Akhirnya pertengahan Maret ini, Masjid Al-Aqsa resmi ditutup sementara. Pengurus masjid suci ketiga umat muslim itu beralasan demi mengurangi penyebaran pandemi Virus Corona (COVID-19). Meski ditutup, Direktur Masjid Al-Aqsa, Omar Kiswani mengatakan, shalat berjamaah masih tetap bisa dilakukan di wilayah terbuka kompleks Al-Aqsa.
Saya langsung memikirkan suasana di Al-Aqsa pasti lengang. Tapi ternyata enggak segitunya juga keleus. Kehadiran peziarah tetap tinggi. Pada Minggu (15 Maret 2020) misalnya, shalat berjamaah tetap banyak yang hadir.
Seperti foto yang dijepret oleh Ammar Awad dari Reuters para jamaah lelaki nampak berbaris persis di sisi luar pintu Masjid Al-Aqsa Kuno (Masjid Qibli). Ini bukan masjid yang berkubah emas itu ya, karena kalau yang itu banyak yang menyebut sebagai Dome of The Rock (Kubah Batu), tapi fungsinya ya masjid juga didalamnya.
Di Dome of The Rock, foto Ammar Awad juga menunjukkan sejumlah jamaah perempuan menunaikan shalat di halaman “masjid kubah batu” itu.
Sedih juga menyaksikan foto yang merekam penutupan masjid-masjid di kompleks Al-Aqsa itu. Meski saya tetap masih bersyukur karena animo peziarah nyatanya pantang surut meski ditakdirkan belum diizinkan masuk ke area dalam.
Saya juga membayangkan para personel keamanan Israel bisa semakin santai menjaga lorong demi lorong, pintu demi pintu, gang demi gang, yang menjadi akses menuju (maupun keluar) kompleks Al-Aqsa.
Personel militer Israel biasanya berseragam hitam-hitam, lengkap dengan senjata mekaniknya. Personel perempuan dengan rambut tergerai panjang dan pirang “menyilaukan”.
Ketika itu, Selasa 25 Februari 2020, di Negara Palestina hari sudah sore. Di Kota Tua Yerusalem itu, hujan baru saja mengguyur. Saya dan rombongan turun dari bus. Bergegas menyusuri tembok tinggi yang berwarna krem batu pualam. Inilah Gerbang Jaffa atau Jaffa Gate, salah satu dari tujuh gerbang terbuka utama di tembok Yerusalem. Dalam Bahasa Arab julukannya Bab al-Khalil atau Bab Mihrab Dawud (Gerbang Kamar Daud). Sementara Bahasa Ibrani menyebutnya Sha’ar Yafo.
Mirip benteng? Ya, iya karena gerbang tua yang pintu masuknya berbentuk huruf ‘L” itu berkaitan dengan pertahanan militer klasik yang diterapkan otoritas Ottoman (Utsmaniyah). Gerbang ini juga berhadapan langsung dengan Jalan Raya Jaffa yang sore itu cukup macet lalu-lintasnya. By the way, nama Gerbang Jaffa sudah digunakan penguasa Ottoman sejak 1538.
Jadi enggak aneh, selain banyaknya peziarah yang mengenakan jaket tebal, ada juga sejumlah pria Yahudi dengan busana setelan jas panjang hitam, bertopi bundar hitam (fedora), dan berjambang panjang (peyot). Mengapa mereka pilih memanjangkan jambang lalu kadang dikepang dan dibiarkan menjuntai dari pipi dekat telinga?
Konon, itu untuk mencirikan tampil beda dengan Muslim Yaman kala itu. Terus kenapa pilih jas warna hitam? Bukan karena mereka lagi berduka, tapi katanya itu simbolis terkait kegiatan ibadah saja.
Tour guide kami memang iseng. Saat melangkah persis di gerbang, ia menunjuk ke dinding sisi kanan. Entah apa yang ia katakan pada bagian awalnya. Tapi saya hanya sempat mendengar ujung kalimatnya. “ ……… setiap peziarah selalu memegang itu,” ujarnya. Lha? Enggak berapa lama, sejumlah rekan serombongan ada yang coba menyentuh benda kecil yang dipasang di dinding kanan itu. Sesuai apa yang disampaikan tour guide.
Dalam kepercayaan Yahudi, mezuzah biasanya berisi salinan ayat suci kitab. Tujuannya, konon untuk mengusir roh jahat atau hantu.
Ada juga yang menyebut berfungsi sebagai “jimat” pembawa keberuntungan. Lha? Terus ngapain kita yang non-Yahudi mau-mauan ikut menyentuhnya … qiqiqiqiqiii
Sesudah memasuki Gerbang Jaffa, suasana bertambah ramai. Maklum, ternyata di dalam gerbang itu kita langsung disambut dengan suasana pasar.
