Jangan pernah lagi membuang minyak goreng bekas (jelantah) ke tempat sampah. Apalagi ke selokan air.
Lebih baik, kumpulkan jelantahnya. Masukkan dalam wadah tertutup. Memanfaatkan botol-botol dan wadah bekas, adalah pilihan yang paling tepat. Lantas, hendak digunakan untuk apa jelantah-jelantah itu?
Di rumah, kami sekeluarga biasa memanfaatkan jelantah untuk dibuat menjadi lilin. Bukan sekadar lilin, tapi nyala apinya juga menimbulkan aroma wewangian. Menghadirkan relaksasi yang sekaligus bisa menjadi pengusir nyamuk. Tepatlah bila itu disebut lilin aroma terapi.
Cara membuat lilin aroma terapi mudah sekali. Begitu juga, bahan-bahan untuk membuatnya mudah diperoleh.
Untuk membuat lilin aroma terapi, saya menyiapkan bahan-bahannya, mulai dari: jelantah sebanyak 150 mililiter, stearin 50 gram (ini adalah bahan pengeras untuk lilin yang akan dibuat); crayon bekas (yang sudah patah atau tidak terpakai); pewarna makanan (bisa diganti pewarna alami seperti ungu bunga telang, merah sisa potongan buah bit dan buah naga, merah maroon bunga rosela, kuning dari kunyit); essential oil sebagai pewangi lilin aroma terapi; sumbu untuk lilin dari benang katun (sebaiknya jangan gunakan benang polyester agar nyala sumbu api sempurna); dan wadah gelas kaca (atau bekas suvenir yang tidak terpakai).
Membuat lilin aroma terapi dari jelantah, tidaklah sulit. Mulai dengan memanaskan jelantah dengan api kecil, tak perlu sampai mendidih. Sesudah jelantah cukup panas, masukkan stearin. Lalu aduk-aduk hingga mencair dan menyatu dengan sempurna. Siapkan wadah gelas kaca. Tuangkan minyak yang sudah dipanaskan dalam wadah lalu masukkan serutan crayon. Bila crayon belum tercampur dan membuat warna sesuai pilihan, maka jelantah dan stearin bisa dipanaskan lagi. Jika ingin warna lilin lebih pekat, maka tambahkan serutan crayon.
Masukkan essential oil secukupnya, kemudian aduk-aduk hingga menyatu. Siapkan gelas yang sudah diberi sumbu. Untuk cara memberi sumbu, potong benang katun sesuai ukuran, lalu beri penyangga atas dengan bambu tusuk sate. Tuangkan campuran jelantah, stearin, crayon dan essential oil secukupnya, selagi hangat ke wadah gelas. Ingat, posisi sumbu harus presisi di tengah wadah dan tersembul ke atas. Lalu biarkan "adonan" lilin menjadi dingin, membeku dan mengeras.
Mudah bukan? Hasilnya pun ciamik!
Selain untuk membuat lilin aroma terapi, jelantah juga bisa digunakan untuk membuat sabun batangan. Bukan untuk cuci muka apalagi mandi, tapi sabun ini digunakan untuk mencuci perkakas dapur dan lainnya.
Jelantah juga bisa digunakan untuk bahan bakar lampu minyak, biodiesel, pakan ternak, sabun cair pembersih noda cat minyak, pelumas peralatan rumah tangga dan lainnya.
Melakukan berbagai kreasi dengan jelantah -- limbah minyak rumah tangga dari sisa hasil penggorengan yang telah digunakan berulang kali --, disadari atau tidak termasuk dalam mata rantai Ekonomi Sirkular.
Ekonomi Sirkular merupakan sebuah alternatif untuk ekonomi linier tradisional dimana pelaku ekonomi menjaga agar sumber daya dapat dipakai selama mungkin, menggali nilai maksimum dari penggunaan, kemudian memulihkan dan meregenerasi produk serta bahan pada setiap akhir umur layanan.
Ellen Macarthur Foundation (2009), menciptakan istilah "Circular Economy" dengan tujuan mempercepat transisi menuju ekonomi melingkar. Tapi diingatkan, Ekonomi Sirkular membutuhkan dukungan dari semua pemangku kebijakan agar mampu membantu mengimplementasikan Ekonomi Sirkular lebih dari sekedar pemahaman dan edukasinya saja, tapi juga menciptakan perubahan.
Ya, perubahan untuk sadar menerapkan ekonomi melingkar yang mampu memperlambat perubahan iklim global.
Ketua Umum KADIN yang juga Presiden Direktur Indika Energy M. Arsjad Rasjid P.M saat berbicara dalam Indy Fest 2021 bertajuk Net-Zero Emission pada (19/10/2021) menjelaskan, bicara perubahan, orang paling kurang suka dengan perubahan. Setiap perubahan harus dilakukan perlahan, tapi seiring proses yang ada dan terus berjalan. Tinggal bagaimana menyiapkan insentif, regulasi dan penaltinya. Ekonomi Sirkular saat ini potensial dilaksanakan berkat dukungan dan spirit dari kalangan milenial yang sadar bahwa "We have to change".
Manfaat penerapan Ekonomi Sirkular antara lain, pengurangan emisi karbon, menghasilkan peluang ekonomi melalui pengurangan sampah, menstimulasi pertumbuhan bisnis dan inovasi baru, serta menambah peluang usaha dan lapangan kerja.
