Selama ini, Yayasan Kehati, menurut Renata lagi, punya program pengembangan sorgum yang berkelanjutan. Sorgum sudah membawa banyak perubahan.
Ia mencontohkan pendirian Decoturisme Agrowisata (Desa Wisata) di Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT). "Selain itu, saat ini 95 persen profesi masyarakat merupakan petani. Potensi pertanian sawah dan kebun tanaman pangan, perkebunan, ikan air tawar dan ragam buah menggembirakan. Anak-anak muda tidak sungkan untuk kembali ke kampung lalu bertani," jelasnya.
Pangan itu Kedaulatan
Langsung dari NTT, Maria Loretha yang tergabung dalam Perhimpunan Petani Sorgum untuk Kedaulatan Pangan, menuturkan berbagai macam benih sorgum.
"Perburuan bibit sorgum sudah saya lakukan sejak 2007. Benih pertama yaitu "Watablolo Mea" berasal dari Agustinus yang tinggal di Desa Nobo, Kecamatan Ile Bura, Kabupaten Flores Timur. Lalu, "Mesak Hitam" asal Desa Siru, Kecamatan Lembor, Kabupaten Mabar. Kita tidak boleh mengarang-ngarang asal-usul bibit sorgumnya, yang berasal dari mana-mana saja," urainya.
Ia yang biasa dipanggil Mama Sorgum atau Mama Tata juga menyebut benih sorgum "Pega Lolo" juga diperolehnya dari Desa Pajinian, Kecamatan Adonara Barat, Kabupaten Flores Timur. Benih itu berasal dari Bernadus Soge pada 2010 lalu.
"Adapun benih "Wolo Blolo" dari Kopong Goalin, dimana asal benihnya yaitu dari Desa Wolo, Kecamatan Adonara Barat, Kabupaten Flores Timur, pada 2013. Masih banyak lagi jenis benih sorgum yang saya temukan. Misalnya, "Waiotan" dan "Wolo Blolo" pada 2011. Lalu "Wataru Hamu Tuji"(2012) asal Desa Hambuang Kecamatan Londalima, Sumba Timur. Dan, "Warujoru" (2014)," ujar Maria.
Saat melihat banyak sekali benih sorgum berwarna-warni, ia sempat berucap syukur sambil mempertanyakan kebijakan pemerintah yang kurang berpihak pada pangan lokal.