Sebelum lebih jauh, tour guide kami berhenti sejenak dan memberitahu bahwa di dinding gerbang yang baru saja kami lewati, ada tulisan “Omar Ibn Khattab Square”. Lho, kenapa koridornya dituliskan nama khalifah kedua umat muslim itu? Segera kita temukan jawabannya.
Sesudah kita lewati Gerbang Jaffa, enggak jauh dari situ ada dua makam yang dipagar besi warna hitam. Unik juga ini, ujug-ujug ada dua makam yang tiada nama dan keterangan di nisannya. Tapi hikayat lokal menyatakan, dua makam itu merupakan makam dua arsitek yang merencanakan pembangunan tembok kota suci.
Tapi rupanya hasil kerja keduanya kurang memuaskann Raja Sulaiman. Karena tidak memasukkan Makam David dan Gunung Zion ke dalam bahagian tembok Yerusalem. Akibatnya Sulaiman murka, dan memerintahkan kedua arsitek dipenggal lehernya. Tapi, ada juga hikayat yang menyebutkan bahwa keduanya sengaja dibunuh atas perintah Sulaiman, karena mengetahui sisi kelemahan rahasia kota.
Di seberang makam, atau sisi kanan dari Gerbang Jaffa ada lokasi ziarah umat Yahudi. Namanya The Citadel (Tower of David). Menara Daud yang dimaksud sebenarnya merupakan menara masjid pada masa Ottoman. Jauh sebelum itu, saat era Romawi, lokasi ini dibangun sebagai bagian dari benteng pertahanan oleh Raja Herodes Agung.
Ada juga cafe tempat hang-out yang kayaknya endeus banget menikmati secangkir kopi karena suasananya sempurna, sore habis hujan. Paling ujung tadi, ada kantor pos dan money changer.
Tapi jangan salah. Sepertinya keriuhan pasar di sini seolah kurang cocok untuk peziarah muslim deh. Karena segala suvenir yang dijajakan, lebih tepat untuk peziarah nonmuslim saja.
Bahkan kalau boleh saya bilang, cuma buat kaum Yahudi saja. Mengapa? Ya, cobalah tengok foto kios suvenir itu. Baca tulisan yang disablon pada kaosnya. Banyak yang bertuliskan “I Love Israel”. “Wah, kaosnya ‘cocok’ tuh dipakai di Indonesia,” guyon seorang rekan sambil terkekeh.
Masih di sablonan kaosnya. Ada juga yang memuat tulisan “Don’t Worry Be Jewish”, atau “Don’t Worry America, Israel Is Behind You”. Selain itu, ada juga logo huruf “S” untuk “Superman” yang dipelesetkan jadi “Super Jew”. Dan, masih banyak lagi “keyahudian” lainnya. “Ngeri-ngeri ya baca tulisan di kaosnya,” ujar rekan saya Indra Maysala.
Banyak juga pernak-pernik suvenir yang dijual berupa lambang Israel, Menorah. Gambar mirip tujuh wadah lilin yang sepintas kayak seperti bentuk trisula Menorah itu menurut banyak sumber, melambangkan pencerahan universal.
Sedangkan dua ranting Pohon Zaitun di kanan-kirinya melambangkan perdamaian. What?! Perdamaian?! Nah mustinya Israel mengimplementasikan damai di dunia (Timur Tengah) sesuai lambang agamanya itu dong. Jadi jangan caplok sana-sini tanah air negara orang (baca: Palestina).
Kalau mau dibayangin lorong-lorong jalan atau gang di pasar yang kami lalui itu, suasananya mirip Pasar Glodok atawa Pasar Baru, Jakarta Pusat. Jalanannya terbuat dari batu-batu alam warna kuning kecoklatan. Artinya tidak becek tanah atau lumpur. Cuma ya gitu, ukuran batunya bervariasi, jadi kurang nyamanlah buat jalan kaki sehabis hujan. Tapak kaki musti hati-hati, takut terpeleset karena bebatuannya licin.
Aktivitas jual-beli di pasar persis di kompleks kota suci, seperti Yerusalem ini sebenarnya enggak aneh. Karena sebelas-dua belas sama kondisi di dua kota suci, Mekkah dan Madinah.
Terus melangkahkan kaki, saya tak tahu arah. Kaki ini hanya mengikuti kemana saja tour guide melangkah. Hingga sampailah di Masjid Umar bin Khattab. Jangan bayangkan masjidnya luas dan dikelilingi tanah lapang. Tidak. Masjid ini justru seolah terhimpit di tengah suasana pasar.
