Batara juga mengungkapkan pencapaian PTDI yang pada Desember 2020 lalu berhasil mendapatkan sertifikat tipe Pesawat N219 dari Kementerian Perhubungan.
”Itu adalah betul-betul satu perjuangan, suatu perjalanan panjang dari semua stakeholders. Sehingga kita bisa mendapatkan tipe sertifikat itu. Mulai dari engineer, BRIN, Lapan, institusi pendidikan, dan PTDI sendiri, itu semua kerja keras untuk menghasilkan satu tahapan di dalam rancang bangun pesawat sampai mendapatkan tipe sertifikat. Untuk PTDI, melibatkan kurang lebih 400 engineer guna menghasilkannya. Ini pengalaman yang mungkin enggak mudah didapatkan. Kita sering juga mengirimkan ke luar negeri, tapi yang ini merupakan satu kumulatif kompetensi, tentang bagaimana merancang langsung pesawat dan sampai di-sertifikasi. Ini pengalaman pertama bagi Indonesia khususnya,” jelasnya sembari mendapat applause hadirin.
Saat ini, PTDI tengah mengembangkan pesawat N219 tipe amfibi. “Indonesia punya 17.000 pulau. Sebutlah contoh, Kepulauan Riau yang memiliki 2.484 pulau dan punya 10 airport. Kemudian Maluku Utara yang punya 834 pulau dan memiliki 10 airport. Dua provinsi ini menjadi contoh daerah yang memerlukan pesawat-pesawat N219 tipe amfibi. Terkait hal ini, PTDI mengidentifikasi, dalam 10 tahun mendatang (2022-2032), ada kebutuhan kurang lebih ada 67 pesawat amfibi untuk mendukung pengembangan pariwisata. Juga untuk menghubungkan antar-daerah yang memang lebih accesible melalui perairan. Taruhlah market share target-nya mencapai 80 persen, maka dalam 10 tahun mendatang, jumlah pesawat amfibi yang dibutuhkan adalah 54 unit,” tutur Batara.
Batara melanjutkan, pengembangan yang sedang dilakukan PTDI adalah melakukan improve basic aircraft N219 tipe amfibi, begitu juga dari segi performance-nya. “Kita sudah melakukan penjajakan kerjasama kemarin dari Tim Bappenas dengan PT DI, bagaimana melihat potensi kerja sama dengan provider untuk kita bangun float kits-nya termasuk twin composite float-nya. Selanjutnya, diharapkan pada 2024, pesawat amfibi kita bisa dapat sertifikasi. Mohon dukungan dari semuanya termasuk dari Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU)--sebagai garda terdepan mewujudkan keselamatan penerbangan--supaya ini bisa terpenuhi pada waktunya,” tuturnya.
Terkait rencana produksi PTDI, Batara menuturkan, korporasinya berharap first delivery bisa dijadwalkan pada Agustus 2024. “Tapi, semua itu perlu kerja keras. Kami akan bertahap untuk meningkatkan kapasitas, empat unit per tahun sampai dengan ke-12 pesawat per tahun. Kita akan bangun dua line untuk final assembly-nya. Dan untuk merealisasikan ini, tentu PTDI butuh investasi. Bagaimana kami punya nanti Reliable Supply Chain, Efficient Manufacturing, Shopfloor Visual Management, dan Semi-Automation Assembly and Functional Test. Kami mengundang para partner dan investor, supaya kita bisa betul-betul meningkatkan produksi ini. Dan tentunya dengan demand yang tadi kami estimasikan 131 unit pesawat tadi, kita harapkan delivered-nya tidak terlalu lama untuk para customer," serunya.
Batara melanjutkan, untuk strategi industrialisasi, didalam industri penerbangan bila bicara supply chain sama kompleksnya dengan unsur-unsur dari segi pabrikan lain yang mengalami hal sama.
”PTDI menyadari, ini yang harus dibangun, misalnya vendor managed inventory dan general purchasing agreement with strategic vendor. Adapun metode-metode yang akan kita terapkan tentunya adalah berdasarkan best practice yang ada. Kemudian, ada juga jig panelisation technology. Intinya, membangun ekosistem aerospace manufacturer, dan pada akhirnya dari industrial maturity menuju advancement dengan adanya automation," urainya.
Terkait upaya membangun ekosistem manufaktur aerospace Indonesia, imbuh Batara, PTDI sudah mengidentifikasi dan memiliki daftar industri lokal swasta yang cukup banyak terlibat, dan berpotensi ikut serta dalam mengembangkan N219. Misalnya untuk perusahaan lokal yang untuk menyediakan Sheet Metal Part, Machining Part, Frame atau Chasis, Shock Absorber, Cabin Window, Avionid dan Electronic dan sebagainya,” jelasnya.
Diingatkan Batara, yang tak kalah penting dalam merancang, membuat dan men-delivered pesawat, tidak lengkap tanpa membangun ekosistem purnajual.