Upaya pengurangan emisi karbon dan berketahanan perubahan iklim yang berkelanjutan, menjadi komitmen Pemerintah dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) ke-12 yaitu "Responsible Consumption and Production".
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024, juga mencakup intervensi Kebijakan Pembangunan Rendah Karbon dan Berketahanan Iklim dengan menekankan prioritas pada lima sektor. Yaitu, penanganan limbah dan Ekonomi Sirkular, Pengembangan industri hijau, Pembangunan energi berkelanjutan, Rendah karbon laut dan pesisir, serta Pemulihan lahan berkelanjutan.
Terkait "Penanganan Limbah dan Ekonomi Sirkular", dalam hal ini jelantah, data riset Traction Energy Asia menyebut, konsumsi minyak goreng Indonesia pada 2019 sebanyak 13 juta ton atau 16,2 juta kilo liter. Naasnya, dari jumlah itu jelantah yang dikumpulkan se-Indonesia hanya 3 juta kilo liter, atau kurang dari 18,5% sisa konsumsi minyak goreng yang bisa dikumpulkan sebagai bahan baku jelantah.
Mayoritas sisanya kemana? Tertelan saat kita mengonsumsi panganan gorengan, atau hanya terbuang begitu saja?
Praktik sehari-hari, tidak sedikit masyarakat yang memakai jelantah karena faktor menghemat pengeluaran. Padahal jelantah berbahaya bagi kesehatan. Minyak goreng yang telah dipakai berulang-ulang kali, akan mengalami banyak reaksi yang dapat menyebabkan menurunkan kualitas minyak.
Penurunan kualitas minyak yang terdapat pada jelantah, ditandai dengan munculnya bau tidak sedap, warna yang tak jernih bahkan coklat kehitaman, dan berbusa. Jelantah juga mengandung akrilamida, radikal bebas, dan asam lemak trans (lemak jenuh yang menggemukkan). Terlebih kalau warnanya sudah kecoklatan dan teksturnya kental. Kalau dipanaskan lagi, semakin tinggi kandungan senyawa-senyawa karsinogenik (pemicu penyakit kanker) di dalamnya.
Jelantah, biasanya juga dibuang begitu saja ke saluran pembuangan. Padahal, jelantah yang terbuang ke pipa pembuangan bisa menyumbat pipa karena pada suhu rendah minyak maupun lemak bakal membeku dan mengganggu jalannya air di saluran pembuangan. Minyak ataupun lemak yang mencemari perairan juga bisa mengganggu ekosistem perairan, karena dapat menghalangi masuknya sinar matahari yang sangat dibutuhkan oleh biota hayati perairan. Itulah alasan, mengapa foto larangan membuang jelantah ke selokan ditampilkan pada awal tulisan ini!
Sukses membuat lilin aroma terapi dan sabun cuci batangan untuk perkakas, keluarga kami lantas berhasrat menjadi "pengepul" jelantah. Mulai dari dapur milik antar-keluarga, antar-teman dan antar-tetangga. Salah satu caranya, dengan menawarkan untuk memberikan lilin aroma terapi dalam wadah gelas kaca, asalkan ditukar dengan kumpulan jelantah bekas dari limbah dapurnya.
Tekad jadi "pengepul" itu didasari juga dengan rasa kepo, penasaran, kemana "raibnya" mayoritas minyak goreng bekas pakai dari masyarakat? Mengapa hanya kurang dari 18,5% saja sisa konsumsi minyak goreng yang terkumpulkan sebagai jelantah? Selain, sebagai aksi nyata mendukung terwujudnya Net-Zero Emissions.
Ngeri membayangkan, andaikata mayoritas minyak goreng bekas dibuang-buang masyarakat ke lahan tanah, perairan, selokan dan lainnya secara sembarangan. Betapa hebat dampak kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkan dari pembuangan jelantah secara sembrono itu.
Padahal, andaikata setiap rumah tangga mau mengumpulkan jelantah secara rutin dan dalam jumlah cukup banyak, maka hasilnya bisa disetorkan ke Bank Sampah untuk diuangkan.
Saat ini, sudah banyak 'kok unit-unit Bank Sampah di perkotaan maupun pedesaan yang turut mengepul jelantah. Tidak gratis 'lho. Ada "cash back" atau pengembalian dalam berbagai bentuk, kepada siapa saja yang mengumpulkan jelantah.
Bentuknya bisa uang tunai sesuai berat jelantah yang ditimbang. Atau, pengepul yang mendapat "keuntungan" dari jelantah hasil setoran warga, mengembalikan sebagian keuntungan itu dalam berbagai rupa. Misalnya, sembako dan sudah tentu minyak goreng kemasan baru.
Jadi, ayo turut berpartisipasi mendukung perwujudan Net-Zero Emissions atau NZE. Caranya, bisa melalui gerakan Ekonomi Sirkular dengan 5R atau Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali), Recycle (mendaur ulang), Recover (memulihkan), dan Revalue (memberikan nilai tambah). Salah satu contoh pekerjaan ramah lingkungan dari konsep Ekonomi Sirkular, yaitu kegiatan daur ulang atau pengolahan sampah. Termasuk dalam kaitan ini, mengalap berkah dengan mengolah jelantah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H