Masjid Umar bin Khattab bermula dari tahun 636 M/15 H. Ketika itu Islam dibawah pimpinan Khalifah Umar bin Khattab memasuki Yerusalem. Islam pun berkuasa tanpa harus berperang. Padahal saat itu, Yerusalem dibawah kekuasaan orang Kristen Bizantium dengan pimpinan mereka, Patriak Sophronius.
Terjemahan “Omariya Treaty” itu, antara lain memuat janji Umar bin Khattab ra:
“Ini adalah jaminan keamanan yang hamba Allah, Umar, Amirul Mukminin, telah memberikan kepada orang-orang Yerusalem. Dia telah memberikan mereka jaminan keamanan bagi diri mereka sendiri untuk rumah-rumah mereka, gereja-gereja mereka, salib mereka, orang sakit dan sehat, kota dan untuk semua ritual milik agama mereka. Gereja-gereja mereka tidak akan dihuni oleh umat Islam dan tidak akan hancur. Baik mereka, maupun tanah mereka, atau salib mereka, atau rumah dan bangunan mereka tidak akan rusak. Mereka tidak akan dipaksa masuk Islam. Tidak akan ada pula orang Yahudi yang tinggal bersama mereka di Yerusalem. Orang-orang Yerusalem harus membayar pajak seperti orang-orang dari kota-kota lain dan harus mengusir Bizantium dan para perampok.” Dan seterusnya.
Teks perjanjiannya dipampang di Masjid Umar bin Khattab, Bentuknya seperti marmer abu-abu keputihan dan tulisannya dengan warna hitam. Sayangnya, kok hanya ditulis dalam Bahasa Arab aja sih? (Saran aja buat pengelola ziarah kota suci, sebaiknya tuliskan juga terjemahan naskah perjanjian itu dalam Bahasa Inggris).
Sementara Qasem Abu Dyyeh di bukunya "Al Aqsa dan Ibrahimi di Tanah Palestina, Masjid Tersuci ke-3 dan ke-4 di Dunia" menulis, "Tak lama kemudian, umat muslim pun mendirikan masjid di tempat Umar shalat tersebut, yang dipersembahkan sebagai penghormatan kepada sang Khalifah yang berhati mulia ini". (hal. 26)
Oh ya, setiap koridor atau gang di Kompleks Al-Aqsa ini memang punya nama dan kisahnya masing-masing. Maklum, Yerusalem ini kan kota suci tiga agama samawi (Islam - Nasrani - Yahudi). Masing-masing pasti punya versi riwayatnya sendiri.
Lokasi Masjid Umar ada di sisi tenggara Al-Aqsa. Ada pintu besi berwarna hijau untuk masuk ke masjidnya. Di atas pintu besi ada tulisan “Mosque of Omar - For prayers only”. Setelah melewati pintu besi, kita meniti beberapa anak tangga besi berwarna hijau juga. Sebelum turun ke halaman, di sisi kiri ada sejumlah toilet. Tempat wudhu terpisah, yaitu di sisi kanan bawah tangga masuk. Airnya … brrrrrrr, dingin benerrrrr gaessss ...
Dimensi Masjid Umar bin Khattab berukuran 30m x 8m. Saat berada di halaman masjid ini, yang juga memukau yaitu satu menara cukup tinggi di sisi kiri. Sementara masjidnya - dengan dinding sisi luar berbentuk setengah lingkaran - tertutup jendela-jendela kaca. Di bagian bawah menara ada spanduk yang terpasang. Tulisannya: La ilaha illa Allah. Jesus Said: “I am indeed a slave of Allah, Allah is my Lord and your Lord, so worship Him Alone”. (Quran 3:51)
Demi mengejar waktu shalat Maghrib dijamak dengan Isya di Al-Aqsa, kami pun bergegas meninggalkan Masjid Umar bin Khattab. Keluar melalui pintu masuk sebelumnya.
Langkah kaki kembali blusukan keluar masuk koridor atau gang-gang di pasar. Sesekali penjual juice menyapa supaya membeli dagangannya. Satu dua kali pula penjaja kios suvenir menyaksikan dan melihat kami dengan seksama. Entah curiga atau karena alasan lainnya. Tapi karena semua perempuan di rombongan kami berjilbab, para penjaja suvenir itu juga seolah tahu diri untuk TIDAK menawarkan dagangannya yang didominasi simbol “keyahudian” kepada kami.
Hanya saja ada yang agak kurang mengenakkan. Saya ingat betul, sebagian rombongan berpapasan dengan seorang pemuda yang ketika lewat melontarkan komentar seolah jijik karena kami terpapar Virus Corona. Mungkin karena penampilan kami yang tampak “Asia banget” dan beberapa rekan mengenakan masker medis pula. “Enak aja dia nyebut kita (terinfeksi) Corona,” kesal seorang teman.
“Siapkan paspor! Karena ada pemeriksaan peziarah oleh aparat Israel,” seru tour guide. Saya pun sigap menyiapkan paspor. Oh ya, paspor menjadi barang paling penting kalau kita berziarah dan “berkeliaran” di Yerusalem apalagi sekitar Al-Aqsa. Karena ya seperti saat ini, tentara Israel memeriksa paspor dan isi tas yang kami bawa.
Tapi (lagi-lagi) mungkin karena isu COVID-19 maka para aparat Israel penjaga pintu akses itu jadi kurang ketat melakukan pemeriksaan. Alih-alih memeriksa isi tas bawaan kami, pemeriksaanya hanya dilakukan sekilas. Mereka seolah enggan berlama-lama berinteraksi dengan rombongan kami. Pasti karena paranoid sama isu Corona yaaa.
Usai diperiksa, kami pun melewati lorong dan gerbang akses melengkung yang dilengkapi pintu besi berwarna hijau, menuju area terbuka. Dan ternyata sungguh di luar dugaan, kami sudah langsung berada di dekat antara lokasi Masjid Kubah Batu (Dome of The Rock) di sisi kiri dan Masjid Al-Aqsa (Qibli) di sebelah kanan.
Chain Gate menjadi satu dari tujuh gerbang utama di kompleks Al-Aqsa. Enam gerbang lainnya adalah Gate of the Moors, Cotton Merchants’ Gate, Iron Gate, Council Gate, Gate of Darkness, Gate of the Tribes, dan Golden Gate. Coba, kira-kira Anda pernah masuk ke Kompleks Al-Aqsa melalui gate yang mana? Dan saat keluar, melalui gate yang mana pula?
* Damascus Gate (Bab El-Amoud). Ini adalah gate terbesar. Israel sudah melakukan penggalian arkeologi di sini.
* Herods Gate (Bab Assahera). Gerbang kecil di utara Kota Tua yang mengarah ke Kawasan Muslim.
* Jaffa Gate (Bab El-Khalil). Gerbang Jaffa adalah pintu masuk barat utama ke Kota Tua. Bab El-Khalil adalah gerbang turis. Toko-toko di sekitar gerbang itu murni untuk wisatawan.
* Zion Gate (Bab Ennabi Daoud). Gerbang ini menghubungkan Perempatan Armenia dengan Gunung Sion, yang terletak di luar tembok dan berfungsi sebagai perbatasan antara Bagian Armenia dengan Yahudi .
* Dung Gate (Bab El-Magharbeh). Satu-satunya gerbang kota yang mengarah ke Kawasan Yahudi serta Al-Haram El-Sharif (Masjid Al-Aqsa).
* New Gate (Al-Bab El-Jadid). Al-Bab El-Jadid terletak di sudut barat laut Kota Tua.
* Lions Gate (St. Stephen's Gate). Menjadi awal dari lintasan Dolorosa dan berada di sisi timur Kota Tua.
* Golden Gate (Bab Arrahmeh). Gerbang ini sudah DITUTUP sejak 1.600-an. Konon, cerita orang menyebut Mesias akan masuk ke Al-Aqsa melalui gerbang ini kelak. Wallahu a'lam bishawab.
Anyway, sehari sebelumnya (24 Februari 2020) saya bersama rombongan sebenarnya sudah sempat masuk ke Dome of The Rock dengan melewati Gerbang Lions Gate, dan keluar melalui gate yang sama. Kebagian juga shalat Maghrib dan Isya, dijamak di sana. Oh ya, tour guide kami menyampaikan, sesudah shalat Isya, maka seluruh akses masuk Kompleks Al-Aqsa akan ditutup oleh personel militer Israel. Baru dibuka lagi nanti, sebelum waktu Subuh tiba.
Duh, Israel memang keterlaluan! UNESCO saja menyatakan Masjid Al-Aqsa sebagai situs suci sekaligus tempat ibadah umat Islam. Tapi kenapa Yahudi ikut ngatur-ngatur sih. D**cuk!
Insya Allah, saya akan tulis lagi kisah perjalanan ke kiblat pertama umat Muslim itu sebagai sambungan tulisan nan panjang ini.
Salam.
=====
Baca tulisan sebelumnya:
- Isu Corona Permudah Saya Lewati Perbatasan Israel
Baca tulisan selanjutnya:
- Menjelajah Bunker Masjid Al-Aqsa, Yerusalem (1)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI