sekarang. Itu yang kami rencanakan,” urainya.

Batara juga merinci sejumlah fitur dan keunggulan yang dimiliki N219. “Cabin-nya luas, memiliki kemampuan short take off landing kurang dari 800 meter, punya wide window, dan full glass cockpit. Ini semua rancangan dari teman-teman engineer,” bangganya.

Direktur Produksi PTDI, Batara Silaban. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)
Direktur Produksi PTDI, Batara Silaban. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)

Lantas, bagaimana dengan kandungan komponen lokal yang dibenamkan di pesawat N219?

”Ini salah satu juga dorongan dari pemerintah dan Bappenas, N219 memiliki komponen lokal hingga 44,69 persen. Selain itu, didalam pengembangan N219 sudah melibatkan 19 industri lokal, tiga institusi pendidikan termasuk Institut Teknologi Bandung (ITB), dan lembaga-lembaga lainnya. Pemerintah meminta kita menaikkan TKDN sampai 60 persen. Ini tak bisa hanya PTDI sendiri yang mewujudkan. Harus dilakukan dengan ekosistem. Sehingga tidak hanya memberi value added bagi PTDI, tapi juga bagi ekosistem industri kedirgantaraan secara keseluruhan,” harapnya.

Batara juga mengungkapkan pencapaian PTDI yang pada Desember 2020 lalu berhasil mendapatkan sertifikat tipe Pesawat N219 dari Kementerian Perhubungan.

”Itu adalah betul-betul satu perjuangan, suatu perjalanan panjang dari semua stakeholders. Sehingga kita bisa mendapatkan tipe sertifikat itu. Mulai dari engineer, BRIN, Lapan, institusi pendidikan, dan PTDI sendiri, itu semua kerja keras untuk menghasilkan satu tahapan di dalam rancang bangun pesawat sampai mendapatkan tipe sertifikat. Untuk PTDI, melibatkan kurang lebih 400 engineer guna menghasilkannya. Ini pengalaman yang mungkin enggak mudah didapatkan. Kita sering juga mengirimkan ke luar negeri, tapi yang ini merupakan satu kumulatif kompetensi, tentang bagaimana merancang langsung pesawat dan sampai di-sertifikasi. Ini pengalaman pertama bagi Indonesia khususnya,” jelasnya sembari mendapat applause hadirin.

Saat ini, PTDI tengah mengembangkan pesawat N219 tipe amfibi. “Indonesia punya 17.000 pulau. Sebutlah contoh, Kepulauan Riau yang memiliki 2.484 pulau dan punya 10 airport. Kemudian Maluku Utara yang punya 834 pulau dan memiliki 10 airport. Dua provinsi ini menjadi contoh daerah yang memerlukan pesawat-pesawat N219 tipe amfibi. Terkait hal ini, PTDI mengidentifikasi, dalam 10 tahun mendatang (2022-2032), ada kebutuhan kurang lebih ada 67 pesawat amfibi untuk mendukung pengembangan pariwisata. Juga untuk menghubungkan antar-daerah yang memang lebih accesible melalui perairan. Taruhlah market share target-nya mencapai 80 persen, maka dalam 10 tahun mendatang, jumlah pesawat amfibi yang dibutuhkan adalah 54 unit,” tutur Batara.

PTDI tengah mengembangkan N219 tipe Amfibi. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)
PTDI tengah mengembangkan N219 tipe Amfibi. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)

Batara melanjutkan, pengembangan yang sedang dilakukan PTDI adalah melakukan improve basic aircraft N219 tipe amfibi, begitu juga dari segi performance-nya. “Kita sudah melakukan penjajakan kerjasama kemarin dari Tim Bappenas dengan PT DI, bagaimana melihat potensi kerja sama dengan provider untuk kita bangun float kits-nya termasuk twin composite float-nya. Selanjutnya, diharapkan pada 2024, pesawat amfibi kita bisa dapat sertifikasi. Mohon dukungan dari semuanya termasuk dari Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU)--sebagai garda terdepan mewujudkan keselamatan penerbangan--supaya ini bisa terpenuhi pada waktunya,” tuturnya.

Terkait rencana produksi PTDI, Batara menuturkan, korporasinya berharap first delivery bisa dijadwalkan pada Agustus 2024. “Tapi, semua itu perlu kerja keras. Kami akan bertahap untuk meningkatkan kapasitas, empat unit per tahun sampai dengan ke-12 pesawat per tahun. Kita akan bangun dua line untuk final assembly-nya. Dan untuk merealisasikan ini, tentu PTDI butuh investasi. Bagaimana kami punya nanti Reliable Supply Chain, Efficient Manufacturing, Shopfloor Visual Management, dan Semi-Automation Assembly and Functional Test. Kami mengundang para partner dan investor, supaya kita bisa betul-betul meningkatkan produksi ini. Dan tentunya dengan demand yang tadi kami estimasikan 131 unit pesawat tadi, kita harapkan delivered-nya tidak terlalu lama untuk para customer," serunya.

Batara melanjutkan, untuk strategi industrialisasi, didalam industri penerbangan bila bicara supply chain sama kompleksnya dengan unsur-unsur dari segi pabrikan lain yang mengalami hal sama.

”PTDI menyadari, ini yang harus dibangun, misalnya vendor managed inventory dan general purchasing agreement with strategic vendor. Adapun metode-metode yang akan kita terapkan tentunya adalah berdasarkan best practice yang ada. Kemudian, ada juga jig panelisation technology. Intinya, membangun ekosistem aerospace manufacturer, dan pada akhirnya dari industrial maturity menuju advancement dengan adanya automation," urainya.

Terkait upaya membangun ekosistem manufaktur aerospace Indonesia, imbuh Batara, PTDI sudah mengidentifikasi dan memiliki daftar industri lokal swasta yang cukup banyak terlibat, dan berpotensi ikut serta dalam mengembangkan N219. Misalnya untuk perusahaan lokal yang untuk menyediakan Sheet Metal Part, Machining Part, Frame atau Chasis, Shock Absorber, Cabin Window, Avionid dan Electronic dan sebagainya,” jelasnya.

Direktur Produksi PTDI, Batara Silaban. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)
Direktur Produksi PTDI, Batara Silaban. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)

Diingatkan Batara, yang tak kalah penting dalam merancang, membuat dan men-delivered pesawat, tidak lengkap tanpa membangun ekosistem purnajual.

“Ini dimulai dari pihak authority, aircraft manufacturer, vendor/OEM, MRO Company, dan Training Center. Kita tidak ingin men-delivered 131 unit pesawat tapi tidak memiliki save, reliable and efficient operations. Ekosistem ini yang akan kita bangun bersama para partner dan investor,” optimisnya.

Batara berharap, peran dan dukungan pemerintah pusat serta daerah terus ditingkatkan guna memprioritaskan N219 untuk pasar nasional, karena kandungan lokalnya sudah mencapai 40 persen.

“Juga, untuk memiliki harga yang kompetitif di pasar domestik, terdapat implementasi pembebasan pajak (barang mewah) untuk pelanggan domestik AOC dan pemerintah daerah. Dukungan pemerintah agar pengguna N219 diprioritaskan untuk rute perintis dalam negeri. Dan, dukungan pemerintah kepada pemerintah daerah dalam memanfaatkan N219 sebagai transportasi udara daerahnya,” tuturnya.

Direktur Produksi PTDI, Batara Silaban. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)
Direktur Produksi PTDI, Batara Silaban. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)

Kesimpulannya, tukas Batara, pesawat N219 akan berperan sebagai salah satu penyedia solusi guna memenuhi rute perintis domestik dan akan menjadi pemeran utama konektivitas antar pulau. “Lalu, sinergi dan kolaborasi (Pemerintah, Industri, dan Institusi Pendidikan) akan berperan penting untuk menyukseskan ekosistem kedirgantaraan di Indonesia,” Batara mengakhiri sesinya.

(*) Bersambung ke: Kolaborasi, Kunci Ekosistem Dirgantara Indonesia "Terbang Lebih Tinggi" (2)


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun